Sunday, September 30, 2012

Aku Bodoh

“Cinta rahasia kita ini istimewa. Seistimewa hadirmu di hidupku.”
Teringat kali pertama kau melontarkan kalimat yang membuatku melejit ke langit ketujuh.


Awalnya kukira pendekatanmu hanyalah gombalan iseng belaka, pengisi waktu senggangmu, sebuah gerakan bawah tanah penunjuk keberanianmu di balik tunduknya dirimu pada wanita dominan itu. Wanita yang notabene adalah istrimu, anak perempuan pemimpin terpandang di masyarakat kita.

“Aku tidak cinta padanya, Rin. Itu semata karena orang tuaku berhutang budi pada orang tuanya. Tanpa jasa ayah mertuaku, mana bisa aku kuliah dan mendapatkan pekerjaan layak seperti sekarang ini.”

“Kamu tahu sendiri, Rin. Bercerai dengan Tia, mahal harga dan besar konsekuensinya. Ah, kalau saja aku mengenalmu  lima tahun lebih cepat, mungkin aku bisa menghadapi orang tuaku untuk memperjuangkanmu.”


Aku bodoh. Terbuai oleh kata-kata manismu. Terkecoh oleh bujuk rayumu. Tertidur dalam dekap palsumu. Begitu meyakinkannya tutur katamu membiarkan aku terjatuh begitu saja. Tanpa pikirkan teriakan bertubi-tubi logikaku.

Aku bodoh. Begitu mudahnya menyerahkan semua yang berharga. Lahir dan batin, jiwa dan raga. Membiarkan diriku menjadi sumber eksploitasi dan eksplorasi nafsu birahimu.

“Rin, aku pasti akan bertanggung jawab. Aku yang pertama buatmu, ya? Kalau nanti terjadi sesuatu di depan sana, aku akan ada di sampingmu, Rin. Kita hadapi ini sama-sama. Aku percaya padamu, tolonglah kamu percaya juga padaku.”


Di akhir setiap kejadian, saat aku menangis tersedu. Pelukanmu seakan coba tenangkan kegelisahan dan kecemasanku. Padahal di baliknya ada niat culas untuk meminta lagi dan lagi.

“Ayolah, Rin. Sekali ini saja, kamu sudah cek kalendernya kan? Aku sudah beli pengamannya juga. Ini bukan atas nama nafsu, Rin. Ini pembuktian cinta sejati kita, bukan?”

So I look in your direction,
But you pay me no attention, do you?
I know you don’t listen to me.
‘cause you say you see straight through me, don’t you?

And on and on from the moment I wake,
To the moment I sleep,
I’ll be there by your side,
Just you try and stop me,
I’ll be waiting in line,
Just to see if you care.



Aku bodoh. Keras kepala jalani semua. Tutup mata, tutup telinga, tutup semua rasa. Aku hanya percaya kamu dan kamu. Orang yang akan selalu menemaniku. Sosok yang abadi terjangkau pandanganku.

Aku bodoh. Meskipun perlakuanmu kerap semena-mena. Namun aku selalu menerima maafmu. Aku pikir kau hanya manusia dengan khilaf yang mungkin menyapa.

“Kok kamu jadi posesif dan menyebalkan begini, Rin? Mana Arin, wanita lemah lembut yang selalu menenangkan jiwaku? Kamu harus mengerti, kondisi kita tidak seperti pasangan lain.”

“Sabarlah, Rin. Waktunya tidak lama lagi. Setelah anakku lahir, aku akan segera mengajukan cerai. Lagipula aku merasa kehamilan itu bukan atas dasar kemauanku. Malam itu aku mabuk berat dan terjadilah persetubuhan yang tidak aku inginkan. Kamu tahu sendiri kan, mana nafsu aku sama perempuan gendut yang malas merawat diri seperti Tia?”


Aku bodoh. Saat kebenaran sudah terkuak begitu rupa. Penyangkalan masih terus kuserukan. Kamu tak akan begitu teganya. Menyakiti, menjajah, dan merenggut semua senyum yang aku punya. Nyatanya, kau seperti tak peduli ada orang lain di luar sana. Seorang wanita dan bayinya, buah cintamu, darah dagingmu, keluarga kecilmu.

“Setiap aku melihat Aldrin, aku tidak tega, Rin. Aldrin itu separuh diriku juga. Aku sedang memikirkan bagaimana aku bisa mendapatkan kamu sekaligus Aldrin. Tapi semua butuh proses dan waktu, Rin. Sabarlah kamu menunggu, ya. Cintaku kepadamu masih sama, janganlah kamu takut aku akan berubah.”

“Maaf, Rin. Tia sudah mengetahui hubungan kita. Sekarang Tia dan keluarganya memblokir semua aksesku. Komunikasi dan keuangan semua dipegang ketat oleh Tia. Kalau kamu bisa, tolong transfer uang secukupnya ke rekening ini ya? Ini rekening teman kantorku. Handphone yang kamu belikan masih aman, Tia tidak tahu soal itu. Tapi, pulsanya kosong, Rin. Tolong isikan jika kamu sempat, aku ingin bicara denganmu.”

“Rin, aku bingung. Aku tidak bisa memilih meninggalkanmu. Tapi mereka mendesakku untuk melakukan ini. Sementara waktu, kita harus menjauh, Rin. Demi kebaikan kamu dan masa depanku. Tunggu aku ya, Rin. Aku pasti akan melanjutkan perjuangan ini, hanya saja keadaan genting seperti ini sungguh merugikan posisiku.”

“Sungguh, Rin. Kehamilan kedua Tia bukan rencanaku untuk menyakitimu. Waktu itu aku sedang kalut. Aku tak kuasa menolak ajakannya. Aku membayangkan bahwa dia adalah kamu, bidadariku. Aku tak menyangka kejadian itu membuahkan benih dalam rahimnya. Kamu bisa maklum dan memaafkanku kan, Rin?”


Aku bodoh. Berharap akan keajaiban cinta. Akan datang menyatukan kita. Tak peduli bila akan ada pihak yang tersakiti. Tak mengapa, asal itu bukan aku. Dan kamu masih ada di sampingku. Saat aku membuka dan menutup mata setiap harinya.

Did you want me to change?
Well I changed for good
And I want you to know.
That you’ll always get your way
I wanted to say,

Don’t you shiver?



Aku bodoh. Bodoh yang membuatku lemah. Bodoh yang membuatku labil. Bodoh yang membuatku gila. Bodoh yang membuatku…. bertahan untuk mencintaimu.

“Hari ini anak keduaku lahir, Rin. Putri cantikku, Erika. Sejelita wajahmu, Rin. Untuk sementara waktu kita harus menjaga jarak. Tuhan pasti mempertemukan dan menyatukan kita nantinya, Rin. Hanya saja aku tak tahu kapankah itu waktunya. Sabar selalu ya, dewiku.”
Aku bodoh. Aku masih menunggumu. Meski gelap gulita terbentang di hadapanku. Mencintaimu sudah menjadi candu. Kujalani terus meski kenyang menelan pilu.

And it’s you I see, but you don’t see me.
And it’s you I hear, so loud and so clear
I sing it loud and clear.
And I’ll always be waiting for you.

So I look in your direction,
But you pay me no attention,
And you know how much I need you,
But you never even see me.


ditulis @retro_neko dalam http://iammrsred.tumblr.com | Shiver

No comments:

Post a Comment