Friday, September 7, 2012

Aku Sayang Kamu, Mas!


Dengarkan, sayang; tak ada satu hal pun yang pantas untuk kita sesali. Semuanya indah. Kau, aku dan dia. Aku tak menyesal jatuh cinta kepadamu. Seperti yang kerap kukatakan berulang kali, “aku mencintaimu apa adanya, Mas.”

***

Siang itu kau masih berada di kantormu dan aku tengah menangis sendirian di kamar kita. Mataku basah, rambutku berantakan tak karuan. Dokter telah menyatakan jika aku positif mandul kemarin sore! Aku tahu kau berpura-pura tak menyesalinya. Aku tahu, jauh di dalam hatimu, kau ingin memiliki keturunan yang dapat kita besarkan bersama-sama kan, mas? Tempat kita mencurahkan kasih sayang dan berbagi apa yang kita miliki. Aku tahu itu, mas. Jangan lagi kau sembunyikan kesedihanmu di balik senyuman tulus itu lagi. Aku takut nantinya aku akan menjadi pasrah dan tak ingin mencoba lagi.

Aku menangis sejadi-jadinya. Aku merasa gagal sebagai seorang istri. Aku tak dapat menjadi wanita seutuhnya! Aku tak dapat memberikanmu anak. Ketakutanku sebagai seorang wanita akhirnya benar-benar terjadi padaku. Aku bukan seorang istri yang bisa kau banggakan. Mengandung pun aku tak bisa.

“Sayang, aku ingin memberimu, anak!” Pekikku tertahan dalam tangisan.

“Aku ingin kita punya anak…” Ucapku lagi.

Hampir seharian aku menangis. Pikiranku kacau, hatiku pun tak karuan. Beberapa saat lagi kau akan pulang dari berkerja, dan aku pun bergegas mempersiapkan makan malam. Kubasuh wajah dan tubuhku, kukenakan gaun malam sederhana untuk menyenangkan hatimu.

Aku menoleh ke arah cermin, mataku sudah tak sembab. Aku tak pernah ingin kau tahu betapa menjeritnya hatiku semenjak sore kemarin.

Sambil menunggu kau pulang berkerja, aku kembali ke hobi lamaku; sekadar membuka website-website perlengkapan bayi. Aku tahu ini tak seharusnya aku lakukan. Tapi aku suka! Melihat sepatu-sepatu mungil dan baju-baju bayi berwarna lembut…

Ah, bel berbunyi! Itu pasti kau!

Aku membukakan pintu, kau tersenyum menatapku dan memelukku seperti biasanya. Tak lupa kau kecup keningku.

***

Hari-hari terus berlalu. Semuanya berjalan seperti biasanya. Kau berusaha sebisa mungkin mengalihkan perhatianku dari hal-hal yang berbau balita. Aku tahu itu usahamu, sayang. Dan aku menghargainya. Sampai suatu hari kau menemukanku yang tengah menangis di kamar kita. Kau segera memelukku. Kau tak berkata apa-apa dan menanyakan tentang apapun. Karena kau tahu jawabannya.

“Saya cinta kamu apa adanya. Saya gak minta banyak. Bisa berduaan dengan kamu aja udah cukup.” Ucapmu di kupingku, membelai rambutku dan mengusap air mataku.

Aku masih menangis.

“Kita nikah, bukan cuma buat punya anak. Kita nikah karena kita saling cinta.” Bisikmu lagi di telingaku, dan aku pun menoleh ke arahmu.

“Saya sayang banget sama kamu, Mas! Makanya saya ingin memberi kamu anak.” Kataku tersedu-sedu.

Lagi-lagi kau berhasil menenangkanku. Dengan satu pelukan dan beberapa penjelasanmu, aku percaya bahwa kau telah bahagia bisa hidup bersamaku. Untuk kali ini, aku tak ingin menangis lagi. Aku hanya ingin di dekatmu.

***

Waktu terus bergulir. Detik, menit, hari dan bulan pun terus berganti. Aku mulai bisa menerima kekuranganku, aku tak bisa menjadi perempuan seutuhnya bagimu. Tapi kalian tahu apa? Waktu dapat mengubah arah hati siapapun! Tepat sesudah makan malam, kau menyatakan suatu hal yang membuatku hampir mati berdiri di tempat. Kau ingin menikah lagi dengan mantan kekasihmu agar kau dapat memiliki keturunan. Duniaku terguncang saat itu juga! Dadaku serasa ditikam dengan sebilah pedang.

Ya, suamiku yang kubanggakan, yang kuandalkan dalam setiap kesedihanku, kini ingin memiliki perempuan lainnya selain aku di hatinya. Mana bukti kalimat-kalimatmu dulu, mas?

Tuhan, aku ini perempuan! Jika Kau tak memberikan hak bagiku untuk mengandung, paling tidak jangan Kau biarkan suamiku mencintai perempuan lain selain aku.

***

Aku hampir kafir malam itu.

Aku menangis sejadi-jadinya. Suamiku memelukku. Namun pelukannya sudah tak sehangat dulu lagi. Hambar. “Iya, saya ikhlas kamu menikah lagi.” Jawabku tersedu-sedu. Wajahku banjir dan tak karuan.

Aku berbohong. Perempuan mana yang ikhlas dimadu? Dadaku serasa keram. Tubuhku serasa dihunus sebilah pedang panjang dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tuhan, aku pun perempuan! Sama seperti perempuan lainnya!

***

Tiba hari yang dinanti-nantikannya dan suamiku. Aku berpakaian seadanya. Kukenakan riasan wajah yang tak begitu mencolok. Beberapa kerabat datang memelukku dan menyatakan rasa iba mereka dalam bentuk siratan. Aku tak ingin menangis di hadapan mereka. Inilah jalan yang kupilih, membahagiakan suamiku.

Suara di luar sana mulai riuh, mungkin tamu-tamu mulai berdatangan. Aku hanya diam di kamar dan berusaha membuat mataku tetap terlihat tegar. Tepat ketika ijab qabul di bacakan, aku menutup telingaku, dan saat itulah ada perasaan aneh yang bergejolak di dalam tubuhku. Ada sesuatu yang berbeda! Aku dapat merasakannya! Kepalaku pusing, nafasku pun mulai terasa sesak. Perutku mual.

Kini aku tak tahu harus merasa sedih ataukah gembira. Aku, kau dan dirinya tak akan pernah mengerti tentang suratan ini. Tuhan memang luar biasa dengan setiap keajaiban yang Ia bagikan. Kalian tahu? Beberapa hari setelah pernikahan suamiku dengannya, aku memeriksakan keadaan tubuhku yang sedikit melemah. Dan ternyata, aku hamil.

*) Diinspirasi oleh lagu Aku, Dirimu, Dirinya - Kahitna


Ditulis oleh @vanatigh dalam http://irvanwiraadhitya.tumblr.com

No comments:

Post a Comment