Sunday, September 30, 2012

Cuma dalam Kepercumaan

Sore berwarna jingga. Secangkir teh hijau. Laptop. Sebungkus nikotin. Dan pertanyaan menggulung di kepalaku tentang kalimat ‘Elegi Harapan Palsu’. Apa itu? Mengapa begitu penting? Kucoba mengurainya dalam versiku.

Elegi harapan palsu adalah peringatan bertanda petik yang tak kau indahkan petikkannya.

Elegi harapan palsu adalah awalan perkataan cinta padamu, lalu semua berlalu ketika kau sudah terperangkap.

Elegi harapan palsu adalah kamu yang telah dibahasi hujan, namun bukan kamu yang dirindukan saat hujan.

Elegi harapan palsu adalah namanya muncul di layar telepon, tapi kenyataannya salah sambung, bukan untuk mencarimu.

Elegi harapan palsu adalah haiku yang tak kau gubris.

Ialah ruang harapan yang tak bisa kau masuki.

Ialah detik yang bergulir terus menerus tanpa kau nikmati.

Ialah permintaan maaf yang sia-sia ketika kau temukan kembali kesalahan yang sama.

Ialah pucuk bunga yang tak kunjung dihinggapi kumbang.

Ialah musafir yang berteriak kehausan di padang pasir yang luas.

Namun…

Besertanya, ada hati yang mengakar kuat-kuat ke dalam tanah agar tak mudah tumbang.

Besertanya, menyelinap sinar yang menyilaukan mata hati untuk tak lagi bersikap bodoh.

Besertanya, keyakinan kenangan akan menjelma menjadi kemenangan lewat pengalaman.

Besertanya, terukir impian yang berkonspirasi dengan semesta ketika keikhlasan beriringan denganku.

Besertanya, aku diselamatkan dari keterombang-ambingan rasaku menuju daratan kesadaran.

Besertanya, meski tersirat penuh makna ‘kepercumaan’, tapi tersimpan seonggok ‘cuma’ untuk kita belajar.

Lalu, masih bertanya apa itu Elegi Harapan Palsu?

*

“Cause there’s, there’s a light in me that shines brightly.

They can try, but they can’t take that away from me.”


ditulis @TengkuAR dalam http://tengkuar.wordpress.com | Can't Take That Away

No comments:

Post a Comment