Tuesday, September 11, 2012

Sebaris Bangku Kosong

Sore ini aku melihat lagi sepasang kekasih itu berpelukan di bangku peron stasiun Lempuyangan. Sebuah peristiwa rutin tiap 3 bulan sekali, peristiwa yang selalu saja diakhiri dengan tangisan si wanita. Barangkali adegan seperti ini sudah menjadi ritual wajib bagi pasangan beda kota. Ini sudah keempat kalinya aku melihat mereka di sini.

Entah tak peduli atau memang tak peka lingkungan, apa yang mereka lakukan itu telah menarik perhatian banyak orang. Termasuk aku, satu-satunya yang duduk di belakang mereka. Wajar saja kalau aku sampai mendengar potongan-potongan percakapan mereka.

“Maafkan aku, Rahma. Aku harus menuruti permintaan ayahku untuk menikahi gadis pilihannya” kata si pria.

“Mungkin memang benar apa yang dikatakan mas Pandu, laju karma memang tak secepat hempasan peluru, tapi itu akan datang sewaktu-waktu.”

“Siapa itu Pandu?”

“Dia lelaki yang sengaja aku tinggalkan demi kamu setahun yang lalu”

“Kembalilah padanya, katakan kalau kamu masih mencintainya”

“Tidak mungkin, dia sudah tenang di makamnya”

Suasana menjadi hening, mereka hanya diam hingga akhirnya sebuah kereta datang dari arah timur.

“Derasnya sisi religi, mengasah alur hidup kita. Jangan sesali, coba kuatkan hati. Sudahlah, aku pergi” lelaki itu melepaskan pelukannya, lalu berjalan menuju kereta yang sudah ditunggunya dari tadi. Meninggalkan Rahma.

Entah apa yang bisa aku lakukan untuk menenangkan Rahma, dia hanya bisa menangis seadanya. Tapi aku berterimakasih karena setidaknya dia masih mengingat namaku, walaupun di satu sisi aku juga menyesal atas sumpah serapahku dulu. Ah, seandainya saja aku tidak menerobos palang kereta itu.

***
 ditulis @ajenxris dalam http://baitbiru.tumblr.com

No comments:

Post a Comment