Aku tidak mencarimu. Aku mencari teman main masa kecilku. Tidak ada satu haripun kala itu yang tidak kulewati dengan bermain bersamamu. Iya, bermain. Kamu membawa semua koleksi Lego dan Gundammu ke rumahku dan aku mengijinkanmu menjadi partner setiaku menamatkan game di kaset-kaset Nintendoku. Oh iya, kadang kalau bosan, gantian aku yang ke rumahmu, main Sega sampai sore. Sampai Ibuku menjemputku pulang. Kamu mengajakku bermain robot-robotan, mobil-mobilan, dan kita ini partner bermain tembak-tembakan yang tak terkalahkan. Kamu pun, walau kutahu dengan terpaksa, tidak menolak ajakanku untuk menemaniku bermain boneka. Aku mengalahkanmu dalam hal koleksi Tazos dan kamu mengalahkanku dalam lomba sepeda. Kamu selalu berhasil menemukan tempat persembunyianu saat bermain petak umpet dan kalau kamu tidak ada di kamarmu, aku pasti menemukanmu sedang berenang di bak kamar mandi rumahmu yang akan dikuras. Its obvious, we have chemistry. Kamu teman bermain yang menyenangkan.
Aku tidak mencarimu. Aku mencari tetangga terbaikku. Rumahmu hanya berselang satu rumah dari rumahku. Setengah tujuh pagi, kamu pasti sudah berdiri dengan seringai usilmu di depan pagar rumahku, mengajakku berangkat ke sekolah bersama. Lebih tepatnya kamu menebeng mobil Ibuku yang mengantarku ke sekolah. Begitu pula saat pulang sekolah, kamu juga nebeng Ibuku yang menjemputku. Jadilah kamu partner berangkat-pulang sekolahku yang setia dua tahun lamanya. Setiap hari, pagi dan siang hari, di dalam mobil, kita saling berbagi kisah keseharian. Meributkan tugas yang begitu banyak, menyusun jadwal les mingguan kita, merencanakan akan bermain apa sepulang sekolah nanti, membahas film Jurassic Park yang seru itu sambil sesekali berteriak ikut menyayikan lagu “Bujangan” yang di putar Ibuku di tape mobil. Kamu teman sekolah yang menyenangkan.
Aku tidak mencarimu. Aku mencari kakak kelasku waktu SD dulu. Kakak kelas yang sering membantuku mengerjakan tugas sekolah. Kamu dua tingkat di atasku. Saat aku mulai masuk SD, kamu sudah menginjak kelas tiga. Tapi kita berteman bahkan sejak aku belum masuk TK. Kita bertetangga dekat. Orang tuaku dan orang tuamu berteman akrab. Katanya, Ibumu dulu berniat mengangkatku menjadi anak mengingat kamu dan kedua kakak laki-lakimu begitu menyebalkan tingkah lakunya. Ibumu sayang sekali padaku. Beliau mengijinkanku bermain di rumahmu seharian, menyediakan makan siang yang enak-enak, dan beberapa kali membelikanku pakaian yang lucu. Ibumu sangat baik kepadaku, begitu juga Ayahmu, dan kedua kakak laki-lakimu. Aku sayang sekali pada Ibumu, keluargamu. Aku juga sayang kamu.
Aku tidak mencarimu. Aku mencari sahabat masa kecilku. Sahabatku yang satu sekolah denganku dan menjadi murid tempat les yang sama denganku. Sahabatku yang bahkan tetap nekat memainkan robot-robotan yang dibawanya dari rumah di teras rumahku sendirian karena aku ngambek kepadanya dan menolak untuk membukakan pintu rumahku. Aku marah padamu dan menolak sama sekali bertemu denganmu. Aku mengunci pintu rumahku agar kamu tidak masuk menemuiku. Aku bermain sendirian di dalam rumah dan tanpa kusangka ternyata sampai sore kamu masih tengkurap di teras depan rumahku memainkan mainanmu sendirian. Diam-diam aku mengintipmu dari balik jendela. Ibuku tahu dan Ia memarahiku. Aku disuruh membuka pintu dan meminta maaf kepadamu. Aku menemuimu, ditemani Ibuku, tapi mulutku tetap terkunci rapat. Kamu cuma nyengir, tertawa sedikit sambil membereskan mainanmu lalu pamit kepada Ibuku untuk pulang. Cuma kamu sahabatku yang membuatku marah namun membuatku tertawa juga di waktu yang sama.
Aku tidak mencarimu. Aku mencari cinta pertamaku. Dia yang menangisi kepergianku meninggalkan kotamu. Lima tahun masa kecilku kuhabiskan dengan mengenalnya sampai tiba saatnya aku harus pergi jauh meninggalkan kota kecil kita. Aku melihatnya melambaikan tangan dengan wajah muram saat perlahan mobilku pergi meninggalkan halaman rumahku menuju bandara. Aku menoleh berkali-kali sampai mobilku berbelok dan aku melihatnya tetap berdiri di tempatnya sambil melambai pelan. Aku menangis di dalam mobil seraya memeluk Ibuku. Dia yang sosoknya terakhir kali kulihat. Dia itu kamu.
Pencarianku tentang sosok cinta pertamaku berhenti di kamu. Aku tidak mencarimu, aku mencari pencarian cinta pertamaku. Aku tidak mencarimu, aku mencari semua kenangan tentang kamu. Aku mencari cinta masa kecilku, mencari cinta yang dulu aku berikan untuk kamu. Baby, I don’t know what love is, maybe I’m a fool. I just know what I’m feeling and it’s all because of you. Don’t tell me, I don’t know. I want the truth, cause they call it we call it you call it I call it love. Kamu yang tak kuketahui kabarnya kini. Kamu yang tak kutahu kebaradannya saat ini. Kamu yang jejaknya hilang sama sekali dari hidupku namun meninggalkan jejak tak terhapuskan dari ingatanku.
I call it love, I call you love.
ditulis @andhkctra dalam http://chaznologic.tumblr.com
No comments:
Post a Comment