Thursday, September 13, 2012

Tulisan Seorang Ibu


Kemarin anak laki-lakiku menikah. Tepat di umurnya yang ke 29, ia menyelesaikan segala tuntutanku dan meringankan kewajibanku sebagai seorang ibunya.

Pagi, siang, malam… Aku tak pernah tak memikirkannya. Dengan siapa ia akan menikah nantinya? Siapakah jodoh anakku? Aku tak pernah tak ingin sesuatu yang baik untuknya.

Anakku sayang..

Rasanya baru kemarin ibu merasakanmu hadir di perut ibu. Terasa aneh, tapi ibu tahu bahwa akan hadir satu sosok malaikat kecil ibu. Sewujud tempat ibu mencurahkan kasih sayang sepenuhnya, tak pernah terhenti oleh apapun.

Tak terasa waktu terus bertambah, perut ibu semakin membesar dan ibu semakin dapat merasakan betapa nyatanya kehadiranmu. Setiap pulang kerja, ayah membelikan ibu apapun yang ibu inginkan untuk disantap hari itu. Semua itu demi kau, sayang. Demi anak ayah dan ibu. Demi kebanggan kami nantinya.

“Tumbuh, tumbuhlah anakku, sayang. Jangan pernah merasa sungkan untuk bergerak bebas di dalam perut ibu.” Bisik ibu pelan setiap sehabis berdoa.

Setiap hari ibu terlihat bahagia dengan adanya kau di perut ibu. Ibu ikhlas membawamu kemanapun. Ibu tersenyum membanggakanmu, anakku.

Semakin hari, kau semakin tumbuh besar. Kau mulai menendangi rahim ibu, sesekali bergerak tak tentu arah, ibu dapat merasakannya, sayang. Ibu ikhlas. Ibu tak akan pernah mengeluh. Hampir setiap malam, ibu terbangun tiba-tiba di saat kau menendangi rahim ibu. Terasa aneh, tetapi itu justru membuat ibu bahagia. Ibu semakin dapat merasakan kehadiranmu. Lakukan apapun sesukamu, nak. Ibu ikhlas, sayang.

Sembilan bulan sepuluh hari pun berlalu sudah, dan kau lahir ke bumi. Tahu bagaimana perasaan ibu, nak? Tak terungkapkan. Mendengar tangismu untuk pertama kalinya, membuat rasa sakit bukan main yang baru saja ibu rasakan mendadak hilang. Semuanya berubah menjadi kebahagiaan.

Ibu memelukmu untuk pertama kalinya. Kau masih tetap merengek manja di dada ibu. Sungguh, semua kesakitan yang ada terasa menghilang. Yang ada di pikiran ibu hanyalah tahun-tahun berikutnya yang akan ibu jalani bersamamu, sayang. Ibu tak ingin melepaskanmu, apapun yang terjadi nantinya.

Hari-hari terus berlalu. Ibu tak pernah lagi tertidur nyenyak. Setiap malam harus terbangun untuk menenangkanmu yang kerap merengek tanpa sebab. Terkadang rasanya letih, kekurangan istirahat, namun ibu tetap harus menyusuimu. Badan ibu ringkuh, nak. Tapi percayalah. Ibu ikhlas. Sungguh! Semua yang ibu lakukan hanya untukmu, sayang. Dari semula kau ada di perut ibu, hingga detik ini.

Kau semakin dewasa. Berangsur-angsur kau mulai meringankan segala kewajiban ibu. Kau mulai bisa berjalan, memanggil nama ibu dan bahkan menggeram ketika ada orang lain yang berusaha menyakiti ibu. Ibu senang, nak! Anak ibu, pahlawan ibu yang akan selalu ibu banggakan. Tumbuh, tumbuhlah, sayang.

Pernahkah ibu mengeluh membawamu kemanapun ibu pergi, nak? Tidak! Ibu selalu ingin kau berada di dekat ibu. Ibu harus memastikan kau selalu aman. Tak boleh ada yang menyakitimu. Kau melangkah, ibu dampingi. Kau kelelahan, ibu segera menggendongmu. Kau minum, ibu bantu kau memegangi gelasnya, ibu tak ingin kau tersedak, sayang. Apapun ibu lakukan.

Ada saatnya ketika kau sakit. Jika boleh menangis, ibu ingin menangis! Ibu tak sanggup melihatmu sakit. Ibu tak akan tertidur untuk menjagamu, menjengukmu tiap menit sekali ke dalam ayunan hanya untuk memastikan keadaanmu. Ingusmu? Sudah puas ibu cicipi rasanya. Kotoranmu? Jangankan bau, teksturnya pun ibu hafal betul. Tak ada yang tak akan ibu lakukan untukmu, sayang.

Tahun demi tahun terus berlalu. Kau semakin tumbuh dewasa dan lebih dewasa. Ibu semakin dapat melihat dengan jelas siapa dirimu. Terkadang ibu cemas, nak, melihatmu semakin dekat dengan teman-temanmu. Ibu takut jika ibu mulai kau lupakan. Ibu boleh jujur? Ada perasaan gembira yang tak terucapkan ketika kau lebih memilih bermain bersama ibu daripada bersama teman-temanmu. Tapi ibu harus mengingatkan diri ibu sendiri, bahwa kau harus banyak belajar dari lingkungan kita. Sekali lagi, ibu ikhlas, sayang.

Kau memasuki Sekolah Dasar. Kau membuat ibu tak tidur semalaman! Ibu tak ingin memperlihatkannya kepadamu, karena ibu tak ingin membuatmu merasa takut berada di lingkungan luar sana. Kau harus berani sayang! Ibu memikirkan tentang semua kesiapanmu. Apa yang akan kau lakukan di Sekolahmu nanti? Akankah kau berkelakukan baik? Akankah ada teman yang ingin bermain denganmu? Ibu mencemaskanmu, sayang.

Semakin hari, kau terasa semakin jauh seiring bertambahnya usiamu. Ibu merasa memiliki waktu untuk beristirahat yang lebih banyak, tapi ibu tetap merindukan saat-saat dimana kau selalu berada di samping ibu. Kau lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-temanmu. Kau mulai membatasi segala sesuatu yang kau dapati untuk ibu ketahui. Ibu ingin tahu, nak. Ibu ingin tahu segalanya tentangmu.

Kau tumbuh remaja, kau mulai semakin tertutup. Ibu tak bisa lagi memasuki kamarmu sesuka hati ibu. Ibu takut kau marah. Ibu takut kau tak senang jika ibu menyentuh barang-barangmu. Tapi jangan takut, nak, ibu tetap sayang.

Satu lagi rahasia kecil yang ingin ibu sampaikan. Hampir setiap malam ibu mengendap memasuki kamarmu, melihat isi tasmu dan segala isi lemarimu. Ibu ingin memastikan kau baik-baik saja. Hanya itu. Tak lupa ingin mengecup keningmu ketika kau tertidur pulas. Karena hanya itu yang bisa ibu lakukan saat ini untuk merasa lebih dekat denganmu.

Tak terasa kau pun memasuki masa perkuliahan, kau merantau ke kota orang. Ibu tak bisa mengungkapkan kecemasan ibu, nak. Yang ada di pikiran ibu hanya kau. Setiap malam sebelum tidur ibu memikirkanmu. Apakah kau tidur di kasur seempuk kasur yang ibu tiduri? Apakah kau sudah makan malam ini? Apakah kau aman-aman saja disana? Ibu tak bisa tidur, nak. Ibu hanya bisa melupa-lupakan, ibu harus yakin jika kau sudah cukup dewasa untuk menghadapi dunia luar sana. Ibu harus yakin kepadamu.

Kadang ibu meneleponmu, dan kau menjawab seadanya. Ibu kecewa. Ingin rasanya ibu berteriak memarahimu karena tidak menghargai perasaan ibu yang tengah merindukanmu. Tapi lagi-lagi ibu harus meyakinkan diri ibu sendiri, jika kau mulai sibuk dengan segala kegiatanmu. Ya, sayang. Kau harus kuat, sekuat ibu menjagamu.

Tak pernah ada kecemasan ibu melebihi saat ketika mendengar suaramu yang kegelisahan di telepon. Maafkan ibu yang kerap banyak tanya. Itu hanya karena ibu merasakan ada sesuatu tidak beres yang tengah kau dapati. Ibu ingin memastikan kau baik-baik saja. Ketika ibu mendengar suaramu sedikit parau, ibu gelisah, sayang. Apakah kau baru saja menangis? Ibu gelisah ingin tahu dan membantumu.

Setiap bulan kau meminta uang untuk membeli setiap benda yang memang kau butuhkan. Ibu tak tahu itu apa. Tapi ibu percaya, kau tidak akan mengecewakan ibu. Secepat mungkin ibu berusaha mengirimkan sejumlah uang yang kau butuhkan. Sesegera mungkin! Tak peduli bagaimanapun ibu harus mendapatkannya, anak ibu harus tercukupi dengan uang halal yang bisa ibu dapatkan. Sekalipun ibu harus menghemat segala kebutuhan ibu. Jika biasanya ibu menyantap satu potong besar ayam, sekarang hanya setengahnya. Demi anak ibu, apa yang tidak ibu lakukan?

Tak terasa kau pun wisuda. Ibu berusaha menahan tangis di saat melihatmu mengenakan toga kebanggaanmu, sayang. Akhirnya, kewajiban ibu semakin berkurang untukmu. Ibu semakin percaya jika kau akan semakin mampu menghadapi dunia luar sana. Maaf jika ibu terlihat berlebihan di depan teman-temanmu saat itu. Ibu hanya tak bisa menyembunyikan kebahagian ibu yang melimpah ruah melihatmu mengenakan jubah hitam itu, sayang. Sekalipun ada satu kenyataan lainnya yang harus ibu hadapi, kau akan melangkah semakin jauh ke dunia luar sana.

Kau telah berkerja, usiamu pun terus bertambah. Kecemasan ibu kini hanya satu, kapan kau akan menikah? Hanya itu yang dapat membuat ibu tenang saat ini. Satu lagi kewajiban ibu. Cari pendamping hidupmu, sayang, yang akan menyayangimu seperti ibu menyayangimu. Kenalkan dia kepada, ibu. Ibu ingin melihatnya, ibu tak ingin anak tersayang ibu disakiti oleh siapapun.

Akhirnya…

Kau pun menikah. Ibu tak dapat mengungkapkan lagi kebahagiaan sekaligus rasa kehilangan yang ibu rasakan. Kau memeluk ibu malam itu, menciumi pipi ibu, memberi tahu ibu jika kau akan menjadi seorang suami. Matamu berkaca-kaca dan ibu tak henti-hentinya terisak. Ibu ikhlas, sayang. Jalanilah kehidupanmu. Ibu sangat-sangat percaya kau akan mampu menghadapinya. Peluk ibu lagi, nak. Peluk ibu lagi.

Anakku…

Rasanya baru kemarin ibu menggenggam kaki mungilmu, dan kini lihatlah telapak kakimu, berkali-kali lipat lebih besar. Tuhan memang luar biasa.

Anakku…

Tak peduli siapapun kau dan berapapun usiamu, ibu akan selalu menyayangimu sebagaimana ibu menyayangimu ketika kau masih berada di dalam kandungan ibu.


*) Diinspirasi dari lagu Anakku - Vina Panduwinata

Ditulis oleh @vanatigh dalam http://irvanwiraadhitya.tumblr.com

No comments:

Post a Comment