Hingga saat ini, malam menjadi waktu yang sangat menyakitkan untuk kulewati. Aku duduk di balkon rumah sambil menatap bulan dan sesekekali mengingatmu. Tak pernah terbayangkan sebelumnya bahwa merindukanmu terasa begitu sesak.
Pagi itu kamu memutuskan untuk pergi, setelah sebelumnya aku mempertanyakan mengenai kabar tidak enak yang kudengar tentangmu. Perempuan mana yang bisa menyimpan tanya dan amarah ketika mendengar kekasihnya melewati malam bersama wanita lain. Awalnya aku hanya berharap kamu mengaku dan meminta maaf, maka semua akan kuanggap selesai. Tetapi nasib baik enggan berpihak, pertengkaran pagi itu ternyata membawamu pergi.
Sebulan yang lalu merupakan bagian paling terberat dalam hidupku, seluruh akses komunikasi kepadamu tiba-tiba putus. Aku sempat melihat tweet terakhirmu sebelum kamu mem-block akunku: “Tak ada lagi kita, tak ada lagi rencana…” dan perubahan status di Facebook-mu dari In relationship menjadi Single.
Aku kelabakan, kebingungan. Akhirnya kuputuskan untuk mencarimu. Tak kuhiraukan terik matahari di musim kemarau, aku bergegas menuju rumah yang dulu sering kita kunjungi, rumahmu. Aku ingin meminta maaf atas pertengkaran tempo hari yang tidak berakhir dengan semestinya. Namun lagi-lagi nasib baik enggan berpihak, aku melihat mobilmu keluar dari gerbang beserta kamu dan seorang wanita di dalamnya. Aku berdiri di seberang rumahmu. Aku tahu sudut matamu menyadari keberadaanku, namun kamu memilih untuk berpura-pura tidak tahu.
Masalah berdatangan ketika hari-hari kulewati tanpamu. Pekerjaanku berantakan. Seringkali aku terlambat datang ke kantor, bolos meeting tanpa sebab, dan melupakan laporan-laporan yang harus kusetorkan. Sampai akhirnya aku harus terbaring selama dua hari di rumah sakit karena kondisiku yang payah akibat pola makanku yang tak beraturan.
Pernah suatu waktu ketika kita sedang duduk-duduk di sebuah coffee shop, berandai-andai merencanakan pernikahan; gaun pengantin, desain undangan, dan model mata cincin, kamu begitu cerewet mendominasi pembicaraan. Yang paling menarik darimu sekaligus membuatku heran adalah mendapati bahwa kamu menyukai penyanyi wanita asal Malaysia, Siti Nurhaliza. Dia yang katamu suaranya tak tertandingi, seringkali membuatku iri. Bahkan kamu menyediakan folder khusus di tablet-mu untuk semua hal yang berhubungan dengan dia. Biasanya aku berakting pura-pura cemburu jika kamu sudah mulai larut dengan lagu-lagu sendu yang dibawakannya.
***
Selang beberapa hari, aku mendapat panggilan wawancara dari sebuah kantor penerbitan yang sebelumnya sudah kulamar. Aku mengehela nafas, aku meyakinkan diri bahwa aku bisa.
Hari-hari berikutnya merupakan kesempatanku untuk menata kembali hidupku yang sempat berantakan. Syukurlah, dengan mudah aku bisa kerasan di lingkungan pekerjaanku yang baru.
***
Jam istirahat sudah tiba, aku memutuskan untuk menunda makan siang karena teringat akun Twitter-ku. Semenjak kejadian itu, aku kehilangan mood terhadap berbagai jejaring sosial. Ah, sial, tiba-tiba aku malah teringat padamu. Bagaimana kabarmu sekarang, apa kamu bahagia tanpa aku, dan… apa kamu sudah menemukan cinta yang baru. Aku terkekeh.
Sembari menghela nafas panjang aku mengetikkan nama akunmu di kolom search. Voila, ternyata akunku sudah kau-unblock. Aku telusuri linimasamu, aktivitasnya menurun dibanding saat kau masih bersamaku dulu. Kuperbesar avatar-mu, wajahmu masih seperti dulu, tampan. Air mataku menetes satu-persatu.
Sempat terpikir untuk menyapamu lewat mention atau DM, namun urung. Benakku mengatakan bahwa aku harus punya harga diri. Bayanganmu seketika berkelebatan di pandanganku, tak dapat kupungkiri bahwa aku sangat merindukanmu
Aku kembali ke linimasa, bertegur sapa dengan kawan-kawan lama. Seperti biasa, Twitter selalu mempunyai banyak kejutan. Mataku tertuju pada sebuah hashtag #30HarilagukuBercerita. Menarik. Aku telusuri semua hal yang berhubungan dengan hashtag tersebut. Bibirku tersenyum. Aku tahu caranya…
***
Ah, ya. Aku hampir lupa bahwa hari ini merupakan bagianku untuk mengirimkan tulisan di #30HarilagukuBercerita.
Aku menyeruput kopi pertamaku. Kuamati satu-persatu barisan CD yang ada di lemari, mataku terfokus pada sebuah nama penyanyi yang dulu sempat aku cemburui, Siti Nurhaliza. Kuputar CD album pertamanya yang dulu kudapat darimu, katamu Wajah Kekasih merupakan lagu terbaik sepanjang yang kaudengar. Play…
“Kuyakinkan diri demi rinduku, penawar hanya dari wajah kekasih…
Walaupun rintangan datang menduga kutempuhinya kar’na cinta membara…”
Aku tersenyum getir sambil sesekali menyeka air mata. Jariku dengan telaten menuliskan sejumlah kata tentang lagu ini-tentang kita, tentang kejujuranku bahwa aku sangat merindukanmu.
Aku yang pernah kausakiti, tak punya banyak waktu untuk mementingkan gengsi, perkara siapa yang dulu pernah bersalah sudah bukan menjadi urusan lagi. Meski nyatanya sekarang aku bisa hidup tanpamu, namun rasanya hatiku masih tetap kosong dan hanya wajahmu yang mampu melengkapi.
Kubaca ulang tulisanku, kuputuskan untuk mengikutsertakan nama akunmu sebagai penerimanya. Mungkin ini jalan satu-satunya agar cerita kita bisa kembali. Semoga besok kamu membacanya, dan menjadi awal untuk kita menjalin komunikasi.
“Walaupun impian dalam kekaburan…
Kuyakin padamu, oh Tuhan…”
Jam dinding menunjukkan pukul dua puluh tiga lewat lima puluh lima. Dengan cepat aku salin halaman blog-ku, aku mention dua akun yang bertindak sebagai Tukang Pos, diakhiri dengan nama akunmu sebagai penerima. Semoga aku belum terlambat untuk menitipkannya.
ditulis @siapapun_ dalam http://siapapun.tumblr.com
No comments:
Post a Comment