Selamat pagi, Ibu. Apa kabarmu di sana? Entahlah, aku tak tahu di surga ada pagi atau tidak. Sekalipun tak ada, tak apa kan Bu kalau aku mengucapkan itu padamu. Sebab aku kangen sekali mengatakannya seperti dulu, setelah menghampirimu dan mengecup keningmu yang tengah terlelap atau setelah kita shalat subuh berjamaah.
Sudah dua tahun lebih berlalu, Bu. Semenjak penyakit itu mengambilmu dari aku. Dan terlampau padat penyesalan-penyesalan dalam benakku yang segera ingin kuhapus dari ingatanku. Karena semakin mengingat itu, semakin aku tak bisa beranjak darimu. Kau tahu, Bu, penyesalan terbesarku? Aku lalai menjagamu, seharusnya aku sadar biarpun betapa hebatnya dirimu, dan walau kau selalu berkata padaku baik-baik saja, kau tetap manusia dengan usia renta. Harusnya aku lebih perhatian padamu, memaksamu sekali waktu untuk check kesehatan misalnya. Andai saja kesempatan kedua itu ada. Tapi sudahlah, seperti yang kubilang tadi. Aku ingin menghapus penyesalan-penyesalan yang terlampau padat dan mengendap dalam benakku. Aku tahu kau di sana tak ingin aku berlarut-larut dalam kesedihan.
O ya, Bu. Aku juga kangen masakanmu. Masakan terlezat yang pernah aku makan. Kalau kelak aku pulang ke rumahmu di sana, mau kan kau memasakannya lagi untukku. Iya makanan kegemaranku itu lho Bu, semur daging. Aku juga kangen omelanmu, Bu. Sekiranya aku dapat mendengarkannya lagi, kupastikan kubuka lebar-lebar daun telingaku dan menikmatinya seperti menikmati alunan symphoni yang dituliskan mozart.
Aku tahu, Bu. Kau tak mungkin lagi dapat hadir di tengah-tengah kehidupanku. Tapi setidaknya banyak nasehat yang tertinggal di kepalaku, dan sewaktu-waktu ia datang kembali untuk meluruskan hidupku. Aku pun berharap, kelak ada sosok seperti dirimu, menemani sisa usiaku, Bu. Ya, aku berharap jodohku sepertimu, Bu. Yang rendah hati, suka menolong, memiliki ketabahan seluas samudera, sederhana, dan jago masak tentunya.
Sebelum manik-manik di mataku meluruhkan bulir-bulir airmata, kuakhiri saja surat ini untukmu, Bu. Ibu, maafkan aku belum bisa membanggakan dirimu. Tapi kupastikan sampai detik di mana Izrail nanti memanggilku juga, aku bangga sekali memiliki Ibu seperti dirimu.
Doaku menyertaimu, Bu. Damailah di sana. Di tempat terindah yang akan menyatukan kita kelak.
Yang merindukanmu,
Catur Indrawan
Mother, don’t worry, I’m fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today?
ditulis @acturindra dalam http://senjasorepetang.wordpress.com | Mother How Are You Today
No comments:
Post a Comment