Monday, September 3, 2012
Kesalahanku Memilih Cinta
Setahun yang lalu, aku berkenalan dengan seorang wanita di sebuah kampus di Jakarta Selatan. Aku dikenalkan oleh Fadli, temanku yang juga teman kuliahnya.
“Bil, kenalin nih temen gue. Namanya Jenny”.
Tanpa ragu, aku langsung mengulurkan tanganku untuk mendapatkan jabatnya yang sepertinya hangat.
“Hai, namaku Jenny. Nama kamu siapa?”
Dengan tangan yang sudah saling berjabat, mataku masih belum bisa melepaskan pandangan dari wajahnya. Cantik sekali, batinku.
Plaaaak! Seketika Fadli menjitak kepalaku yang pada saat bersamaan wajah cantik Jenny sudah masuk dalam ingatanku. Dengan perasaan malu tapi sok cuek, aku pun langsung menyebutkan namaku.
“Namaku Billy. Belum pernah aku mendengar nama sebagus namamu, Jenny”, ucapku sambil merayu. Dia tersenyum.
Sejak saat itu, aku yang berkuliah di sebuah kampus di Jakarta Pusat mulai sering datang ke kampusnya. Dengan alasan ingin bertemu dengan Fadli, namun Fadli tahu bahwa aku ingin menemuinya. Akhirnya Jenny datang menghampiri kami yang sedang duduk di taman kampusnya sambil menikmati datang senja. Jenny menyapaku dengan ramah, hingga kami bertiga saling bercerita. Namun hanya beberapa menit saja, Fadli seperti mengerti apa yang kupikirkan. Ia meninggalkan kami berdua di taman. Kami semakin dekat dan akhirnya saling bertukar nomor handphone dan pin Blackberry.
Hanya seminggu kami berkenalan dan aku melakukan pendekatan, akhirnya kami menjalin hubungan yang lebih serius; pacaran. Bukan main senangnya hatiku, bisa memiliki seorang kekasih yang cantik dan (kata Fadli) juga pintar. Setiap hari, kusempatkan datang ke kampusnya untuk menjemputnya. Hari demi hari kami lewati dengan perasaan penuh cinta. Istilah tentang dunia milik berdua mungkin saat itu menjadi milik aku dan Jenny. Whoooaaa!
Pada suatu hari, saat itu usia hubungan kami memasuki 7 bulan, ada yang berubah dari Jenny. Seorang wanita yang kukenal periang dan penuh cinta, kini menjadi berbeda. Raut wajahnya terlihat memiliki beban dan ia seperti memiliki perasaan bersalah. Aku bingung, hingga aku juga memiliki perasaan yang sama, perasaan bersalah.
“Kamu kenapa, Jenny? Apa aku sudah membuatmu bersedih?”, tanyaku. Otak ini sekejap penuh dengan tanda tanya.
“Tidak. Aku hanya menyesal pada diriku sendiri. Maafkan aku”, jawab Jenny.
Mendengar jawabannya, seketika aku mengernyitkan dahi, sambil terus berpikir apa yang sudah kuperbuat padanya.
Dulu, di mana hari-hariku dengan Jenny dipenuhi dengan cinta, kini berubah menjadi hari penuh tanda tanya. Sampai pada keesokan harinya, Jenny mengajakku bertemu di sebuah café dekat rumahnya. Pertemuan itu ternyata menjadi pertemuan terakhir kami sebagai sepasang kekasih. Ia menceritakan semua kejadian yang dialaminya, dan terucap kalimat yang rasanya ingin memecahkan kepalaku.“Aku hamil oleh Fadli”.
Duaaaaarrrrr! Aku terkejut bukan main. Jantung ini rasanya ingin meledak. Fadli yang merupakan sahabatku sejak SMA tega menghamili pacarku sendiri. Jenny dikerjai. Fadli telah membuat Jenny mabuk saat pesta ulangtahun temannya di puncak, sampai pada akhirnya hal yang tidak kuduga terjadi. Jika saja membunuh tidak dilarang oleh Tuhan, mungkin aku sudah membunuh Fadli. Namun akhirnya aku memutuskan untuk merelakan Jenny hidup dengan Fadli hingga mereka menikah.
Sejak saat itu, hari-hariku hening. Semua terasa sunyi dan sepi, tidak ada lagi keceriaan di wajahku. Namun, takkan pernah kubiarkan hal ini terjadi lagi padaku. Aku harus belajar dari kesalahanku dalam memilih cinta.
…
Aku hening, aku sunyi
Tanpamu ada di sini
Hatiku tandu, jiwaku sendu
Tanpamu ada di sini
Kamu pergi, kamu lari
Dariku jauh sekali
Hatimu beku, jiwamu tak acuh
Padaku yang mencintaimu
Kini matahari rasanya tak ada lagi
Segala cahayanya tak mampu kulihat
Bahkan langit pun mendung tak berpelangi
Sampai aku terjebak dalam gelap
(Terjebak Dalam Gelap – Taman Langit)
…
ditulis @RayaBilly dalam http://rayabilly.wordpress.com
Labels:
Hari #2,
Taman Langit
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment