Saturday, September 29, 2012

Mengharap Diharapkan

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya berharap aku bisa duduk di sampingmu terus seperti ini tanpa pernah beranjak. Membiarkanmu mengelus rambutku dan sesekali mengacaknya. Aku hanya berharap, film Finding Nemo yang kita saksikan di televisi saat ini tidak pernah usai, Nemo tidak perlu kembali ke laut dan Marlin masih akan terus mencari Nemo hingga waktu yang tidak ditentukan jadi kamu tidak perlu pamit untuk pulang dan meninggalkan aku dengan segala pengaharapanku yang semakin memuncak. Aku hanya berharap tawamu tidak pernah berhenti berderai seperti saat Dori membuat Marlin jengkel dengan kebodohannya. Namun aku justru berharap aku bisa berhenti mentertawai kebodohanmu dengan mengharapkan kamu tanpa jemu. Itu alasan kenapa aku tidak mengharapkanmu. Aku sudah merasa terlalu bodoh sejak menyukaimu. Bodoh karena kamu adalah sahabatku. Teramat bodoh karena kamu juga adalah kekasih sahabatku. Tawamu meledak keras, kamu semakin gemas pula mengacak rambutku saat melihat betapa Dori itu amat sangat pelupa. Tubuhku beku, aku berharap akulah yang sangat pelupa sehingga bisa lupa jika aku mencintai kamu.

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya berharap aku seharusnya tidak perlu bertemu kamu, tidak usah mengenalmu, dan tidak pernah jatuh cinta kepadamu. Aku berharap aku seharusnya tidak pernah menjadi teman satu sekolahmu sejak SMP hingga kita saat ini satu kelas di bangku kuliah. Aku berharap jika saja kita tidak menjadi sahabat, aku tidak perlu berhubungan denganmu terlalu dekat. Hingga aku menyukaimu dan kamupun menyukaiku. Kamu tidak pernah mengatakannya, aku pun tidak. Kita menyadarinya. Aku tahu, kamu pun tahu. Kita sama-sama tahu tapi tidak mau tahu. Kamu tidak pernah menyatakan, perasaanku  pun tak pernah terkatakan. Sampai tiba saatnya ternyata kamu memilih dia menjadi tambatan hatimu. Tak pernah kukira kamu memilih dia, teman kosku yang di hari pertama kuliah dulu kukenalkan kepadamu. Kukira cepat atau lambat, kita akan merubah status ‘cuma sahabatan’ yang bertahun-tahun melekat di antara kita ini menjadi ‘berpacaran’. Kukira perhatian berlebihan yang selalu kamu berikan kepadaku adalah balasan atas semua perhatianku yang juga berlebihan kepadamu. Dan kukira itu adalah tanda kita setuju untuk akhirnya melangkah lebih jauh. Ternyata aku salah ya? Seharusnya hubungan ini benar adanya, tidak ada yang salah dan tidak ada yang perlu disalahkan. Harapanku yang keterlaluanlah yang patut disalahkan. Juga pengertianku yang salah.

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya berharap jarum jam berhenti berdetak hingga akhirnya kamu menyadari jantungku semakin cepat berdetak. Kamu tahu tapi kamu seolah-olah tidak tahu. Kamu tahu aku begitu menyukaimu, kamu memperlakukan aku seperti kekasihmu, tapi justru diam-diam membuatku pilu. Dia tahu kedekatan kita tapi enggan membenarkan keraguannya atas kedekatan yang tak biasa ini. Dia terlalu percaya padamu, padaku, namun tak mempercayai perasaannya sendiri. Kamu mau dia tapi kamu tidak mau jauh dariku. Kamu menyiksaku dengan elegan. Melepaskan aku dengan paksa namun menjeratku dengan leluasa. Aku berharap perasaanmu tidak mendua. Hanya karena kamu mau dia tapi butuh aku. Mau dan butuh itu beda, kamu tau kan? Aku mau kamu dan butuh kamu. Kamu butuh aku tapi mau dia.

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya mengharapkan kita tidak pernah saling berharap. Aku tidak pernah mengharapkanmu dan kamu tidak perlu mengharapkan keduanya bisa bersamamu, aku dan dia. Aku sama sekali tidak mengharapkanmu. Aku hanya berharap tidak pernah ada dia yang mengisi hatimu. Aku berharap hanya ada aku. Aku mengharapkan diriku sendiri yang akan mendampingimu selamanya. Bukan siapa, tapi aku. Aku mengharapkan itu, bukan kamu. Aku tidak mengharapkanmu, aku hanya berharap masa depanku adalah kamu.

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya berharap dia pulang ke kos ini bukan setengah jam lagi, tapi setengah abad lagi sehingga dia tidak perlu cemburu pada kedekatan kita kali ini. Aku begitu dekat denganmu saat ini. Aku merapat ke tubuhmu dan menikmati setiap sentuhan sayang tanganmu yang mendarat di kepalaku. Aku menyandarkan kepalaku di pundakmu dan berharap kamu akan menjadi tempatku bersandar yang setia. Kamu sudah biasa melakukan ini ribuan kali sejak bertahun-tahun lalu tanpa beban karena kita ini, sekali lagi, cuma sahabat. Tapi aku yang beban. Aku yang beban menahan beban perasaan yang memuncaki hati dan pikiranku.

“Aku sayang kamu. Banget.” Aku membisikkan kalimat itu sekilas. Mataku tetap tertuju ke layar televisi menyaksikan adegan di mana akhirnya Marlin bertemu dengan Nemo dan kebingungan menyelamatkan Nemo yang ikut terjaring nelayan.

“Aku juga sayang kamu. Sayang banget.” Kamu membalas ucapanku. “Aku juga sayang Kirana. Sayang banget sama Kirana.”

Iya, kamu sayang aku dan juga dia. Kamu tidak bisa memilih. Hatimu belum memilih. Walaupun pikiranmu telah menjatuhkan pilihan kepada Kirana namun hatimu belum. Aku memilihmu namun bukan yang terpilih olehmu. Aku dipilih olehmu, namun tetap bukan yang terpilih.

***

“I think I’m in love for the first time and it’s making my heart confused.

Tell me what exactly happened, how I wonder it will be.

You’re touching my heart and my soul, while your hands in my hands indeed.

Tell me what exactly happened. Makes me feel I’m drowning too deep, seems weird for me.

I will never let this feeling count.

If you were mine, share all ups and down. I’m gonna be around and forever it would be.”


***

Ringtone penanda ada SMS masuk di ponselku berbunyi. Aku melihat nama pengirim yang muncul di layar ponselku. Kirana Meissyka.

Ponselku terus berdering, membuat kamu tidak nyaman. Aku enggan mematikannya.

“Dibuka dulu gih SMSnya. Berisik. Aku mau liat endingnya Nemo nih tinggal dikit lagi,” ujarmu.

Aku sengaja memasang volume maksimal pada ringtone ponselku. Agar kamu mendengar lagu yang tiga tahun ini kupertahankan sebagai nada dering ponselku. Aku berharap kamu mendengarnya dengan baik. Aku berharap kamu mengetahui dengan baik isi hatiku yang terbersit jelas dari lirik di lagu itu.

***

“Cause I’m fallin in love. I’m fallin in love. Yes I’m fallin in love. I’m fallin in love.

Yes I’m falling in love, I’m falling in love with you.”


***

Yes, I’m falling in love with you. Aku berharap bisa mengatakannya secara langsung tidak hanya lewat nada dering ini. Aku berharap kamu juga meneriakkan kalimat yang sama untukku. Aku mengharapkan itu akan terjadi, jadi aku tidak perlu lagi mengharapkanmu.

“Dinda darling, Orlan msh di kosan? Tolong jgn suruh pulang dulu yes. Bentar lg aku pulang dr kampus. Bilangin aku kangen, habis ini mau ngajakin dia pacaran. Hihi. Thankies, best. Mwah!”

Aku mengerling malas. Aku menyodorkan ponselku kepadamu agar kamu sendiri yang membaca SMS dari kekasihmu itu sendiri. Isi SMS yang membuat harapanku mengabur sia-sia.

“Haha ini bocah kenapa gak langsung SMS aku aja sih, pake segala SMS kamu. Hahaha.” Kamu tertawa lepas, tanpa beban karena kamu tahu kamu diharapkan kedatangannya oleh kekasihmu dan kamu tahu kamu diharapkan hadirnya olehku.

“Aku bales aja ya.”

Aku membaca balasan SMS yang kamu kirim.

“Iya, babe. I’m here, waiting for you. Cepet pulang. Aku juga kangen.”

Aku tidak mengharapkanmu karena kamu adalah seluruh harapanku tertuju. Aku hanya berharap bisa berhenti mengharapkan kamu. Kamu tahu? Aku tidak mengharapkanmu. Aku mengharap diharapkan kamu. Sekali saja.

Aku tidak mengharapkanmu. Aku hanya lelah terus-terusan diberi harapan. Itu saja.

ditulis @andhkctra dalam http://chaznologic.tumblr.com | Fallin' In Love

No comments:

Post a Comment