“Ah kamu aneh sekali. Biasanya wanita suka novel!” Seruku kecewa, kamu tidak berselera melihat kado dariku.
“Aku suka baca buku, kalau ada gambar atau angkanya.” Jawabmu santai.
Ah, kamu wanita aneh. Buku harus ada angka, baru kamu tertarik membacanya. Aku membayangkan rak buku di kamarmu mungkin berisi buku-buku dan jurnal penuh data statistik atau rumus matematika, sesuai jurusan kuliahmu, membosankan.
Pening akan keunikanmu. Tapi entahlah, justru keunikan itu yang membuatku jatuh cinta. Kadoku ternyata tidak membuatmu terkesan. Lalu bagaimana caranya aku menyatakan cinta. Drama hari ini bahkan sudah kandas sebelum dimulai.
Rencananya hari ini aku akan mengucapkan selamat ulang tahun padamu, memberi kado, lalu kamu akan menerima kadoku dengan berbunga-bunga. Ketika hatimu sedang riang berbunga-bunga itulah, akan kuungkapkan cintaku.
Tapi jika kadoku saja sudah tak berkenan di hatimu, apalagi pernyataan cintaku.
Ah wanita, seringnya membuat pusing.
“Ya sudah. Aku ganti kadonya.” Kuambil kado dari tanganmu. Tanpa pamit aku berlalu meninggalkanmu.
Jika kita sedang menonton sinetron, adegan pergi tanpa pamit seperti itu, pasti akan dilanjutkan dengan adegan si wanita memanggil-manggil dan mengejar untuk meminta maaf. Tapi sayangnya ini bukan sinetron. Wanita unik kutubuku itu tidak bereaksi atas kepergianku. Kulihat kamu malah tenggelam dalam jenis bacaan favoritnya yang lain, buku bergambar – komik Sinchan. Buku harus bergambar atau ber-angka. Ah wanita aneh.
***
“Selamat ulang tahun.” Kataku sore harinya. Kusodorkan sebentuk kado untukmu.
“Hehehe kamu orang yang hari ini paling sering mengucapkan selamat ulang tahun, pengen banget ya aku lebih cepat bertambah tua.” Jawabmu santai, sembari meraih bingkisan dariku. “Bukan novel kan?” Tanyamu lagi, dengan nada meledek. Sudah diberi kado, berani-beraninya menolak, sekarang meledek pula.
Isshh.. Kalo tidak ingat cinta dan penasaran yang sudah kupendam dua tahun, atas sikap kurang ajarmu, pasti sudah kusiram mukamu dengan teh botol di meja kantin ini.
“Bukan novel. Bukalah..” Jawabku ketus.
Kamu tidak menggubris nada suaraku yang sebal atas sikap tidak pekamu. Kamu sibuk menyobek kertas kado disana sini.
Sebuah buku. Matamu terbelalak melihatnya. Berbeda dengan tadi pagi, kali ini kamu tersenyum, membolak-balik buku itu dengan khidmat.
Sebuah Kolase.
***
Kamu, cinta pertamaku. Rasanya memang agak terlambat ya, sudah hampir lulus kuliah, baru kurasakan cinta. Kalah dengan dedek-dedek ABG unyu yang sejak SMP sudah pernah merasakan jatuh cinta, berpacaran, patah hati, lalu jatuh cinta lagi. Ah untuk hal cinta, pengalamanku memang minim. Biarlah portofolio pengalaman cintaku tidak banyak, yang penting ketika kelak sudah kupilih tambatan hati, aku akan setia.
Setelah merenung berpanjangan, kuputuskan membuat sebuah kolase. Sebuah album perjalanan persahabatan kita, hingga muncul titik cinta di hatiku.
Seharian ini, kukerahkan semua energiku membuka satu persatu akun jejaring sosial kita, juga teman-teman terdekat kita. Mengumpulkan satu persatu foto kebersamaan aku dan kamu yang tersebar di dunia maya, lalu kucetak. Juga kubongkar arsip dokumentasi milik himpunan jurusan, dan senat fakultas. Kukuliti satu persatu album foto mereka, demi menemukan wajahmu.
Foto saat kita baru menjadi mahasiswa baru. Aku dan kamu satu kelompok ospek, dengan topi dari besek dan tas karung sagu. Kita dijemur bersama, panas dan terik. Wajahmu lucu, lugu, merah kepanasan. Nampak depresi khas korban perploncoan, bercampur ekspresi nerd, cengo’. Sungguh pemandangan yang sangat menghibur. Hahaha..
Diujung kemarau panjang
Yang gersang dan menyakitkan
Kau datang menghantar kesejukan
Kasih,
Kau beri udara bagi nafasku
Kau beri warna bagi kelabu jiwaku
Lalu aku juga berhasil menemukan foto-foto kita dalam beragam kepanitiaan kampus. Foto-foto kita saat rafting, susur gua, naik gunung. Foto kita di rumah sakit, saat kamu opname karena usus buntu, aku yang senantiasa menjagamu selama dua hari, siang dan malam, karena ayah ibumu masih dalam perjalanan dari pontianak. Juga ada foto saat ulang tahunmu di tahun-tahun sebelumnya, pastinya tidak lepas dari tepung dan telur. Seandainya Foto juga bisa mengekspresikan aroma, pasti bau foto itu tidak karuan busuknya, hahaha.
Kamu memandang semua foto dan caption yang kutulis tangan dengan susah payah. Tulisan ku jelek sekali, harap maklum, aku terburu-buru. Sesekali kamu tersenyum melihatnya, kadang terbahak.
Halaman terakhir sudah kugambari bingkai, namun masih kosong. Kamu memandangku, seolah bertanya kenapa halaman itu kosong.
“Kuberi satu halaman kosong, untuk tempatmu meletakkan foto wisuda. Jika kamu berkenan, izinkan aku berfoto bersamamu saat wisuda, menjadi pendamping wisudamu. Kamu, maukah menjadi kekasihku? Kamu cinta pertamaku, semoga juga cinta terakhirku, dan selamanya.” Jelasku.
Kulihat kamu tersenyum, sejenak seperti kehilangan kata-kata.
“Ini, buku bergambar yang paling indah yang pernah kumiliki. Terima kasih sudah menemaniku selama ini, selama kuliah di perantauan ini. Terimakasih kamu berkenan menjadi pasangan wisudaku, aku mau menjadi kekasihmu.” Kamu berkata, terbata.
Kutepuk pipimu, kugenggam tanganmu. Wahai gadis kutubuku-ku. Pada hari-hari ke depan, akan selalu kutemani kamu membaca buku bergambar dan ber-angka. Kelak kubayangkan dirimu akan duduk dikelilingi anak-anak kita, membacakan buku cerita untuk mereka..
I Love You..
—
Tatkala butiran hujan
Mengusik impian semu
Kau hadir disini
Dibatas kerinduanku
Kasih,
Kau singkap tirai kabut hatiku
Kau isi harapan baru
Untuk menyonsong
Masa depan bersama
***
Minggu, 16 September 2012
“Saya nikahkan engkau, Rangga Almazendra bin Ahmad Rais dengan ananda Anjani Sari binti Adnan Hisyam, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Anjani Sari binti Adnan Hisyam dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”
“Sah?”
“Sah! Sah! Sah!”
Kupandangi mempelai wanitaku dengan penuh haru. Cinta pertamaku sekarang menjadi istriku. Abadilah cinta kami. duhai Tuhan, kabulkanlah doa yang kudaraskan. Amiin.
September ceria
September ceria
September ceria
September ceria
September ceria milik kita bersama
Kami tertawa bersama, meletakkan foto pernikahan di lembar kolase legendaris. Kelak akan terus kami penuhi kolase ini dengan gambar-gambar penuh cinta. This is the beginning of our journey.
*) Diinspirasi dari lagu September Ceria - Vina Panduwinata
Ditulis @plut0saurus dalam http://blossomandbatman.wordpress.com
No comments:
Post a Comment