Saturday, September 29, 2012

(Bukan) Harapan Yang Terwujud

 “Karen, kamu sedang apa disini? Belum pulang?” tanya Liam kepada perempuan yang sedang berdiri di hadapannya, perempuan berpita kuning dengan kacamata yang membingkai di wajah ovalnya.
Karen menoleh ke arah Liam. “Mau pulang, ini lagi nungguin mikrolet,” ucapnya datar kepada Liam. Muka gerbang sekolah Karen dan Liam memang langsung menghadap ke jalan, sehingga siswa-siswi yang pulang sekolah bisa langsung menaiki angkutan-angkutan umum yang melintas di depan sekolah.
“Kamu bawa apa?” tanya Liam saat dirinya melihat sebuah goodie bag didekap oleh teman sekelasnya itu. “Dan, kenapa baru pulang jam segini? Tumben-tumbenan.” Liam mendekatkan motornya ke arah Karen agar lebih mudah berbicara dengannya.
“Oh ini, ini novel-novel punyaku yang dipinjam sama Andien. Baru pulang jam segini karena nungguin Andien selesai latihan paduan suara, buat ngambil novel-novel ini,” ujar Karen kepada Liam yang  sudah mematikan mesin motornya, “kamu sendiri kenapa baru pulang jam segini?”
“Abis main futsal.” Liam menyunggingkan cengiran saat menjawab pertanyaan Karen. “Daripada kamu naik mikrolet, mending pulang sama aku aja. Rumah kamu satu arah sama rumahku,” ucapku memberikan penawaran.
“Nggak usah deh, nggak enak ngerepotin kamu.”
Liam menyalakan kembali mesin motornya. “Udah nggak apa-apa. Ayo naik, ini kamu pake,” ucap Liam menyodorkan helm berwarna biru kepada Karen. “Ayo, nanti keburu Magrib.”
Matahari sudah mulai meredupkan sinarnya. Semburat jingga hampir padam dan matahari akan seutuhnya tenggelam di batas cakrawala. Di tengah deru bisingnya suara kendaraan yang saling bersahutan, Liam memacu kendaraannya melewati celah-celah yang diciptakan oleh mobil, motor dan angkutan umum yang sedang berebutan tempat di jalanan.
“Kalau kamu tetap naik mikrolet, bisa-bisa kamu baru sampai rumah abis Magrib, Ka,” ujar Liam kepada Karen yang diboncengnya. Karen merapatkan tubuhnya pada Liam, dan melingkarkan tangannya di pinggang teman sekolahnya itu–takut jatuh.
“Iya, makasi yah udah nganterin,” ucap Karen, “aku nggak biasa pulang sesore ini sih.”
“Rumah kamu dari pertigaan di depan lewat mana?” tanya Liam pada Karen. “Soalnya aku cuma pernah liat kamu turun dari mikrolet di pertigaan di depan sana.”
“Lurus, Li. Nanti putar balik dan belok ke kiri. Rumahku masuk ke dalam jalan kecil.”
“Oh oke,” ucap Liam pertanda mengerti.

***

“Liam makasi ya,” ucap Karen kembali mengucapkan terima kasih kepada Liam saat mereka sudah sampai di depan rumah Karen.
“Nggak apa-apa, santai aja. Yaudah, aku pulang sekarang yah.”
Liam menghidupkan kembali motornya dan segera melesat dengan kecepatan standar. Dari kaca spionnya dia melihat Karen yang melambaikan tangan kepadanya. Liam tersenyum saat melihat pantulan Karen yang diselimuti cahaya senja. Terlihat lebih menarik untuk dipandang.

***

“Karen,” panggil Liam kepada perempuan yang melintas di depannya. Wajahnya menunduk dan tak menghiraukan hal lain di sekitarnya, seperti sedang larut dalam pikirannya sendiri. “Bengong aja kalau jalan. Lagi mikirin apa sih?”
“Hey Liam.” Karen seperti terkejut saat dipanggil oleh Liam. “Oiya, kamu besok ikut kumpul sama teman-teman yang lain?” tanya Karen kepada Liam yang sedang duduk-duduk santai di bawah pohon yang ada di taman sekolah.
“Ikut,” ucap Liam tersenyum, “kamu juga ikut kan?”
Mimik di wajah Karen berubah menjadi muram. “Kayaknya nggak deh, Li”
“Lho, kenapa?” tanya Liam sembari membenarkan posisi duduknya. “Ikut aja, acaranya bakal seru kayaknya. Sayang lho kalau nggak ikut.”
“Acaranya sore sih, dan tempat acaranya agak jauh. Ditambah aku nggak tau tempat acaranya dimana, dan nggak ada barengan.” Karen terus menjabakan alasan-alasan  yang membuatnya memutuskan tidak ikut dalam acara kumpul bersama teman-teman sekolahnya.
“Yaelah, ikut aja.”
“Nggak berani, Li. Kalau acaranya sampai malam, gimana?”
“Aku yang anterin kamu. Nanti aku jemput kamu juga deh, biar kamu nggak ribet buat ke tempat acaranya. Gimana?”
“Beneran?” tanya Karen kepada Liam.
“Iya,” ucap Liam tegas seraya tersenyum. Senyum yang membuat Karen ikut tersenyum karenanya.

***

Seperti yang diucapkan oleh Liam, acara berjalan dengan seru. Tawa dan canda bertaburan selama acara. Keheningan hanya menjadi jeda selewat saat Liam dan teman-temannya lelah tertawa, sebelum dilanjutkan lagi oleh temannya yang lain.
“Kenapa kamu nggak ikut ngumpul di dekat teman yang lainnya?” tanya Liam yang menghampiri Karen.
Karen menyelesaikan tegukannya sebelum menjawab pertanyaan dengan gelengan kepala.
“Sayang lho kalau cuma diam doang,” ucap Liam tersenyum, “Ke sana yuk,” ajak Liam seraya mengamit jemari Karen yang membuat perempuan itu sedikit salah tingkah dalm tersipu malu.
Karen berjalan di samping Liam menuju kerumunan. Karen yang pemalu memang jarang ikut kumpul bersama teman-teman sekolah dan cenderung menjaga jarak. Berkat Liam, dia mengakrabi dirinya dan dalam waktu singkat bisa mencairkan kekakuan yang selalu dialaminya saat berkumpul dengan teman-teman lainnya.

***

“Liam, sekali lagi makasi yah,” ucap Karen saat dirinya sudah berada di depan pintu rumahnya.
“Iya, ngga apa-apa kok, biasa aja. Aku pulang yah, udah malam,” ucap Liam kepada Karen.
“Makasi ya, Nak Liam, sudah jemput dan nganter pulang Karen.”
“Iya tante. Saya pamit ya tante,” ucap Liam kepada ibunya Karen, seraya berpamitan.
“Liam anak yang baik dan sopan yah.”
“Iya, Ma,” ucap Karen kepada ibunya saat kedua ibu dan anak itu melihat Liam yang sudah melajukan motornya dalam gelap malam.

***

“Kamu mau pergi ke acara Sosial Media Festival juga? Wah sama dong, aku nanti sore juga mau ke sana,” ucap Liam kepada Karen saat mereka tak sengaja berpapasan di lorong menuju kantin dan mengobrol. “Kamu kesana sama siapa? Sendiri?”
“Sama Andien,” ujar Karen. “Kamu kesana sama siapa?”
Terdengar bunyi bel pertanda masuk, jam istirahat telah berahir. “Sampai ketemu sore nanti yah,” ucap Liam seraya bergegas masuk ke dalam kelas. Beberapa murid yang masih di kantin pun terlihat buru-buru masuk ke kelasnya masing-masing, termasuk Karen.

***

Aku terpukul jatuh
Saat kau mengajakku
Saat kau kenalkanku
Pada pacar barumu


“Hai Karen, Andien,” panggil Liam saat melihat kedua temannya di salah satu stand akun jejaring social yang berpartisipasi dalam acara.
“Hai, Li–” ucap Karen terputus saat melihat perempuan yang berdiri di samping Liam. Perempuan berambut lurus sepanjang sebahu yang mengamit lengan Liam.
“Ah iya, kenalin, ini Gita,” ucap Liam seraya mengenalan perempuan di sampingnya.
“Hai, aku Gita.” Andien dan Karen menjabat tangan Gita dan ikut memperkenalkan diri.
“Kamu?” tanya Andien menggantung seraya melirik kepada Liam.
“Aku pacarnya Liam,” ucap Gita seraya tersenyum simpul.
“Andien, ayo kita pulang sekarang,” ujar Karen seraya menarik lengan Andien.
“Lho, mau kemana? Buru-buru banget.” Liam berucap dengan suara agak kencang, sebab Andien dan Karen sudah menjauh.
“Dasar lelaki,” gerutu Andien kepada Karen yang sudah mengusap airmata yang menetes di pipinya.    

Aku sekuat hatiku
Tak boleh bersedih
Tak boleh menangis
Dan harus kau tahu
Jika boleh jujur
Ingin kupukul pacarmu


ditulis @danissyamra dalam http://syamra-danis.blogspot.com | Saat - Saat Menyebalkan

No comments:

Post a Comment