Friday, September 21, 2012

Baikan Yuk Dek


Kamu banting pintu rumahmu tepat setelah melihat mukaku. Yaampun Dek, teganya kamu.

"Dek, maafin Kak Rio dek... Motor Kak Rio mogok lagi beneran..." Aku memelas meminta maaf sambil tidak berhenti mengetuk. Kutempelkan telingaku ke pintu, berharap mendapatkan petunjuk tentangmu.

"Bodo amat! Kak Rio jahat terus sama Nisa!" Teriakmu, membuatku kaget. Aku tahu ini bukan yang pertama kali aku telat menjemputmu, mungkin itu yang membuatmu marah. Tapi sediiih rasanya hati ini mendengarmu berteriak begitu.

"Kakak ngga bermaksud Dek... Tadi udah ngebut loooh abis dari bengkeeeel... Deeek... Udah dong marahnyaaa... Sayang dong cantik-cantik cemberuuutt..." Aku mencoba merayumu. Biasanya ampuh untuk meminta maafmu. Kamu selalu luluh dengan rayuanku kan, Dek?

"Ogah! Sana ngga usah jemput-jemput Nisa lagi! Nisa ngga butuh!" Kamu teriak lebih keras lagi. Kali ini diikuti suara tangis yang makin lama makin melemah, menandakan kamu sudah menjauhi pintu rumahmu. Kenapa sih, Dek, kamu semarah ini? Kak Rio kan cuma telat, bukan selingkuh atau marahin kamu... Kamu lagi 'dapet' kali ya? Kak Rio coba kesini lagi besok deh, pasti marah kamu sudah reda besok.

***

Nyaris seminggu sudah sejak kejadian itu, marah kamu tak reda-reda. Tiap hari ada saja kerjaanmu untuk menghindari Kakak. Kakak tunggu di sekolah, kamu pulang lewat pintu belakang. Kakak tunggu dirumah, kamu tidak mau keluar. Kamu kan sudah kelas dua SMA, kok masih kekanak-kanakan begini? Tiap hari kak Rio merasa kita makin menjauh. Kok kita jadi seperti putus begini? Apa tiga tahun kita pacaran tidak ada artinya buat kamu, Dek? Ini tidak boleh dibiarkan! Besok Kakak akan terus menunggu kamu di depan pintu rumahmu!

***

Kamu terkejut ketika melihatku masih menunggu di depan rumahmu. Baru selangkah kulihat kau melewati pintu, kau tarik lagi kakimu kedalam lalu cepat menutup pintu begitu melihatku. Buru-buru kuteriak sebelum kau menjauh dari pintu, "Kak Rio akan tetap tunggu di sini sampai Dek Nisa mau diajak ngomong!" Semoga niat baik kakak untuk menyelesaikan masalah ini tersampaikan padamu, Dek. Kamu tidak menjawab Kakak. Sepertinya kamu sudah tak peduli. Kakak kangen kamu, Dek. Kakak takut sekali kehilangan kamu sekarang.

***

Menunggumu di sini dalam keadaan seperti ini ternyata membuat Kakak teringat lagi akan masa-masa sebelum kita pacaran. Kakak ingat betapa Kakak langsung menyukaimu saat ospek SMP, dimana saat itu kakak panitia ospek dan kamu murid baru. Kakak rasa Kakak jatuh cinta pada pandangan pertama denganmu. Begitu kenal kamu, Kakak semakin kesemsem sama kebaikan kamu. Kakak ingat perasaan berbunga-bunga saat akhirnya kamu terima kakak jadi pacar kamu. Kakak senang sekali loh, Dek. Kakak rasa kakak tidak pernah sesenang itu sebelumnya. Kakak ingat waktu itu kakak berpikir sambil senyum tanpa henti "ini toh cinta?".

Kamu ingat waktu kakak diterima di sekolahmu sekarang? Waktu itu kamu kelas dua SMP. Katamu, "Nisa mau belajar yang rajin biar masuk SMA Kak Rio. Soalnya itu kan SMA favorit". Sampai akhirnya kamu berhasil, dan kita merayakannya bersama. Kak Rio ingat jelas kebahagiaan Kakak saat itu. Bahagia karena kamu sayang Kakak sebesar Kakak menyayangimu. Kak Rio rindu akan kebahagiaan itu. Tanpa Dek Nisa, Kak Rio ternyata jadi susah untuk bahagia.

***

"Dek... Mau marah sampai kapan sih? Kak Rio udah nginep dua hari dua malem di sini... Masa ngga dibukain pintu juga?"

"...."

"Kak Rio tau kamu dibalik pintu. Jawab dong dek..."

"...."

"Masa kamu segininya sama Kakak yang udah minta maaf? Dosa loh dek, ngediemin orang lebih dari tiga hari..."

"...."

"..... Udah ngga sayang Kakak lagi ya, dek?"

"Kakak tuh yang udah ngga sayang Nisa!" AKHIRNYAAAA!!! Kamu ngomong juga, Deeeek!!! Kamu pasti tidak bisa menebak betapa hangatnya hatiku mendengar suaramu setelah berhari-hari menunggunya. Untuk pertama kalinya kakak merasa bahagia selama seminggu ini, karena suara kamu loh, Dek!

"Kakak minta maaf, Dek. Kak Rio nyesel. Beneran deh. Masa Nisa ngga ngerti? Kan kita udah tiga tahun pacaran..."

"Udah tiga tahun pacaran, tapi kak Rio ngga pernah tepat waktu kalo janjian sama Nisa..."

"Dek, masa kamu marahnya segininya banget? Adek kan tau motor Kakak..."

"Dua hari dua malam... Gimana rasanya, Kak?"

"........ Hah?"

"Nungguin Nisa di luar situ, gimana rasanya?"

"...."

"Itu juga yang Nisa rasain tiap kakak telat waktu janji jemput Nisa... Selama tiga tahun."

"...."

"Nisa ngga minta dijemput tiap mau kemana-mana. Kak Rio pacar Nisa, bukan tukang ojek. Tapi kalau Kak Rio janji datang, Nisa harus nunggu. Nisa capek nunggu kak..."

Lidahku kelu. Tenggorokanku berat. Aku..... Tidak tahu harus berkata apa. Jadi ini yang bikin Dek Nisa marah. Aku bahkan tidak pernah membayangkan perasaannya tiap kali menungguku. Aku tak tahu sama sekali bahwa ia melakukan hal ini tiap kali kita janjian. Merasakan resah ini, takut ini. Mungkin kelegaan waktu melihatku setelah lama menunggu yang membuatnya masih mau bertahan denganku. Kelegaan yang sama kurasakan saat tadi mendengar suaranya. Maafkan Kak Rio ya, Dek... Kak Rio bodoh.

"Dek... Maafin Kak Rio ya... Sekarang Kak Rio ngerti. Kalo Dek Nisa masih marah, Kak Rio maklum. Kak Rio akan tetap tunggu sampai Dek Nisa ngga marah. Kayak Dek Nisa yang selalu setia tunggu Kakak."

Sudah kuputuskan. Sampai Dek Nisa membuka pintu, aku akan tetap menunggu di sini. Aku mau dia tau kalau aku juga rela menunggu untuknya yang kucinta.

***

Kubuka pintu yang selama ini memisahkan aku dan Kak Rio. Kali ini permintaan maafnya menghapus keraguanku. Kini aku tahu betapa besar ia menghargaiku dan menyayangiku.

Di balik pintu ini aku langsung melihatmu. Kamu menepati janjimu, Kak. Kamu menungguku. Sama seperti aku selalu menunggumu. Kita sama, ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan.

Kak, aku menyesal sekali sudah jahat selama seminggu ini. Tapi belum sempat aku meminta maaf, kamu tersenyum dan mengucapkan kata-kata paling manis yang pernah kudengar darimu,

"Baikan yuk, Dek."


*)Terinspirasi dari lagu Johan dan Enny - Naif
ditulis @si_meong_oren dalam http://meong-kucingoranye.blogspot.com

No comments:

Post a Comment