Friday, September 14, 2012

At The Bottom Of Everything

Sebentar lagi idul adha, dan aku sedang menghitung mundur hari ulang tahunku. beberapa temanku ketakutan, tapi aku justru tidak sabar menunggu. ini seperti sebuah kebanggaan bagiku. aku bangga bisa berguna. bukankah kebanggaan tertinggi tiap makhluk hidup adalah menjadi berguna untuk sesamanya?

Ah, aku jadi teringat kisahku dulu.

###

“Ibu, kenapa dia menjerit? kenapa manusia-manusia itu membawa benda tajam? kenapa banyak sekali darah mengalir dari lehernya? kenapa dia sekarang diam saja? apa dia mati bu? ibu, jawab, bu. dia kenapa, bu?” aku ketakutan saat pertama kali melihat kerabat ibu di tempat pemotongan kurban.

"Anakku sayang, jangan takut. semua makhluk hidup pasti mati. dan kematian yang tidak sia-sia adalah yang berguna bagi yang lainnya. itulah tugas kita, sayang. seperti kaum rumput, mereka mati untuk membantu kita tetap hidup. apa kamu tidak merasa senang apabila dibutuhkan?" ibu mencoba menjelaskan.

"ibu, kalau... mm, kalau... kalau seperti itu caranya, aku tidak mau! aku... aku... aku... takut! pasti sakit sekali! dengar saja teriakan mereka, menyakitkan! kalau kita bisa memberi manfaat untuk mereka, seharusnya mereka juga! seperti kita memakan kaum rumput, namun kotoran kita bermanfaat untuk menyuburkan mereka. sementara manusia? kotoran mereka seperti apa saja, tidak ada yang tahu!" aku tidak habis pikir.

Ibu tersenyum tenang "kamu memang tidak perlu tahu, sayang. ada hal-hal yang tidak perlu diketahui atau dicari tahu. cukup percaya. dengan percaya, nantinya kamu akan paham dengan sendirinya. coba kamu amati manusia-manusia itu. perhatikan bagaimana mereka tersenyum menyantap daging kaum kita dengan ekspresi yang terlihat sangat bahagia. seperti saat kamu makan rumput yang segar dan menggiurkan"

Aku masih terisak "aku percaya bu, tapi... kalau ibu mati... aku pasti... sediiih sekali... aku... pasti... merasa kehilangan. sangaaat... kehilangan. kenapa ibu juga harus mati?"

Lagi-lagi ibu tersenyum "kamu lihat rumput itu? apa kamu pernah mendengar mereka mengeluh saat mati? bayangkan, apa jadinya kalau mereka menolak menjadi santapan kita? lagipula, kamu tidak akan kehilangan ibu, sayang. jangan khawatir. ibu hanya pergi ke sana, mengawasi kamu dari tempat terbaik" ibu mendongak menatap langit.

“Tapi bu...”

“Begini saja, sayang. momen apa yang paling membahagiakan buatmu?”

“mm... hari ulang tahunku, bu. aku pasti dapat ucapan selamat yang banyak, dan juga kado yang banyak”

“Nah, anggap saja, kematian adalah hari ulang tahunmu di hari yang lain”

Mendengar jawaban ibu, aku semakin tersedu “tapi bu... kalau kita mati... masih bisa merayakan ulang tahun juga kan? ya kan? aku... aku... aku... aku tidak mau mati, ibu. aku mau ulang tahun selamanya. aku mau kado. aku mau rumput segar sebanyak yang ada di rumah kita”

“Sayang, kematian yang berguna untuk sesama itulah kado terindah” ibu tertawa geli sambil menghapus air mataku.

###

Aku memandang awan biru di atasku. ibu pasti sudah bahagia di sana, menikmati rumput-rumput yang mungkin abadi segarnya, menikmati kado terindahnya. aku memang sedih. sangaaat sedih sebetulnya. tapi aku tahu, itulah yang diinginkan ibu seumur hidupnya. menjadi berguna. hidup dan mati.

Sekarang akan tiba waktuku. sekarang pula aku benar-benar mengerti betapa bahagianya rasa ini. rasa dibutuhkan dan menjadi berguna. ah, cepatlah datang hari ulang tahunku!

“We’re going to a party. it’s a birthday party. it’s your birthday party. happy birthday darling. we love you very, very, very, very, very, very, very much”

ditulis @fidellanandhita dalam http://fidellanandhita.blogspot.com

No comments:

Post a Comment