Monday, September 3, 2012
Cerita Ayah tentang "Si Manisku"
Ibu bukan perempuan hebat dan cerdas, kata Ayah
Perempuan biasa, temannya sejak di sekolah menengah
Ayah ingat dia sebagai seorang perempuan yang mudah ngambek
hanya karena Ayah suka menggodanya yang gemar menanam bunga-bunga dan merawatnya seperti bayi-bayi
Ibu adalah perempuan yang selalu bersemangat, lugu, dan manis
Sesekali melakukan hal bodoh, tetapi Ayah telah menerimanya sebagai apa adanya
Dan seperti juga aku alami, kesahajaannya sering tidak padu dengan ayah.
Ibu tidak terbiasa dengan politik, berita-berita dunia, atau krisis harga saham di pasaran
Demikian lugunya, sepengakuan Ayah, hingga Ibu pun tak pernah bercuriga
ketika ia membelikan Ibu seekor anak anjing setelah pada suatu perayaan tahun baru Ayah membuat janji pergi dengan teman-temannya ke luar kota. Ayah merasa bersalah justru karena Ibu ringan saja memakluminya.
Betapa Ayah akan merindukan sisi wanita rumahan dari Ibu
akan keterampilannya di dapur dan mengurus tetek-bengek;
akan perasaannya yang mudah sekali terharu sehingga sering menangis kala menononton telenovela;
akan kekurangsigapannya mengendarai mobil sehingga menciptakan goresan abadi pada samping mobil kami
(Sungguh, Ayah tidak marah, padahal Ibu begitu merasa bersalah);
akan rasa sentimentilnya yang membuat Ayah terkaget-kaget ketika tiba-tiba menangis tersedu padahal pagi baru saja memulai keceriaannya
Ayah tak pernah benar-benar tahu, Ibu menyembunyikan sakit yang tak pernah dianggapnya serius
sampai di suatu hari ketika Ayah pergi berdinas, para malaikat mampir ke rumah kami dan menjemputnya
….
And honey, I miss you and I’m being good
And I’d love to be with you if only I could,
Kudengar sayup senandung Ayah di tepi pusara Ibu yang dihiasi bunga-bunga kesukaannya
Di langit biru awan-awan kapas mengapung bersama kerinduan
ditulis @Lily4R dalam http://lily4poems.wordpress.com
Labels:
Bobby Goldsboro,
Hari #2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment