Monday, September 17, 2012

Kapten

“Tumben kamu nonton Master Chef Den, nga main bole sama temen temen ?”

“nga deh Bu, aku lagi pengen tau si Juna juna itu kayak apa”

“lah emang kenapa sama chef Juna, Den ?”

Deg. Pertanyaan ibu membuatku gelagepan, aku merasa keringat dingin dan hawa yang sangat menyebalkan menyelimuti tubuhku.

“enggg... nga papa, udah ibu masak aja gih sana..”

Aku menjawab pertanyaan ibu dengan sedikit malu. Mungkin Ibu tau apa yang sudang kurasa, tapi ia tak ingin membiarkan anaknya bertambah malu di depan Ibunya sendiri. Maka ia hanya tersenyum dan pergi meningalkan aku yang sedang asik memperhatikan televisi.

“Oh ini toh si Juna Juna yang sering di omongin ica. Ganteng sih tapi kan dia om om, ko ica demen yang begituan sih. Eh tapi rambutnya keren juga. Besok aku mau miripin gaya dia ah”.

Batinku terus berdiskusi, sembari merekam setiap gaya dan prilaku Juna. Apa ini yang namanya cinta, duh indahnya. Tampa kusadari di sudut dapur, Ibu dan Tiara sedang menertawakanku yang sedang tersenyum sendiri.

“Deni aneh ih, senyum senyum nga jelas gitu”

“udah ah, kamu nga usah usil sama adekmu, dia tuh lagi jatuh cinta”

“ibu sok tau ah, kelas 6 sd mana ngerti cinta?”

“nanti kalo kamu udah jadi seorang ibu, pasti ngerasain deh. Ini namanya naluri seorang ibu”.

***

Entah mowhawk, spike atau jambul gaya rambut yang sedang kukenakan saat ini. Dan Untuk mendirikan rambutku, Aku harus sedikit bekerja keras merayu Ibu. Sedikit pengorbanan, menyapu dan mengepel, untuk sebuah gel pembentuk gaya rambut. Bagiku pengorbanan ini setimpal, demi rambutku agar dapat berdiri kokoh seperti rambut Juna.

Namanya Marissa Laraswati, anak kelas 6B beda kelas denganku. Perempuan yang sukses menurunkan posisiku sebagai straiker menjadi seorang gelandang, lantaran aku tak mau gaya rambutku rusak karena harus menyundul bola. Dia perempuan yang sukses membuatku alim, getol mengaji setiap sore di TPA masjid. Kerena belakangan ini aku baru tau dia juga mengaji di situ.

Aku tak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Jantung berdegup kencang, hati terasa nyeri nyeri tapi sensasinya nikmat. Dunia ini jadi berasa lebih indah saat memikirkan dia. Merasa senang setengah mati saat bersamanya dan rindu setengah mati saat menjelang malam.

***

“Den rambutmu keren deh, kalo didiriin kaya gitu”

“hehehee, bisa aja kamu ca. Kamu juga tambah cantik kalo lagi pake kerudung”

Ica tersenyum manis saat aku bilang dia cantik. Demi layangan, sepedah, play station, kartun minggu dan apapun yang membuat hidupku senang. Kamu berada diurutan teratas ca.

“oh ya Den, biasanya kalo habis pulang sekolah kamu ngapain ?”

“yah kalo nga main ps bareng Robi, paling aku main layangan sama dia, kadang main bola juga sih”

“oh” (ica terlihat bimbang, sepertinya ingin menyampaikan sesuatu)

“emangnya kenapa?”

“nga papa ko” ica tersenyum ke arahku.

Perjalanan pulang mengaji ini pun berhenti tepat di depan rumah nya. Perjalanan pulang mengaji menuju rumah kami memang searah, hanya berbeda beberapa block saja dari rumah ku dan rumah ica.

Malam itu Ica terlihat sedikit berbeda tidak seperti biasanya. Dia langsung masuk tampa basa basi mengajaku main kerumahnya. Yah walaupun selama ini aku selalu menolak lantaran rasa malu yang sangat menganggu ku, saat berduaan dengannya dirumahnya berasa lain saja. Aku lebih suka bersama ica saat di sekolah, di TPA, di kantin sekolah ataupun bermain di lapangan komplek ketimbang berdua dirumahnya. Entah rasanya aneh saja.

Malam itu Ica membuat lubang pertanyaan yang sangat besar dimalamku, entah mengapa aku sangat merindukan dia. Malam itu tampa sadar aku meneteskan air mata. Bukan karena rasa takut, bukan karena rasa sakit dan bukan karena rasa malu juga. Aku juga tak tau apa rasanya ini, belakangan aku tau inilah yang dinamakan patah hati. Rasa yang sangat menyebalkan.

***

Tiga hari sudah aku tak melihat Ica di sekolah, di tempat mengaji pun demikian, rumahnya sepi saat ku kunjungi. Saat itu aku curiga, Ica pindah rumah. Esokan hari di sekolah, aku bertanya pada walikelasnya sepulang sekolah. Dan ternyata benar Ica memang sudah pindah sekolah tiga hari yang lalu.

Baru kali ini hidupku penuh dengan tampa selera. Playstation kecintaanku di bajak Tiara tapi aku sama sekali tak peduli. Sepedahku di pinjam Robi dan aku masih tak peduli. Bahkan rasa rendang kesukaanku tak bisa membuatku menambah selera makanku. Aku sedih melihat Ibu yang juga sedih melihat kesedihanku. Tiga hari aku mendekam dikamar. Tiga hari aku membuat teman temanku geram, karena tim bola kami dikalahkan dengan mudah. Tiga hari aku merasa ini buaknlah diriku, sampai surat darimu datang.

Ucapan yang seharusnya malam itu kau katakan langsung padaku kini datang dan menjelma berupa secarik surat. Surat yang ku tunggu tunggu, sampai sampai aku harus mendekam sendirian disini, menjadi orang lain yang sangat menyebalkan. Kubuka suratmu...


                                                                                                                                                Bandung, 15-09-2012

Dear Deni Anggoro Putra,

Surat ini kutulis karena aku terus menerus rindu kamu Den. Mau percaya apa nga nya itu terserah kamu, tapi aku sudah tiga hari bermimpi tentang kamu, bermimpi tentang masa masa kita disekolah, di TPA, di lapangan kompek dan aku rindu senyumu serta candaan khas tentangmu.

Maaf malam itu aku nga bisa nyampein perpisahan ini. Aku takut nangis didepan kamu, aku juga bingung musti gimana. Aku pengennya papah nga usah naik pangkat aja biar kita nga pisah. Tapi aku nga tega saat liat papah dengan wajah senangnya bilang ke mamah, “aku naik pangkat mah” dan memeluku. Dia bilang kami akan pindah ke Bandung, dan aku akan melanjutkan sekolah disana.

Aku tau kamu pasti marah sama aku tentang ini, tapi aku mau kamu coba ngertiin aku ya.

Oh ya, sebelum aku pergi aku sempet nitipin kenang kenangan untukmu berupa kalung ke Rere temen sebangku ku. Tadinya kubilang jangan dikasih ke Deni, kalo kamu nga nanyain kabar aku duluan ke dia, tapi aku sekarang nga peduli tentang perasaan kamu yang mau peduli sama aku, apa nga. Aku mau kamu nerima pemberian dariku itu.

Oh ya kalo lagi banyak waktu di antara, playtation, sepedah dan bola. Tolong sempetin bales suratku atau nga sms aku di nomer 0812345*** ya. Aku baru dapet handphone dari papah.

Aku rindu Kamu Deni Anggoro Putra J
                                                                                                                                                                 Marissa Laraswati

Kututup suratmu dengan tangisan yang langsung membanjiri mataku. Ibu yang saat itu melihatku langsung memeluku dan menenagkan aku.

” Kita hanya selintasan Den, kamu hanya diterpa secuil taji hati. Dengan sekelumit sibuk, dibuai waktu yang tak berlama lama. Maka kau akan baik baik saja, sayang”

Aku kemudian tersenyum kearah ibu. Dan tak lama suara Robi berserta teman temanku diluar menyeruak memangil namaku.

“ kapteeennn.. mau main bola nga?”

Aku bergegas bangkit dari pelukan ibu, menuju kamar mandi, mencuci jejak airmataku dan dengan lantang ku hadapi lagi arena bermainku.

“ hayooo jalan temen temen, kita hajar anak komplek B. Oh ya tapi kali ini aku jadi staiker lagi ya!!!”

“yeeeeeaaayyyyy .... serbuuuuu!!!!!!!”

It's all your love, that keeps me hanging on
I count the days without you by my side
It's all your love, that keeps my dreams alive
And girl I can't thank you enough
For all your love

Tell me, child, will you love me when I grow old
Will your tender touch be the same?


ditulis @baskorodien dalam http://horohorooroi.posterous.com

No comments:

Post a Comment