Saturday, September 22, 2012
A Letter to My "ex"
Teruntuk mantanku.
Hai kamu, apa kabar sayang? Tau kan kenapa aku masih memanggilmu “sayang”? karena aku memang masih punya rasa itu. Kalau kamu? Ah, aku tak peduli. Sungguh. Sekalipun kamu membaca ini dan kemudian menyadari bahwa aku ini terlalu baik, aku tetap tidak peduli.
Kamu sudah makan? Pertanyaan bodoh apa ini? Mungkin saat rasamu masih ada pertanyaan sekecil ini begitu penting. Tapi saat rasamu sudah hilang? Semuanya jadi konyol. Untuk apa makan siang harus diingatkan? Toh ketika lapar kamupun akan makan. Pernahkah kamu berharap aku bertanya “kamu sudah makan” setiap hari? Aku telah melakukannya. Dan kamu selalu jawab “sudah” tanpa pernah bertanya balik.
Ingat pertama kali kita bertemu? Aku bahkan masih ingat warna baju yang kamu pakai. Basa-basi kita, dan hal lain yang kita bicarakan begitu lekat mengikat tiap sekat otakku.
Ingat saat kita memutuskan untuk saling bersama? Kamu memang tidak pernah menjanjikan bahagia selamanya, dan akupun tak berani berharap banyak-banyak. Tapi kita yakin, atas ijin Tuhan kita akan dapat bertanggung jawab terhadap satu sama lain untuk mempertahankan dasar hubungan ini. Untuk saling mengingatkan tujuan kita dari awal.
Ingat saat aku marah-marah karena teleponku tak kamu jawab? Kamu Cuma menungguku menelepon lagi dan bilang “maaf, aku ketiduran”. Sesungguhnya aku bukan marah, aku Cuma khawatir. Tapi lalu kamu mengulangi lagi dan mengulangi lagi.
Ingat perdebatan maha tidak penting kita? Tentang memutuskan ini hujan atau Cuma gerimis? Tentang film apa yang akan kita lihat lebih dulu? Atau tentang gelas softdrink di restoran cepat saji itu transparan atau tidak? Menyenangkan sekali mengingat itu. Mungkin lain kali kita bisa mendebatkan mirip siapa anak kita nanti. Mungkin.
Ingat percakapan kita setiap malam? Tentang apapun. Kadang absurd ya? Tapi aku yakin, kita menikmatinya.
Ingat saat kamu memintaku untuk tidak menangis lagi? Aku menepati janjiku. aku tak pernah menangis lagi sampai suatu ketika kamu beranjak dari hadapanku seraya berkata “Aku ngga sayang kamu” tanpa pernah menoleh lagi.
Ingat mengapa kita berpisah? Mungkin ini butuh memori ekstra. Sederhana. Kamu berhenti mencintaiku, dan aku mengijinkan kamu pergi dari hidupku. Tapi kurasa aku melakukan suatu kesalahan. Aku pikir mudah melepaskanmu dengan sejuta kenangan yang ada. Ya, memang mudah. Buatmu.
Dear kamu, mungkin aku pernah membuat kesalahan tak termaafkan di masa itu. Maka kumohon maafkan aku. Kesalahanmu? Oh, kesalahanmu yang mana yang tak kumaafkan. Aku menjadi pemberi maaf paling instan saat bersamamu. Ingat kan?
Dear kamu, terimakasih untuk kebersamaan dan perpisahan ini. Terimakasih untuk setiap cangkir kopi pagi dan teh hangat yang sampai sekarang mengingatkanku padamu. Mungkin disinilah poin pentingnya. Kamu dikirim Tuhan sebagai guru untukku. Mengajarkan kesabaran dan pengorbanan. Membuatku bisa mencinta dengan tulus tanpa berharap memiliki lebih lama. Terimakasih untuk pembelajaran ini.
Karena rencana Tuhan selalu indah, kita hanya belum mengerti. Suatu hari mungkin kita bisa berbincang lagi sambil minum secangkir teh atau kopi yang sama. Tanpa perasaan lebih kecuali pertemanan. Karena disanalah kita berawal. Ketahuilah aku merindukan pertemanan kita.
Dear kamu, aku yakin tidak ada yang pantas disalahkan atas pertemuan dan perpisahan kita. Kita bukan kesalahan. Kita mesin pembuat kenangan, sekaligus cermin tempat merefleksikan semuanya. Anggaplah aku bersalah karena men-tato namamu di hatiku, sehingga untuk menghilangkannya aku harus merasa sakit. Anggaplah luka perpisahan ini sudah hampir kering karena waktu. Anggaplah bekas luka itu adalah perasaan kita. Sekalipun ada, dia hanya tetap menjadi bekas. Sehingga kita bisa terus berjalan tanpa merasakannya. Abaikan bekasnya. Karena sekeras apapun kita berusaha menghilangkannya, dia tetap bagian dari tubuh kita. Imbalan dari apa yang pernah kita jalani bersama.
Selamat melanjutkan hidupmu, sayang.
Semoga semua ini membuat kita lebih bijak nantinya, Amin.
Aku, mantanmu.
You’re still a part of everything i do.
You’re on my heart just like a tattoo.
I’ll always have you
***
*) Diinspirasi dari lagu Tattoo - Jordin Sparks
Ditulis oleh @_lele19 dalam http://leletrash.tumblr.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment