Panggil saja aku Bond. Bondan. Usiaku kini beranjak 29 tahun, dan ketika kawan-kawan sekantorku bercerita tentang pengalaman berpacaran dan berciuman siang tadi, aku hanya bisa melipir tampan. Dan menggerutu mengapa mereka membicarakan hal yang tak penting itu.
“Bukankah tanpa memiliki seorang kekasih dan tanpa merasakan pernah berciuman pun aku bisa hidup dan membahagiakan diriku sendiri?” Gumamku.
Ya setidaknya gadget-gadget high-end yang aku miliki sudah cukup membahagiakan aku. Aku pernah berpikir dan bertanya dalam hatiku, apakah pria-pria itu merasa tidak jengah dengan rengekan para gadisnya? Apakah pria-pria itu tidak bosan menunggu berjam-jam di salon? Untung saja, gadget yang kumiliki tak perlu harus kuantar ke salon dan tak perlu aku mendengar rengekan manja.
“Bond, makan malam sudah Mami siapkan. Makan yuk, main game mulu.” Mami memanggilku yang tengah asyik memainkan game kesayanganku di Konsol Game terbaruku.
“Iya, Mi…!” Sahutku.
Kegiatan makan malam adalah kegiatan yang ingin sekali aku hindari. Makan malam itu seperti ladang pembantaian buat aku. Apalagi malam ini, Seno, datang ke rumah. Seno itu pacar adikku, Poppy. Dan mereka sering sekali mengejekku dengan bermesra-mesraan di hadapanku.
“Calonmu mana, Bond? Kenalin dong Sama Papi.” Papi mulai deh dengan kalimat yang membuat nafsu makanku hilang.
“Iya Bond, Kenalin dong. Mami kan juga ingin kenal seperti Nak Seno ini.” Dan Mami pun ikut-ikutan.
Aku segera beranjak dari meja makan kembali ke kamarku, kutinggalkan makananku yang baru kumakan beberapa suap.
“Mi, bilangin Kak Bondan dong. Cepat-cepat cari jodoh, nanti aku kapan nikahnya sama Seno. Iya Sen.” Desak Poppy.
“Iya… Iya… Nanti Mami rayu. Sabar ya Nak Seno.”
“Iya Tante.”
***
Ah, kenapa sih harus aku yang jadi obyek pembicaraan di meja makan tadi. Memangnya tak ada bahasan yang lain. Sekarang aku jadi kelaparan karena Cuma beberapa suap saja tadi kumakan. Kutilik jam di dinding kamarku, sudah menunjuk ke angka 11, pasti si Seno sudah pulang. Aku keluar kamar, lalu kuturuni anak tangga pelan-pelan takut membangunkan orang rumah. Dari ruang keluarga aku mendengar suara mendesah, ternyata Seno belum pulang juga dan tengah berciuman dengan adikku. Sial! Ya tapi mau bagaimana lagi, perutku tak bisa diajak kompromi. Lapar banget cing!
Dan dari tempatku berdiri di ujung anak tangga, menuju dapur itu harus melewati ruang keluarga. Aku berjalan saja seperti tak terjadi apa-apa di sekelilingku. Rupanya langkahku terdengar oleh mereka, mereka pun menghentikan aktivitasnya.
“Eh Mas Bondan. Belum tidur Mas?” Sapa Seno.
“Belum. Lah kamu kenapa masih di sini? Sudah malam juga.”
“Ih Kak Bond, apaan sih!” Hentak Poppy.
“Habis ngapain kamu keringetan gitu?” Tanyaku pada Poppy.
“Apaan sih, kepo banget deh.”
“Aku bilangin Papi lho!” Ancamku.
“Apaan sih, Cuma ciuman doang. Belum pernah ciuman sih, makanya cari pacar!”
“Ya udah deh Pop, aku pulang.”
“Lho, baru jam sebelas.”
“Ya udah sana pulang gih.” Ucapku.
Mereka pun beranjak. Aku pun segera menuju dapur, menuntaskan birahiku juga. Lapar, makan!
Keesokan paginya. Akhir pekan, hari ini aku ingin menyelesaikan misi terakhir dalam game Call of Duty. Segala macam makanan ringan dan softdrink sudah kubawa ke kamar. Baru beberapa menit permainan ku mulai, Mami sudah masuk ke kamarku, memintaku mengantarnya berbelanja.
“Kenapa harus aku sih, Mi?! Memangnya Papi kemana?”
“Papimu lagi main Tennis.”
“Poppy kan ada, sama Poppy aja ya. Tanggung nih.”
“Ih, si Poppy tadi bilang mau pergi sama teman-teman kuliahnya dulu. Udah gamenya kan bisa dilanjutin nanti.”
“Iya iya, Bondan mandi dulu.”
***
“Ini si Mami katanya mau ke supermarket kenapa mampir dulu ke komplek sebelah sih. Ah, paling ngajak teman rumpiannya. Bisa-bisa lama nih kalau begini.” Gumamku, sebal.
Dan kemudian Mami menyuruhku, untuk berhenti di depan salah satu rumah bertembok warna hitam. Mami keluar dari mobil yang kukendarai, menjemput seorang gadis berkulit putih, berambut warna hitam kecoklatan yang tengah berdiri di depan pintu pagar rumahnya, lalu kembali lagi ke mobilku dengan gadis itu.
“Bond, kenalin. Ini Tiara. Anaknya Tante Mia.”
“Hai… Bondan.” Ucapku sambil menjulurkan tangan ke bangku belakang tempat Mami dan Gadis bernama Tiara itu duduk. Okesip, sekarang aku seperti sopir mereka.
“Tiara.” Sahutnya, lembut. Sembari menggapai tanganku. Telapak tangannya pun sama seperti suaranya, lembut juga.
Lalu Mami mulai deh mempromosikan gadis itu kepadaku. Duh, bilang saja dari awal kalau aku mau dicomblangin.
Dua jam berbelanja. Setelah tadi aku jadi sopir mereka, sekarang aku jadi kuli angkut mereka. Nasib!
“Aduh, Mami lupa.”
“Ada apa, Mi?”
“Hari ini ada arisan di rumah Bu Suntoyo.”
“Terus?”
“Mami pulang naik ojek aja ya.”
“Lha terus ini belanjaannya?”
“Kamu aja yang bawa, Bond.”
Oh, oke. Ini taktik Mami agar aku jalan berduaan sama Tiara. Sebelum mengantar Tiara pulang, aku mengajaknya ke Resto favoritku. Bukan, bukan karena makanannya yang enak, juga bukan karena harganya yang murah. Resto ini jadi favoritku karena aku bisa mendapatkan akses wifi yang mudah dan jaringannya cepat. Itu saja.
“Kamu memangnya di Paris kuliah apaan, Ra?” Ucapku memulai perbincangan.
“Design.” Jawabnya singkat.
“Ooh… mau jadi Fashion Designer?” Tanyaku sambil mengutak-atik smartphone keluaran terbaru.
“Iya.” Jawabnya, Tiara pun asyik dengan perangkat smartphonenya
45 menit kemudian, aku dan Tiara hanya menunduk dan diselingin tawa serta senyum, sendiri-sendiri. Ya, kami asyik dengan dunia kami sendiri.
“Eh, akun twitter-mu apa, Bond?” Tanyanya, menghentikan aktivitas maya-ku.
“@callmeBond, kamu apa Ra?”
“@LadyTiara, follback ya.” Sahutnya.
***
Setelah mengantar Tiara, aku kembali ke rumah.
“Cie, yang habis ngedate?” Seloroh Poppy dari depan televisi di ruang keluarga.
Aku langsung menuju kamarku, kuabaikan saja Poppy yang men-cie-cie-kan aku. Di kamar, konsol kesayanganku telah menunggu dengan setia.
“Me time!!” Ucapku, sambil mencium Stick Game.
Tidak beberapa lama, Mami datang kembali, tapi kali ini bareng Poppy. Ke kamarku. Sepertinya mereka ingin tahu aktivitas apa yang tadi kulakukan dengan Tiara. Dan lagi-lagi misi terakhir di game Call of Duty terpaksa tertunda diselesaikan.
“Bond, gimana Tiara? Cantik kan?” Tanya Mami.
“Iya Kak, Tiara cantik kan.”
“Iya cantik…”
“Terus kamu ngobrol apa dengannya?”
“Dih Mami sama Poppy kepo!”
“Ih kakak. Aku kan ingin kakakku tercinta ini kayak cowok-cowok normal yang tiap minggu ngedate sama benda hidup. Bukan sama game-game kayak gini.”
“Iya Bond, Mami juga.”
“Jadi tadi tuh Mami sama Tante Mia sudah janjian kan, mau nyomblangin aku sama Tiara. Tiara juga tadi ngomong kok, Mi.’
“Terus?”
“Tiara gak suka cowok!”
“Hah!!!” Mami dan Poppy, kompak, terkejut.
“Ya terus Seno kapan bisa ngelamar aku. Kak Bond aja belum dapet pacar.” Ucap Poppy.
“Lha, kamu ngapain nungguin aku dapet pacar Pop. Nikah mah, nikah aja adikku tercantik. Kamu mau ngelangkahi aku gak apa-apa kok. Ya ampun jadi itu, kalian getol mau jodohin aku. Hmmm…” Ucapku, sambil menghela nafas.
***
Beberapa Jam Sebelumnya.
“Ra, kamu tahu gak. Kita ini sedang dicomblangin.”
“Aku juga tahu kok, Bond. Padahal hari ini aku lagi pengen di rumah aja. Masih Jetleg.”
“Maaf ya, gara-gara Mamiku kamu harus ikut belanja.”
“Nggak juga kok. Mamahku juga maksa aku buat ketemu kamu.”
“Terus nanti gimana nih, kalau ditanya orang rumah?”
“Ah gini aja Bond, kita kerjain mereka.”
“Gimana?”
“Aku bakal bilang kamu gak suka cewek, dan kamu bilang aja aku gak suka cowok.”
“Wah parah. Tapi bolehlah… Hahahaha…”
“Hehehe… iya, lagian sih, pake acara jodoh-jodohan.”
“Hahaha I’m single and very happy. Tos, Ra!”
“Tosss….”
***
Aku baik-baik saja
Menikmati hidup yang aku punya
Hidupku sangat sempurna
I’m single and very happy
Mengejar mimpi-mimpi indah
Bebas lakukan yang aku suka
Berteman dengan siapa saja
I’m single and very happy
ditulis @acturindra dalam http://senjasorepetang.wordpress.com | I'm Single and Very Happy
No comments:
Post a Comment