Friday, September 28, 2012

Lampu Merah

Waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi, aku langsung bergegas mandi, di ruangan 1 x 2 meter itu ku basuh tubuhku dengan guyuran air. Dengan memakai baju dinas (rompi dan topi bertuliskan salah satu nama koran lokal) aku siap menyambut hari.

“koran, koran, koran, koran, koran nya pak” tawarku kepada salah satu mobil yang sedang berhenti di per-4-tan lampu merah. Inilah pekerjaan ku sehari-hari, menjadi loper koran di salah satu perempatan lampu merah di jalanan ibu kota.

“Uhuk, uhuk “ ah lagi-lagi asap kendaraan yang membuat nafasku sesak, aku langsung menepi ke tepi jalan, sekedar melepas penat setelah seharian menjajakan koran. Sudah hampir 2 tahun aku meninggalkan anak dan istriku di kampung halaman untuk mencari nafkah di ibu kota.

Aku tidak mempunyai pendidikan yang cukup untuk bekerja di kantoran, kebetulan pemilik kontrakan tempat aku tinggal mempunyai usaha distributor koran, ia lah yan menawarkan pekerjaan jadi tukang loper koran ini kepadaku. Hasilnya lumayan, meskipun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan ku sehari-hari. Tak jarang istri ku selalu marah karena aku tidak pernah pulang, sudah beribu-ribu kali aku jelaskan kepadanya tentang pekerjaan ku sekarang, dan dia hanya bisa mengomel sambil memutus telepon.
Lalu.. lamunanku terhenti oleh sebuah alunan melody sumbang dari sebuah gitar tua…

“cinta bisa datang kapan saja, biasanya ia hadir tiba-tiba lalu semua berubah, hati ini menjadi resah…”

terdengar sebuah alunan melodi yang mengusik jiwaku, dari jauh aku lihat seorang pengamen sedang menjajakan suara indahnya kepada pengguna jalan yang tengah menunggu lampu hijau menyala, baru kali ini aku melihat pengamen itu.

“suara kamu bagus juga, saya baru lihat kamu mengamen di sini”
“ia pak, saya baru datang dari pulau sebrang”
“kenalkan, saya Darman’’
“Bella”

cinta bisa datang kapan saja
Biasanya dia hadir tiba-tiba
Lalu semua berubah
hati ini menjadi resah


***
Lalu kami pun semakin akrab, hari demi hari aku semakin mengenalnya, sosok remaja yang ceria dan bersuara merdu. Suatu hari kami mencoba untuk menjual jasa kami bersama-sama. Sambil aku menjajakan daganganku bella bernyanyi tentang berita terbaru dari koran yang aku jual.

“korupsi lagi, korupsi lagi, kapan negara ini maju”

Alhasil pendapatan kami pun berlipat ganda, Bella mendapat banyak uang receh dan koran yang aku jual pun habis tak bersisa, benar-benar kolaborasi yang sempurna. Suatu hari kami menghabiskan waktu bersama, meskipun hanya sekedar menikmati suasana pasar malam, dia terlihat gembira, dan aku merasa sangat bahagia meilhatnya bisa tersenyum selebar itu.

Karena hari sudah malam, aku pun mengajaknya untuk menginap di kontrakan ku saja. Awalnya Bella menolak, tapi aku terus meyakinkan dia bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Akhirnya ia pun menurut. “kang, aku tidur duluan ya, cape banget nih” ujarnya. Saat itu pula aku melihat tubuh bella yang tidur terlelap. Tubuh nya yang tinggi, tegap, dan atletis itu secara reflek telah membangkitkan nafsu birahi ku yang sudah lama tidak merasakan “sebuah kehangatan”.

Akupun secara perlahan-lahan mengecup bibir bella yang sudah mulai menghitam akibat rokok. Bella pun terbangun, dia sedikit tersentak kaget, namun akhirnya ia pun pasrah oleh tubuhku yang sudah terlanjur mendekap tubuhnya. Semakin lama hubungan kami semakin erat saja, agar tetangga tidak mencurigai kami berdua, terkadang kami mencari tempat-tempat sepi bahkan rumah kosong untuk saling memuaskan nafsu birahi.

Tak kusangka, tubuh bella yang padat berisi sangatlah kuat, bahkan ia sangat lihai bermain oral seks. Aku pun sangat puas dengan percintaan kami yang sangat indah namun terlarang.

ku tahu cinta ini terlarang
Walau rasa ini tak sanggup ku pungkiri
Ku harap kau mampu mengerti
Apa jadinya dunia
Kalau mereka tahu tentang kita


Suatu hari, saat aku sedang menikmati waktu berdua dengan bella, tiba-tiba pintu kontrakan ku di dobrak dengan paksa, aku lihat sesosok wanita yang aku kenal, dia.. dia adalah istriku..

“akang!! Siapa dia? Kenapa kalian berdua telanjang dada?” seru istri ku.
“akang, tolong jelasin kang, apa maksdunya in? siapa dia?”
“dia bellamy, dia pacar aku, puas kau?!” ucapku dengan nada tinggi
“apa? Pacar? Jadi selama ini akang…” istriku pun sudah tidak sanggup berkata-kata lagi
“jadi ini istri gak tau diri yang akang ceritakan? Kenalkan, saya bella, Bellamy Darson, saya pacar nya kang Darman”

Dan sebuah tamparan pun di daratkan istriku pada pipi Bella.

“dasar homo kamu!! perusak moral!! kamu apakan suami saya hah?!!”
“heh, kamu jangan sembarangan bicara ya, suami kamu yang jatuh cinta sama saya!!’’
“bohong kamu!! Dasar banci sialan!!!”

BRAGGGGG!!! Sebuah gitar tua mendarat dengan keras di kepala Bella, aku tersentak kaget, kejadian itu terjadi begitu cepat, aku hanya bisa terdiam..

aaaaaahhhhh!!!!! Bella menjerit kesakitan,

“dasar istri sialan!!” aku mendorong tubuh istriku, hingga tubuh mungilnya terjatuh

istriku pun hanya bisa menangis, aku berusaha menyelamatkan nyawa Bella, tetapi semuanya terlambat… tubuhnya sudah terbujur kaku dengan darah berceceran di lantai kamar kontrakan ku.

***
Suara sirine ambulance dan mobil polisi terdengar nyaring, semua tetanggaku mulai memadati tempat kontrakan ku, sekedar ingin melihat apa yang sedang terjadi. aku dan istriku berjalan pelan menuju mobil polisi, dan Bella…. ia sudah berada di dalam kantong jenazah.

Andai waktu dapat di putar kembali, aku ingin memperbaiki keadaan ini….
Andai aku tak pernah bertemu Bella..
Andai lampu merah itu tak pernah menyala..



*Dinspirasi dari lagu Cinta Terlarang - Rio Dewanto
Ditulis oleh @ucancallmeicha dalam http://gadiskecilmemegangkamera.tumblr.com

No comments:

Post a Comment