Thursday, September 27, 2012

Dia Bukan Cina


Sedari tadi saya tidak bisa berhenti mengamati sesosok tubuh mungil yang berjarak dua meja dari tempat saya terdiam. Sosok mungil itu sedang bercanda dan tertawa bersama beberapa teman kesebelasannya. Tawanya tampak lepas tanpa beban. Senyumannya tulus kepada siapa saja. Caranya menggerakkan tangan ke udara ketika berbicara membuat ceritanya tampak lebih menyenangkan.


        Indra, laki-laki yang baru beberapa pekan ini saya kenal benar-benar seperti magnet yang menarik perhatian saya. Tubuh mungilnya, rambut lurusnya yang bergoyang-goyang kecil ketika berada di lapangan, hidung mancungnya, mata sipitnya, kulit putihnya, semua yang tampak dari sosoknya benar-benar memesona saya. Membuai mata saya dengan banyak gambar indah dari dirinya. Mengingatkan saya pada kamu yang sudah lama tak saya lihat.

       Cina, dia begitu mirip denganmu!

       Semakin lama saya semakin jauh masuk dalam medan magnetnya. Menikmati tiap detail tubuhnya yang tidak pernah lelah mampir dalam pandangan saya. Setiap hari, saya habiskan waktu luang saya untuk mendekat kearahnya. Hari ini, ketika sosoknya berada dalam jangkauan, saya mendapati bahwa dia memiliki bau khas yang sama dengan Cina, seperti bau tanah sepeninggal hujan, menyenangkan!

       Siapa sangka ternyata saya bisa membuatnya jatuh cinta? Disinilah dia sekarang, duduk dengan jarak satu jengkal dari saya. Tangannya, dengan lembut menyapu punggung tangan saya lalu menggenggamnya perlahan.

       Hei, bahkan hangatnya pun sama sepertimu, Cina!

       Saya menatap matanya dalam-dalam dan menemukan tatapan setajam pisau namun setenang arwana  seperti milikmu disana. Tajam, namun menenangkan.

       Bagaimana bisa kamu berada disana? Sejak kapan kamu mendiaminya?

       Saya selalu suka caranya memperhatikan saya. Dia seperti tanpa bosan memperlakukan saya dengan sopan dan hangat. Dia menemani saya makan malam ketika hujan. Dia terjaga ketika saya terlelap di ranjang rumah sakit. Dia mengirimi saya kata-kata indah. Dia selalu ada disana, kapanpun saya perlukan. Sama sepertimu, dia adalah laki-laki yang begitu menyenangkan.

       Aku menemukanmu pada dirinya. Seutuhnya. Sempurna.

       Lalu saya berpikir kembali tentang hal-hal pada dirimu yang biasanya membuat saya jatuh cinta. Bagaimana caranya saya jatuh cinta. Perasan apa yang saya rasakan ketika jatuh cinta. Pertanyaan-pertanyaan serupa lainnya juga ikut berputar dalam kepala.

       Yang saya ingat adalah perasaan ‘menggelitik’ setiap kali saya melihat tawamu yang khas. Perasaan itu pun ada ketika tanpa sengaja punggung tangan kita bersentuhan. Mengingatnya kali ini pun membuat saya tersenyum senang.

       Semua yang  saya ingat tentangmu ada pada dirinya. Dia seolah dikirimkan Tuhan untuk menggantikan posisimu yang kini tiada. Tuhan pernah dengan tiba-tiba memanggilmu dan itu sempat benar-benar membuat saya hilang arah. Linglung. Mungkin saat ini Tuhan ingin membuat saya bahagia dengan cara ‘mengembalikanmu’ dalam sosoknya.

Tapi Tuhan, mengapa rasanya tidak sama? Mengapa saya masih saja tidak bisa jatuh cinta?



But he's just not you
He's more than I've ever dreamed of
But he's just not you
And no matter how I try to pretend this love
He's too good to be true
And I would be a fool to lose him now
'Cause he helped me through my darkest time
He loves me like you used to
But he's just not you

He's just not you......


-  He's Just Not You dari Stacy Lattisaw
dalam tagar #30HariLagukuBercerita



ditulis @khaidianty dalam http://jurnalde.blogspot.com

No comments:

Post a Comment