Saturday, September 29, 2012

Aku Menunggumu

Gerimis membuat senja tak mewarna jingga, dan senja kali ini adalah senja yang ke-730 semenjak jemarinya tak lagi menggamit erat jemariku. Sudah dua tahun ia pergi tanpa kabar, membawa sekeping hati yang kupinjamkan. Dan betapa bodohnya aku yang masih saja setia menunggunya di ujung jalan, tempat di mana ia janjikan pertemuan manis. Janji yang terucap di sebuah stasiun kereta tua. Kini janji itu sudah sama halnya dengan rel-rel renta yang berkarat, menunggu dilewati gerbong-gerbong pembawa berita bahagia.

“Aku pergi untuk impian kita. Rawat rindumu baik-baik, aku tak lama, hanya beberapa purnama terlewati tanpa bersama. Aku pasti kembali.”

Ucapnya dulu dan kini kalimat itu seperti menjelma jadi peluru yang kerap dilesatkan waktu ke kepalaku. Berkali-kali, namun tak mati. Justru membangkitkan rindu yang begitu nyeri.

Sudah dua tahun, aku masih saja berdiri di sini, di tempat pertemuan manis yang ia janjikan, tiap senja. Dengan memasang wajah harap, dan setumpuk asa di dada yang perlahan-lahan mulai lesap ke udara, melindap bersama rebahnya matahari di ufuk cakrawala. Lalu pagi datang, meruah kembali segenap asa yang pergi kemarin senja. Berulang dan terus berulang, sampai saat ini, senja ke-730.

Angin memasaikan rambutku, butir-butir gerimis memelukku, namun mereka tak mampu menggigilkan aku yang terbiasa digigilkan rindu. Satu per satu air mata meluruh, berjatuhan, dan pecah di atas aspal legam yang mulai terkelupas lapisannya, mengingat tentangnya dan semua hal-hal indah yang sering ia gumamkan di telingaku adalah alasan mengapa aku masih ingin menunggunya. Juga karena aku masih mempercayai bahwa takdir ditulis dengan menggunakan pensil, dan aku masih memiliki doa sebagai penghapusnya kalaupun nanti ia lupa pada janjinya. Aku tahu betapa bodohnya aku, tetapi ini cinta, ini cinta, ini cinta!

Esok, senja ke-731. Semoga saja aku masih punya alasan untuk menunggunya atau alasan untuk meninggalkan janji-janji manisnya, melanjutkan hidup yang baru. Karena setahuku, tak ada yang benar-benar pergi, sebab kenangan adalah rumah yang tak pernah menutup pintu – tempat segalanya ingin kembali pulang.

    Bila rindu ini masih milikmu
    kuhadirkan sebuah tanya untukmu
    harus berapa lama aku menunggumu
    aku menunggumu…


ditulis @acturindra dalam http://senjasorepetang.wordpress.com | Menunggumu

No comments:

Post a Comment