Thursday, September 13, 2012

Kamu Bersenang Ya..

Saat senja berlalu, kucari dirimu
Karena ku selalu senang bersamamu
Hingga pagi pun mau, bila oh denganmu
Karena ku selalu senang bersamamu

Apa mungkin diriku tanpamu?
Rasanya semu,….
Hingga pagi pun mau, bila oh denganmu
Karena ku selalu senang bersamamu


(Senang bersamamu – Naif)

***

Tiba-tiba Diaz menghentikan langkah mengendap kakinya, seseorang menarik-narik kemejanya, sore itu. Lala, adiknya perempuan semata wayang dengan mata bulat menatapnya seolah-olah menahan perginya.

“Tidak La, hari ini kamu tak perlu ikut. Kak Diaz hanya pergi sebentar. Sebentar saja….” kata Diaz perlahan sambil membalas tatapan adiknya. “Nanti ya, kakak temani menulis dongeng seperti biasa,setelah pulang,” Diaz hampir luluh melihat mata sunyi Lala. Hingga akhirnya Diaz tak tahan.

“Baiklah, kamu boleh ikut Kakak, pakailah sepatu, jaket, juga syal. Kita naik motor saja ya,” sambil mengusap kepala Lala.

Senyum terima kasih tergambar lengkung indah dari bibir Lala. Dipeluknya leher Diaz dan dicium penuh sayang kepada Kakaknya, dan segera berlari mengenakan yang diminta Diaz sebelum berangkat.

Diaz pun tersenyum dan menghela nafas, dalam hatinya, “Demi senyum dan bahagiamu, La,” sedikit mengerjap hampir embun di pelupuknya.

***

Hari itu Diaz akan sibuk banyak menyelesaikan segala urusan. Tadi pagi sudah diintipnya Lala pun sibuk dengan kesenangannya.

“La, kakak pergi ya, kamu di rumah dulu.”

Mata berkaca Lala menatapnya.

“Tidak La, kamu kali ini tak perlu ikut. Kamu pasti nanti kepayahan. Kakak gak mau kamu sakit. Kamu di rumah saja. Kamu bersenang ya,” seraya mencium kening adiknya.

Kembali Lala menatapnya, kemudian mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya.

Diaz menghela nafas. Lirih berkata kembali, “Kamu bersenang ya.” Lalu perlahan pergi.

***

Di dalam kamar Lala mencoba tak menangis. Selalu begini ketika Kak Diaz pergi tanpa dirinya. Sejak Mama meninggal dunia mengikuti Papa, kini mereka selalu berdua.

Lala tak manja lagi, dia tahu Kak Diaz selalu berusaha memenuhi kebutuhan mereka berdua, meski Kak Diaz tetap melanjutkan kuliah.

Lala kembali melanjutkan kegemarannya menulis. Hari ini harus selesai, sebuah pesan cerita bagi Kakaknya.

***

Sore yang penat. Diaz mendapati rumah yang sepi. Tak heran sebenarnya bagi Diaz. Sunyi sudah lama dimiliki mereka, terutama bagi Lala, adiknya yang beranjak dewasa, sebagai gadis yang tuna rungu. Inilah yang membuatnya selalu ragu jika harus meninggalkan Lala sendiri.

Tanpa perlu mengetuk, Diaz perlahan memasuki kamar Lala. Didapatinya Lala masih tertidur pulas sambil memeluk boneka beruangnya.

Mata Diaz beralih ke meja belajar Lala. Selembar kertas penuh aksara, coretan Lala sepanjang siang. Dibacanya perlahan, sepertinya lagi-lagi sebuah cerita untuknya.

***

“Kamu bersenang ya….“

mungkin bila ini dilisankan pasti kuiyakan dengan lirih dan ringan — agar sengaja terbawa angin.

Karena yang sebenar aku bersenang

tiap hari, sedari pagi hingga malam, esok pun begitu, esok lagi, dan esok lagi

selalu setiap hari.

percakapan itu berbalas, dari sekedar kabar; seringnya kamu menggodaku.

bisa saja jika senyata bincang ini pasti kau dapati aku sudah hampir menangis.

mimblik-mimblik kata Mama

Tetapi sepertinya kamu tahu, dan secepatnya mengajakku cepat lelarian meninggalkan pedih. Lalu membawaku ke larik lengkung pelangi.

Tanpa kau lihat, aku tersenyum

— iya kak, aku bersenang karena bersamamu.

itu balasku.

Ditulis oleh @_bianglala untuk kak @dzdiazz dalam http://pelangiaksara.wordpress.com

No comments:

Post a Comment