Monday, September 3, 2012
I Wish You Were Here
Oh Darling, I Wish You Were Here
Sebelum tidur adalah saat yang krisis, bagiku. Karena sebelum tidur adalah saat dimana aku memikirkan segalanya. Pikiranku melayang terkadang ke masa lalu, terkadang ke masa depan. Bak profesor tanpa gelar, pikiranku menelusuri yang telah terjadi, menganalisa setiap kejadian, menyimpulkan hasil dari setiap keputusan yang kubuat, dan membayangkan masa depan yang mungkin akan terjadi.
Ah, bukankah mesin tercanggih sejagad raya itu adalah otak?
Seperti malam-malam sebelumnya, aku terjaga dan mulai bertingkah seperti profesor. Dan otakku memutuskan membawaku ke masa beberapa minggu sebelum Papap meninggal. Mulai dari pertengkaran-pertengkaran kecil hingga aksi diam yang kulakukan. Aku lalu menyibukkan diri dengan berangkat pagi dan pulang malam, sehingga aku tidak perlu bicara dengan Papap. Mengobrol seadanya, melihat wajahnya sekilas, dan memasang wajah judes.
Kemudian otakku mengembalikanku kembali ke masa sekarang. Dimana aku terbaring di kasur, berselimut sambil memeluk guling, mata yang masih terbuka, dan otak yang terus bekerja. Aku memang harus kembali ke kenyataan sesekali. Karena bila aku terus di masa lalu, aku akan terjebak dan tersesat. Tidak tahu jalan pulang.
Tidak butuh waktu lama, hanya selang beberapa detik otakku kembali membawaku ke hari itu, hari dimana aku pulang malam seperti biasa. Dan seperti biasa, Papap sudah tidur. Aku langsung masuk kamar dan sibuk menjadi profesor selama beberapa lama sampai akhirnya aku tertidur.
Dua jam kemudian, tepatnya jam satu malam, aku dibangunkan oleh kakakku, “Nda, bangun. Papap..” Kalimat menggantung itu memang langsung membuatku terjaga. Tidak perlu kalimat lengkap bagiku untuk tahu, sesuatu telah terjadi. Sesuatu yang buruk.
Dengan langkah tergesa, aku menuju kamar Papap. Dan kulihat seorang pria berumur lebih dari setengah abad terbaring kaku disana, dagu miring ke kanan, bernafas seolah mendengkur tapi tidak tidur. Stroke. Mamah dan kakakku langsung sibuk menyiapkan mobil dan beberapa baju untuk dibawa ke rumah sakit. Aku diam menatap Papap yang juga membalas tatapanku. Dan untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu, aku menatap Papap.
Aku merangkak naik ke kasur dan berbaring di samping kanan Papap yang terbaring terlentang. Papap mengeluarkan suara rintihan disela-sela nafas kasarnya, berusaha mengatakan sesuatu. Dari situ aku tahu, Papap tidak bisa berbicara. Aku lalu membelai lembut rambut cepak Papap dan berkata, “Papap mau dipeluk?”
Lagi. Aku mendengar suara rintihan disela-sela nafas kasar. Namun kali ini disertai gerakan badan Papap yang sebelumnya terlentang menjadi menuju ke arah kanan. Tempatku berbaring. Tanpa perlu disuruh, aku membantu Papap berbaring miring dengan perlahan. Aku memperhatikan wajahnya, dagunya yang miring ke kanan dan kaku, nafasnya menderu di wajahku, lalu matanya. Matanya menatapku, walau dagunya tidak lagi simetris, tapi aku tahu Papap sedang tersenyum lewat matanya. Aku membalas senyuman Papap dan mencium pipinya sebelum akhirnya aku memeluknya dengan erat.
Otakku membawaku kembali ke masa sekarang. Memberi pikiranku waktu untuk istirahat. Tapi aku tidak mau istirahat sehingga tanpa pikir panjang, aku membiarkan otakku membawaku lagi ke hari dimana dokter sudah menyerah. Membuat aku menangis di samping Papap yang terbaring tidak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. memintanya tidak pergi, memintanya bertahan, mengingatkannya bahwa aku belum wisuda dan menikah, bahwa aku masih ingin mengobrol atau tertawa atau menangis bersamanya, bahwa aku masih membutuhkannya….
Otakku dengan cepat membawaku kembali ke masa sekarangKarena bila diteruskan lebih lama lagi, aku bisa terperangkap di masa lalu selamanya. Lagi. Aku mendapati diriku terbaring di kasur, berselimut sambil memeluk guling, dengan otak yang terus bekerja, dan mata yang mulai diselimuti air mata. Air mata yang siap tumpah dan hanya menunggu mataku terpejam untuk keluar dari mataku. Dan aku memejamkan mataku…
OWL CITY - Vanilla Twilight
The stars lean down to kiss you
And I lie awake and miss you
Pour me a heavy dose of atmosphere
‘Cause I’ll doze off safe and soundly
But I’ll miss your arms around me
I’d send a postcard to you, dear’
Cause I wish you were here
………
I’ll find repose in new ways
Though I haven’t slept in two days
‘Cause cold nostalgia
Chills me to the bone
But drenched in vanilla twilight
I’ll sit on the front porch all night
Waist-deep in thought because
When I think of you I don’t feel so alone
As many times as I blink
I’ll think of you tonight
………
Oh, if my voice could reach back through the past
I’d whisper in your ear
Oh darling, I wish you were here
~@melillynda
ditulis @melillynda dalam http://anakdewasa.tumblr.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment