♫ di ujung jalan itu setahun kemarin
ku teringat ku menunggumu
bidadari belahan jiwaku
entah berapa lama satu jam menanti
kutermenung
kencan pertama hilang tak bertepi di anganku
***
Di ujung jalan masuk menuju rumah Mita, aku menyandarkan sepeda balapku. Menantinya.
Kami sudah berjanji tadi di sekolah, bahwa aku menunggu di sini. Kata-kataku kepada Mita jelas terdengar oleh teman-temanku, walau aku sudah berbisik lirih padanya. Tentu saja mengundang sorak sorai membahana. Mukaku menjadi merah menyimpan segala prasangka asing tentang diriku.
Aku menengok jam tangan Ben Ten ku. Lima belas menit berlalu. Aku mengibas kaosku yang mulai berkeringat. Pukul 15.15. Mita belum juga keluar dari gang itu.
Tiga puluh menit sudah. Aku berdiri, mengebaskan penat kakiku sesudah jongkok. Aku membuka topiku, dan menggaruk kepalaku, rambut cepakku mulai basah. Aku mulai berjalan di depan gang.
Masuk ke jalan dan mengetuk rumah Mita? Itu pasti kalian tanyakan. Tidak. Itu jawabku. Setelah kejadian seminggu lalu hari yang sama, aku diusir oleh Papanya. Ketahuan… ah sudahlah aku tak mau juga kalian berprasangka yang tidak-tidak kepadaku.
Mengapa mesti Mita? Ya, dia perempuan paling cantik di sekolahku. Aku harus berjuang keras, sangat keras bersaing dengan para cowok di sekolah, juga para kakak kelas. Aku dan Mita sebangku, kami kelas delapan. Mita memilihku. Eh, belum… Bukan begitu.
Mita lebih suka dekat denganku. Katanya lebih baik dan aman bersamaku. Percaya kepadaku. Aku sih, senang-senang saja. Setidaknya, jalanku menembak cinta Mita semakin dekat. Aiiih…
Sebelum menunggu, dari ujung jalan aku bisa melihat rumah Mita. Di depan rumahnya aku melihat motor besar warna merah. Siapa lagi kalau bukan Kak Roni. Cowok ganteng, kakak kelas kami, yang juga sama denganku menyukai Mita. Bisa kalah nih… Apalagi aku begini.
Sedikit lagi sudah satu jam. Aku kembali duduk di atas sepeda balapku. Mungkin benar Mita lebih memilih Roni. Cowok tulen dan ganteng. Sedangkan aku, teman sebangku yang hanya bisa melindunginya dari jauh.
Benar. Satu jam kemudian. Aku mendengar motor besar itu mulai menderukan kemenangan. Hampir menuju aku dan sepeda balapku, sebentar lagi.
Lihat… lihat itu mereka, Roni dan Mita, dan sepeda motor besar warna merah, seperti menuju garis finish di ujung jalan ini.
“Lalaaa… Aku pergi dulu yaa..” suara Mita menjauh dan melambaikan satu tangan kemudian memeluk pinggang Kak Roni.
***
♫ melangkah pergi
berteman sepi
berbayang teduh matamu
sayang,
walau bulan tak bercahaya
cintaku
selalu dalam jiwa
di lubuk hati terdalam
sayang,
jika memang kau sungguh sayang
diriku
takkan berpaling lagi
kupeluk selamanya…
(Setahun Kemarin – Kahitna)
Ditulis oleh @_bianglala dalam http://pelangiaksara.wordpress.com
No comments:
Post a Comment