Sunday, September 2, 2012
Rindu Terik Pada Tiada
Siang itu, di karnaval batik tahunan yang selalu padat oleh ramai penduduk sekitar. beragam keindahan warna kostum yang digunakan peserta karnaval, tak begitu semenawan senyum salam kenalnya saat itu.
“hai..” jawab seorang gadis kurus dengan ramahnya saat bertegur sapa denganku. menawan, entah apa yang membuatku terpikat oleh satu wajah yang begitu menggoda, begitu menarik untukku selami. situasi gaduh membuatku sulit untuk mengenalnya lebih jauh ataupun sekedar untuk tahu namanya.
“apakah aku mencintainya? secepat ini?” tanyaku dalam hati. situasi ini seakan mendesakku untuk mengakui bahwa darahku berdesir deras saat disampingnya, saat melihatnya tersenyum teduh kearahku saat terik itu. aku hanya mampu memandangnya diam-diam dari sudut mataku saat itu, diam-diam memendam rasa hendak mengajaknya berkenalan, merasakan geli di perut yang terasa dipenuhi kupu-kupu, detak jantung yang tak tentu setiap meliriknya, dan mencoba menepis perasaan aneh yang mulai muncul berlahan, tetap secara diam-diam.
sakitnya aku adalah saat aku hendak menanyakan siapa namanya dan saat itu juga, aku melihatnya mulai melangkah pergi menghilang di tikungan jalan. ingin rasaku mengejarnya, namun lelaki di sampingnya, yang menarik erat tanggannya, mengajaknya untuk sesegera meninggalkan bangku kayu saat terik itu, menjadi alasan kuatku untuk tak mencegahnya pergi, dari hadapanku. dan pada nyatanya, gadis itu, gadis yang membuatku terpesona, telah termiliki. pupus.
silam setelah terik yang menyakitkan itu, aku tidak pernah melihatnya di bangku kayu pertama kali aku melihatnya, terpesona oleh senyum teduhnya kembali. ku pikir, dia hanya meniadakan diri dari hadapku siang itu, namun ternyata, dia menghilang tanpa sempat aku bertanya siapa namanya.
terbesit raut wajahnya saat sekilas ku pejamkan mata, dan perih di terik itu kembali terasa. senyumnya tak lagi teduh teringat, langkahnya pun tergambar begitu pilu untuk kembali ku ceritakan, perih. andai dia tahu, betapa inginku mengejarnya terik itu, menarik tangannya dan bertanya siapa namanya. setidaknya aku tahu siapa nama gadis yang membuat perutku merasa tergelitik saat membayangkan tegur sapa singkat siang itu. andai dia tahu, betapa aku ingin melepaskan genggam tangan lelaki itu dan berkata, bahwa yang seharusnya menggenggam tangan mungil itu adalah, aku.
“Aku ingin kau merasa, kamu mengerti aku mengerti kamu
aku ingin kau sadari, cintamu bukanlah dia
dengar laraku, suara hati ini memanggil namamu
karena separuh aku, dirimu”
ditulis @ayuwiedya dalam http://ayuwiedya.tumblr.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment