Aku masih di sini. Menunggumu. Bersama janji yang entah kapan akan kau tepati. Akan membawaku pergi dari sini. Bersamamu. Menempuh hidup yang baru.
Aku masih di sini. Menunggumu. Yang tak jelas kapan akan menampakkan batang hidung. Yang datang dan pergi sesuka hati. Seolah lupa ada hati yang rindu setengah mati.
Aku masih di sini. Menunggumu. Si primadona bertubuh molek. Sedikit larik kain yang menutupi sebagian kecilnya. Rambut hitam panjang mengembang sempurna. Tanpa riasan berlebih, selain bibir merah menyala menantang setiap mata. Duduk bak manekin di sebuah etalase. Berteman botol-botol hijau keruh dan beberapa bungkus rokok aneka warna, nama dan rasa. Juga tawa, lirik iri dan teriak genit dari beberapa kolega. Namun merasa sepi. Sendiri.
Aku masih di sini. Menunggumu. Walau tak terhitung berapa lelaki sudi menemaniku. Menuntutku melakukan ini dan itu. Menandak-nandak gagah atasku. Saling beradu nafas. Saling lumat tanpa batas. Berkubang peluh dan lenguh. Berharap kau yang ada di sini. Mendaki, mengerang dan mengejang kencang bersama. Bukan yang lain.
Aku masih di sini. Menunggumu. Berharap kau mengembalikanku jadi suci. Menghalalkanku bagimu. Walau semua tahu, mahluk kotor sepertiku tak layak mendapat surga.
Aku masih di sini. Menunggumu. Menghitung waktu. Dengan kumpulan ceceran kesabaran dan harapan yang ku pungut satu demi satu. Aku tahu. Tak satupun yang bisa menjamin akhir bahagia bagiku.
Aku masih di sini. Menunggumu. Tetap mencintaimu. Walau itu berarti siksa dan sia-sia. Karena mencintaimu serupa membangun istana pasir di bibir pantai berombak.
Aku masih di sini. Menunggumu. Berkalang benci. Pun bergelung rindu.
Kamu. Datanglah. Padaku.
*) Diinspirasi dari lagu Benci Tapi Rindu – Ello
Ditulis oleh @WahyuSN dalam http://wahyusiswaningrum.wordpress.com
No comments:
Post a Comment