Dengan sangat pelan aku membuka jendela kamar dari dalam. Mengganjal pangkalnya dengan botol lotion supaya jendelanya terbuka lebar. Aku kemudian mengangkat satu kakiku dan menjejakkannya di luar, lalu kaki kedua, dan… hap! sekarang aku sudah berada di luar kamar. Beruntung kamar tidurku tidak berada di lantai dua, sehingga dengan mudah aku bisa melakukan hal seperti ini. Aku tersenyum penuh kemenangan.
Aku mengendap-endap melewati halaman depan. Menjinjing sebuah tas yang di dalamnya terdapat pakaian untuk kupakai nanti. Saat aku sudah berada tepat di belakang gerbang rumahku, tidak sengaja aku menengok garasi yang pintunya terbuka sedikit Dan, oh, ternyata mobil papa dan mama belum ada. Sial, tahu gitu ngapain gue ngendap-ngendap. Aku berpikir sejenak, daripada aku repot-repot memanjat gerbang, lebih baik kuputuskan untuk kembali ke kamarku.
Sesampainya di kamar, aku menelepon seseorang yang sepertinya sudah kesal karena cukup lama menungguku, Thian.
“Sayang, tunggu sebentar lagi, ya!”
“Kenapa lagi, sih?”
“Aku mau ganti baju dulu.”
“Loh, katanya mau manjat pagar, ngapain genti baju?”
“Mama sama papaku belum pulang. Aku mau langsung pakai baju aja, terus bangunin Mbok Inah buat bukain gerbang.”
“Ya uudah, nggak pake lama!” Thian menutup teleponnya.
Dengan sigap aku membuka kaos dan celan pendekku, dan dalam sekejap, tube dress berwarna merah gelap sudah melekat di tubuhku. Aku lalu menuju kamar pembantu untuk memintanya membukakan pintu gerbang.
“Maura… Kamu cantik sekali, Sayang…” ucap Thian saat aku membuka pintu mobilnya dan duduk di sampingnya.
“Mau kemana dulu kita?” Tanyaku sambil tersenyum manja.
“Rasanya aku berubah pikiran. Club terlalu membosankan. Bagaimana kalau… hotel?” Senyum Thian mengisyaratkan sesuatu. Telapak tangan kirinya mendarat di paha kananku.
Belum sempat aku menjawab pertanyaannya, ponselku bergetar. Ada sms, aku kaget membaca nama pengirimnya. Namun akhirnya rasa lega menghampiriku setalah membaca isi sms tersebut. Aku lalu mengedipkan sebelah mata kepada Thian.
Mobil pun melaju dengan kencang.
Ku ingin bercinta dengan dirimu
Habiskan malamku
Menikmati hembus cintamu
Di sekujur ragaku
*****
Meeting akhirnya berakhir. Baru kali ini aku mengikuti meeting yang menghabiskan waktu sampai larut malam. Aku menggeliat meregangkan otot-otot yang kaku. Satu per satu rekan kerjaku berpamitan pulang, menyisakan aku dan seorang teman kantorku yang masih berkutat dengan laptop-nya.
“Masih ngapain, Tan?” Tanyaku kepada Tania.
“Biasa. Ada yang harus direkap. Tapi sebentar lagi selesai kok.” Dia menjawab tanpa melihat ke arahku.
“Kerjain di rumah aja, udah malam.” Usulku sambil membereskan barang-barangku.
“Iya, ini udah kok.” Katanya sambil menutup laptop.
“Kamu pulang kemana?”
“Buah Batu”
“Bawa mobil?”
“Nggak…”
“Lah, terus?”
“Banyak taksi.”
“Bareng, yuk!”
Dia tersenyum sambil menatapku. “Mas Rizal serius?”
Mobil melaju perlahan melewati jalanan Bandung yang sudah tidak ramai. Aku dan Tania mengobrol panjang lebar. Walau usianya jauh lebih muda dari aku, tetapi kami cukup akrab. Sudah lama aku menyadari ada yang berbeda dari mata Tania jika mata kami bertemu. Tidak sulit bagiku untuk menebak isi hatinya. Dan kesempatan itu akhirnya datang juga.
“Kamu mau langsung pulang?” Aku bertanya kepada Tania di sela-sela obrolan kami mengenai topik tentang pekerjaan.
“Memangnya mau kemana lagi malam-malam begini?” Dia terkekeh.
Aku melirik ke arahnya. “Di depan banyak hotel bagus loh, Tan…”
Dia mengehela napas panjang dan memalingkan mukanya ke arahku. Tatapannya menggairahkan.
Aku tersenyum lalu mengambil ponsel hendak mengirim sms kepada seseorang, namun urung karena orang yang akan kukirimi sms sudah terlebih dahulu mengirimkan sms-nya kepadaku. Aku melebarkan senyum ketika membaca sms tersebut.
Ku ingin bercinta dengan dirimu
Habiskan malamku
Menikmati hembus cintamu
Di sekujur ragaku
*****
Tidak biasanya jam segini aku masih berada di luar dan belum pulang ke rumah, terlebih berada di sebuah kafe seperti ini. Namun malam ini merupakan malam yang cukup penting. Reuni SMA-ku tidak terjadi setiap tahun, jadi aku memaksakan diri untuk ikut dan bergabung, walau jarum jam sudah lewat dari angka dua belas.
Setelah cukup puas berbincang-bincang dengan kawan-kawan lamaku, aku menuju ke toilet untuk menuntaskan hasratku yang sudah kutahan sejak tadi. Begitu akan memasuki pintu toilet perempuan, tiba-tiba ada yang memanggilku dari arah depan pintu toilet pria.
“Diana!” Suara itu terdengar berbisik namun jelas.
Aku mengernyitkan dahi. “Tony?” Mataku menyipit untuk meyakinkan bahwa aku tidak salah orang.
Dia mengangguk dan mengiyakan. Ya, dia adalah Tony. Teman masa SMA-ku yang sangat akrab denganku. Ummm, tidak tidak, aku harus mengakui ini, lebih tepatnya dia adalah mantanku ketika kelas tiga dulu.
Kami bersalaman dan saling bertanya kabar. Aku lalu memberi isyarat kepadanya untuk menungguku karena aku sudah tidak tahan ingin pergi ke toilet.
Setelah menuntaskan hasratku, dia mengejakku untuk mengobrol di lantai dua kafe ini. Keadaan tidak cukup ramai, hanya ada beberapa orang yang memang sengaja duduk di ruangan untuk mendapatkan suasana yang lebih tenang. Kami duduk di sebuah sofa yang menghadap ke jendela luar.
Dari obrolan kami, aku mengetahui bahwa Tony adalah seorang duda yang baru delapan bulan ditinggal oleh mendiang istrinya. Sekarang dia tinggal bersama kedua anak laik-lakinya yang sudah remaja, mungkin seumuran dengan anak perempuanku.
Ah, mantan kekasihku ini masih terlihat muda. Entah karena disebabkan oleh rasa rindu, aku malah menatap lekat kedua matanya.
“Mau pulang jam berapa?” Tanyanya sambil menengok jam tangan. Dia menyadariku yang sedang memerhatikannya.
“Kamu?” Aku malah balik bertanya.
Dia tersenyum lalu membisikkan sesuatu. “Aku kangen kamu…”Bisikan itu sama-sama kami pahami, memliki maksud tertentu.
Kami berdua menuruni tangga dan keluar dari kafe menuju parkiran. Sebelum memasuki mobil, aku merogoh ponselku dari dalam tas dan mengirimkan dua buah sms ke dua nomor yang berbeda.
Pa, mama sepertinya akan pulang pagi. Acara reuninya masih belum selesai. I love you…
Maura, jangan tidur malam-malam. Reuninya belum selesai, mama pulang malam. I love you…
Dengan menggunakan mobil yang berbeda, aku mengikuti mobil Tony dari belakang.
Ku ingin bercinta dengan dirimu
Habiskan malamku
Menikmati hembus cintamu
Di sekujur ragaku
*****
Jam 2 Dini Hari
Maura menggelayut manja kepada Thian dan keduanya beringsut memasuki lift saat pintunya terbuka.
Rizal melepaskan tangan Tania yang sejak tadi dipegangnya ketika melihat punggung seorang anak perempuan di dalam lift sebelum pintunya merapat sepenuhnya.
“Tony, lebih baik kita ke hotel yang lain saja.” Suara Diana gemetar setelah melihat sepasang lelaki dan perempuan sedang berdiri di depan lift. Dia lalu menarik tangan Tony dan mengajaknya pergi bahkan sebelum sampai ke meja resepsionis.
*)Terinspirasi dari lagu Mari Bercinta 2 - Vicky Shu
ditulis @siapapun_ dalam http://siapapun.tumblr.com
No comments:
Post a Comment