Lena cantik. Selalu cantik di mataku bahkan ketika dia sedang terlelap seperti sekarang. Matanya terpejam rapat, bibir tipisnya tampak senada dengan pipi tirusnya yang merah merona, rambut hitam keritingnya terurai indah dan beberapa jatuh menutupi wajah. Kurapikan anak rambut di sekitar dahinya, kusibak ke belakang hinga terlihat jelas wajahnya yang sendu.
I could lie awake just to hear you breathing
Watch your smile when you are sleeping
Well you're far away dreaming
I could spend my life in this sweet surrender
And just stay here lost in this moment forever
Well, every moment spent with you
Is a moment I treasure
Saat seperti ini sudah kutunggu sejak dulu, bersama Lena tanpa sedikit pun digangu oleh Sang Jarak yang biasanya membelenggu. Karenanya, aku selalu berharap memiliki kemampuan untuk membunuh rindu. Tapi ternyata, sosoknya seolah menjadi candu untukku. Terlebih semenjak setahun lalu, ketika aku dan dia tak lagi satu, setiap malam hanya bayangannyalah yang bisa kucumbu. Kini, dia terbaring tepat di sisiku, aku tidak mau tahu, dia milikku.
I don't wanna close my eyes
I don't wanna fall asleep
'Cause I'd miss you, babe
And I don't wanna miss a thing
'Cause even when I dream of you
The sweetest dream will never do
I'd still miss you, babe
And I don't wanna miss a thing
Lying close to you
Feeling your heart beating
And I'm wondering what you're dreaming
Wondering if it's me you're seeing...
Tidur Lena pulas sekali. Sesekali kudengar dengkuran halus dari bibirnya, dadanya bergerak naik turun secara beraturan. Aku tersenyum kecil mengingat rencanaku untuk melarutkan pil tidur dalam minumannya tadi sepertinya berhasil. Aku tahu bahwa Lena akan datang hari ini, dan beruntung pil tidur yang semestinya untukku itu masih ada di salah satu sudut laci di dekat jendela. Diam-diam, kumasukkan pil itu ke dalam gelas air putih yang telah disediakan untuknya, pil itu larut dan tak lama kemudian kudengar suara Lena dari balik pintu kamar.
"Hai, apa kabar?" Tanyanya tadi di ambang pintu kamar. Setelah hampir enam bulan dia tak pernah terlihat batang hidungnya, akhirnya dia datang lagi. Lena terlihat cantik dengan seragam kantornya yang berwarna merah marun, wajahnya sedikit lusuh, kusimpulkan dia langsung kemari setelah jam kantornya selesai.
Lena menjalan mendekat ke arahku. Langkahnya mantap dan tertata, menonjolkan keanggunannya. Aku hanya diam, tidak bereaksi, tidak juga menjawab pertanyaannya. Kulanjutkan kesibukanku mememandangi langit hitam dari balik kaca jendela, pura-pura tidak ada yang istimewa dari kedatangannya, padahal detak jantungku bertambah cepat seiring langkah kakinya yang semakin mendekat. Tetiba Lena melingkrkan tanganny di leherku, lalu dia berbisik lembut di telingaku, membuat jantungku seolah berhenti bekerja, "Hei, dari tadi diam saja, apa kabarmu? Tidak merindukanku?"
Kulepaskan tangannya dari leherku, Lena hanya tersenyum kecut. "Merindukanmu? Tentu saja..." Jawabku datar kepadanya, namun sepasang mataku masih belum beralih dari pekatnya malam.
"Jangan ngambek seperti itu, aku minta maaf karena sudah lama tidak mengunjungimu. Begitu banyak pekerjaan yang harus kuselesaikan, selain itu aku sedang-"
"Mempersiapkan pernikahanmu?" Lanjutku datar. Hatiku sakit ketika mengatakannya, tapi memang begitu kenyataan yang ada. Lena, kekasih yang selalu aku puja, akan menikah dengan laki-laki lain yang sudah pasti lebih baik perangainya dariku. Entah aku harus berbahagia atau malah semakin menderita karenanya.
"Maafkan aku, Rian. Aku tidak bisa..." Ucap Lena, aku bisa menangkap rasa bersalah dari suaranya. Lalu Lena duduk di bangku persis di sebelahku. Sebelah tangannya mengambil gelas berisi air putih yang memang sudah disediakan oleh Bi Inah, pembantu di rumahku. Kulihat dengan cepat ia habiskan setengah dari isi gelas itu. Dalam hati, aku tertawa puas.
"Tidak apa. Aku tahu, tidak mungkin aku memilikimu dengan kondisiku seperti saat ini. Bahkan aku tidak bisa menolong diriku sendiri, yang bisa kulakukan hanya mengurung diri dan memikirkanmu setiap hari. Aku turut bahagia untukmu." Jelasku panjang, penuh dengan kepura-puraan.
Kubiarkan ketika perlahan jemari Lena merengkuh jemariku, menggenggamnya erat, "kamu pasti akan kembali seperti semula, kamu bisa temukan cintamu." dan kesadarannya perlahan menghilang setelahnya.
*
Kudekap erat Lena yang masih terpejam. Kusimpan banyak-banyak aroma tubuhnya, entah kapan aku bisa merasakannya lagi...
I don't wanna miss one smile
I don't wanna miss one kiss
Well, I just wanna be with you
Right here wuth you, just like this
I just wanna hold you close
Feel your heart so close to mine
And stay here in this moment
For all the rest of the time
Baru kali ini aku merasakan nyeri yang luar biasa ketika memeluknya. Dulu, sebelum aku dan dia berpisah, memeluknya seperti ini selalu membuatku tenang. Perlahan, kuambil sesuatu yang sedari tadi kusembunyikan di bawah bantal.
Pisau bermata dua.
Entah apa yang setelah itu kulakukan, namun menemukan degup jantung Lena tak ada lagi disitu membuatku menangis tertahan. Tanpa pikir panjang, kuakhiri pula detak nadi di pergelangan tanganku yang bebas.
Sempat kudengar Bi Inah menjerit histeris di depan pintu, "Nyonya!!! Den Rian kumat lagi! Disini banyak darah, Nyonya!!!"
Akhirnya aku bahagia. Bersama Lena, kekasihku, selama-lamanya.
And I just wanna stay with you
Forever, forever,
And ever............
I Don't Wanna Miss A Thing dari Aerosmith untuk @hafzauthor
dalam tagar 30 Hari Laguku Bercerita.
:)
ditulis @khaidianty dalam http://jurnalde.blogspot.com
No comments:
Post a Comment