Wednesday, September 12, 2012

Aku, Dea


Namaku Deana.
Kalian bisa panggil aku Dea.
Aku perempuan penikmat senja orange yang penuh dari atas loteng rumahku.
Aku juga perempuan yang rela menghabiskan waktu di kamar dengan berpuluh buku dan bercangkir-cangkir kopi hitam pekat.
Itu kebiasaanku.

Aku suka fotografi.
Aku suka foto hitam dan putih.
Alasannya, karena dua warna tadi jujur.
Hitam dan putih itu dasar dari kehidupan manusia.

Aku suka Maroon 5.
Aku suka Adam Levine.
Alasannya, karena setiap malam dari balik deretan doa yang kupanjatkan, ada harapan yang terlalu tinggi tentang sesosok Adam Levine yang membuatku jatuh cinta sampai tergila-gila.

Aku, Dea.
Mahasiswi Ekonomi manajemen yang pernah menelantarkan setahun waktunya hanya untuk merasakan jadi anak “nakal”.
Aku sukses.
Dan aku pensiun dini dari “nakal” itu.
Hehehe..

Sekarang, aku mencoba menjadi anak perempuan manis yang punya banyak mimpi dan penuh keriangan seperti anak lainnya.
Yang menikmati bermain kincir angin kertas warna-warni.
Yang menikmati rasa gula kapas warna-warni.
Yang betah tanpa uang jajan asalkan ada coklat cha-cha warna-warni.

Kenapa warna-warni?
Karena selain hitam dan putih, hidupmu juga pasti ditumpahi warna lain.
Itu supaya kau kenal dan tahu bagaimana warna itu di hidupmu.
Setelah kenal, kau belajar.
Setelah belajar, kau akan bersyukur.
Bersyukur telah berkenalan dengan warna lain selain hitam dan putih itu.

Aku, Dea.
Perempuan normal yang pernah merasakan jatuh cinta.
Dan tak ketinggalan, patah hatinya.

Yah, hidup yang dibumbui kisah cinta memang begitu.
Kau jatuh karena cinta. Patah karena cinta. Bangkit lagi karena cinta.
Jatuh lagi karena cinta. Patah lagi karena cinta.
Begitu terus, sampai kau bisa menemukan cinta yang benar-benar bisa memberhentikanmu dari pencarian.

Siang ini aku sedang berada di salah satu bangku taman kanak-kanak.
Mengapa taman kanak-kanak?
Karena aku senang berada disini.
Aku senang melihat keceriaan anak-anak.
Keceriaan anak kecil itu tulus, tanpa rekayasa hati.

Ada satu lagu yang sedari tadi terulang otomatis dari balik headset putih yang menutup telingaku.
Menghantarkan siluet-siluet kenangan secara perlahan ke dalam kepala.

Aku tak tahu dari mana aku harus mulai bercerita.
Yang jelas, aku (masih) sayang dia.

Beberapa bulan lalu saat aku sudah hampir putus asa mencarinya, untuk kali pertama dan terakhir setelah itu, aku menemukannya.
Aku menemukannya, aku melihatnya.
Tapi tidak dengan cinta yang sama.
Tidak dengan rasa yang sama.
Tidak dengan gejolak rindu yang meledak, padahal sudah terlalu lama memenuhi bendungan hati.
Tidak juga dengan senyum bahagia yang selalu kualamatkan padanya.

Beberapa bulan lalu, aku mendapatkannya, aku melihatnya.
Menggandeng mesra seorang wanita.
Membiarkan wanita itu bergelayut manja padanya di bangku kafe langganan kami.
Perempuan yang kini menuangkan kopi panas ke gelasya di depan mataku.
Perempuan yang kini menyulangkan nasi goreng seafood, seperti yang kulakukan dulu padanya.
Perempuan yang membersihkan sudut bibir yang sangat kukenal dengan ibu jari tangan kanannya.

Beberapa bulan lalu, aku mendapatkannya, aku melihatnya.
Berjarak 2 meja dari mereka.
Aku menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan oleh laki-laki yang kupertahankan dengan sangat.
Aku menyaksikan pengkhianatan yang dilakukan oleh laki-laki yang sebelumnya tak pernah terpikir olehku, akan berani mengkhianatiku.
Laki-laki brengsek yang sampai detik ini membuatku tak bisa bangkit dari cinta dan luka yang terlalu dalam.

“Aku sudah kembali ke Medan. Tempat kita membangun cinta dan harap. Tapi juga sekaligus jadi tempat di mana kau menghancurkan semuanya.
Terima kasih untuk pertemuan tadi.
Aku menyaksikan pengkhianatan romantis yang kau lakukan.
Jangan cari aku lagi. Cintaku terlalu besar untukmu.
Jadi bisa kupastikan, aku akan susah memaafkanmu. Bye.”

Begitu isi sms ku kala itu.
Dan setelahnya, aku berjalan dengan hati yang tak tergambarkan hancurnya, meninggalkan mereka di kafe penuh kenangan itu.

Beberapa hari setelahnya, hidupku ditutupi oleh awan mendung pertanda hatiku sedang berduka.
Seperti layaknya anak manusia yang sakit asmara,
Aku menghabiskan beberapa hari hanya untuk merenung, menangis, dan membalut sendiri luka hatiku.

Sampai akhirnya aku sadar.
Aku tidak kalah atas hubungan ini.
Aku menang atas perasaanku sendiri.
Dialah yang kalah.
Dia yang menjilat ludah “kesetiaan” yang dulu dimuntahkannya sendiri.

Aku memang harus bangkit dan menang dari kesakitan.
Rasa cintaku terlalu besar untuk berubah jadi benci.
Tapi bukan berarti aku lantas melupakan dan akan kembali padanya jika suatu saat dia menyesali perbuatannya dan hendak mendiami hatiku kembali.
TIDAK!

Beberapa bulan setelahnya,
Waktu dan alam seperti berkonspirasi.
Sekuat apa pun aku berusaha menghindarinya,
Sekuat itu pulalah waktu dan alam merestui pertemuan kami.

Aku tidak tau apa yang ada di dalam hatinya saat mata kami bertemu, saat kami berpapasan, atau saat aku menyaksikan kemesraannya dengan perempuan yang sama, dihari pertama aku menyaksikan perselingkuhan mereka.

Tapi yang aku sadari, hatiku sudah jauh lebih baik.
Mereka sudah seperti lelucon yang begitu menghibur hatiku.
Senang rasanya, saat ikhlas sudah memenuhi rongga hati,
Kenangan buruk sekali pun tak kan mampu tumbuh di sana.

Yah begitulah.
Aku, Dea.
Wanita yang mendadak kuat karena patah hati.
Yang seolah sudah kebal merasakan sakit karena cinta.
Yang walau pun sudah disakiti, masih memiliki rindu yang teramat besar dibalik rasa ikhlasnya.

Aku, Dea.
Perempuan yang sedang duduk di bangku taman kanak-kanak di siang hari ini.
Perempuan yang sedang rindu-rindunya kepada laki-laki yang mengkhianatinya.
Perempuan yang tiba-tiba melengkungkan senyum kemenangan saat sebuah sms memasuki kotak pesan di handphonenya.

”Aku kangen kamu.”

Aku tak membalas pesan itu.
Aku membalasnya dalam hati.
Aku juga kangen kok. Tapiiiii..
Ah, sudahlah!
Toh kau juga sudah tidak ada di sana.
Di masa depan yang kini sudah kubangun perlahan, sendiri.

“I can’t lie, you’re on my mind
Stuck inside my head
I wanna feel your heart beat for me instead, yeah
I just die so much inside
Now that you’re not there
I wanna feel your heart beat like yesterday”

#30HariLagukuBercerita


ditulis @siitiikaa dalam http://tikazefanya.tumblr.com

No comments:

Post a Comment