“Kamu suka ama dia?”
“Iya. Banget!”
“Dianya suka ama kamu?”
“Enggak tau.”
“Kok. Oh, oke. Dia tau kamu suka dia?”
“Enggak.”
“Duh. Ribet nih.”
“Kenapa?”
“Well, ga ribet sih sebenernya. Kasus kamu ini sudah terlalu sering terjadi.”
“Iya ya. Terus aku harus gimana?”
“Yaa, kasi tau dia dong.”
“Aku malu.”
“Siapa aja yang tau kalo kamu suka ama dia?”
“Semua follower twitter aku.”
“Ciyus?!”
“Eah.”
“Dia follow kamu?”
“Udah aku block.”
“Hadeh. Orang sekarang ya, dikit-dikit curhatnya ke twitter. Bukan ke sumber masalahnya gitu lho.”
“Kan akunya malu.”
“Bukan, itu pengecut!”
“Iya, terserah.”
“Kayaknya semua orang di dunia tau kecuali dia, gitu?”
“Iya, akunya malu.”
“Malu apa takut?”
“Engg, takut sih. Takut tanggepannya tidak sesuai harapan.”
“Ekspektasi mungkin maksudnya, bukan harapan.”
“Apa bedanya?”
“Ekspektasi itu datangnya dari orang lain, harapan datangnya dari diri kamu.”
“Ouh.”
“Expect less, but still hopeful.”
“Jadi ga ada itu namanya harapan palsu?”
“Iya! yang ada ekspektasi berlebihan!”
“Hiks.”
“Makanya kasi tau dong dianya.”
“Takut.”
“Chicken!”
“Terserah mau manggil apa.”
“Jadi laper, makan yuk!”
“Ga ah.”
“Heh, ntar sakit!”
“Aduh, kamu kayak ga tau aja rasanya. Makan ga enak, tidur gak nyenyak, keingetan terus.”
“Dianya mikirin kamu ga?”
“Engga tau.”
“Nyiksa diri! Udah, ayo kita ke warung depan buat makan!”
“Yadeh…”
*
“Sendirian aja makannya, Dek?” kata ibu warung.
“Enggak, buk. berdua sama alter-ego saya kok. Hehehe.”
dan ibu warung pun mengerenyitkan dahi.
ditulis @gembrit dalam http://bandarawan.wordpress.com | Prahara Cinta
No comments:
Post a Comment