Kau, yang terkasih. Bagaimana keadaanmu? Masihkah terus duduk diam dipelataran mimpi ku semalam?
Kau, yang terkasih. Bagaimana hatimu? Masihkah beku terpenjara — yang katamu cinta itu?
Aku? Masih seperti dulu. Mencintaimu dengan diam, dengan segala ketakutan yang terus mengunci rapat bibirku demi mu.
Aku? Masih seperti dulu. Terpenjara hati, ingin sekali lepas, tapi bagaimana? Kunci masih terjepit di kedua loh hatimu, aku - dia.
Takkah kau sadari? Semua perhatian brengsek yang menghujam hari-harimu itu semata-mata pelampiasan cinta luar biasa.
Takkah kau sadari? Pegangan erat tanganku di jemarimu semata-mata menemanimu dalam gelapnya cinta.
Takkah kau sadari? Pelukan lirihku yang selalu kau tetesi dengan air mata kesedihanmu itu semata-mata hanya ingin membuatmu lekas tertawa dari pahitnya kalian.
Takkah kau sadari? Doa-doa yang tak bosan aku ucap dalam hati saat aku mencium keningmu malam itu semata-mata hanya ingin menggantikan bibirmu berucap suci kepada Tuhan saat kau lelah.
Dan
Kau ‘buta’ sayang, atau tak lagi hatimu ‘merasa’?
Mata yang selalu menatapmu pertama saat kau baru mencelikkan matamu saat pagi menjelang, itu aku.
Mata yang selalu menatapmu terakhir saat kau hendak memejamkan matamu saat malam datang, itu aku.
Adakah sedikit waktu untukku berbicara?
Kenanglah itu sayang, terserahmu kapan hatimu kan ‘mengungkitnya’ lagi, aku siap.
Sampai, semua ini hanya lelucon perasaanku saja, yang terus mencintai leleh-lelehan pedih dan tangis.
-Bekasi, 1 September 2012-
ditulis @diaryteman dalam http://diaryteman.tumblr.com
No comments:
Post a Comment