Monday, September 17, 2012

Ksatria Sepeda Kumbang

Kepada:
Seorang yang pernah tak sengaja mengetuk pintu hati dan mencium rasa yang telah menunggu lama hingga terbangunkan.

Hai Ksatria Sepeda Kumbang, apa kabar?

Sejalan dengan aku menulis ini, aku memikirkan, merindui dan tetap mengasihi kamu. Jika saja setelah pertemuan terakhir kita memutuskan untuk bersama, mungkin saat ini kita telah merayakan tahun ke tujuh bersatunya kita. Dan sampai saat ini, aku masih terjebak dalam proses memaafkan dan melupakan. Dua hal yang menurutku cukup berat, karena keduanya mengenai kamu.

Apa kabar sepeda kumbangmu? Menilik dari keadaanmu saat terakhir kita bertemu, aku sangsi ia masih tersimpan di pojok kadang Kambing yang kerap kau panggil Si Jago. Kamu ingat, tujuh tahun lalu kamu yang memanggil namaku di tengah keramaian kami yang selesai beribadah. Aku memicingkan mataku, berusaha menangkap sosok pria yang memanggilku dengan lebih jelas. Kamu mungkin bisa melihatku terpekik melonjak saat menyadari itu adalah kamu.

Pada saat itu, hanya Tuhan dan semesta yang tahu bahwa aku telah menemukan kembali cinta pertamaku.

Aku menanyakan kabarmu sambil mengguncangkan jabatan tanganmu kuat-kuat. Kamu bersembunyi dimana dalam rentang penantian panjangku? Kamu tidak tahu betapa rindunya aku. Kamu tertawa. Kamu begitu mempesona. Jerat yang berusaha menghidupkan rasa yang telah berhasil kupadamkan saat kembali kau bertanya "Lalu kita akan bagaimana?"

Kamu hanya tidak tahu, betapa sakit aku ketika sekali lagi aku harus meninggalkanmu. Entah aku masih waras atau kegilaan sudah menginvasi otakku. Meski aku begitu menyayangimu, namun sulit untuk ada kata KITA diakhir cerita.

Ksatria Sepeda Kumbang,
Aku mencari pembenaran dari keputusan yang sudah tertalak dari mulutku. Lalu aku kembali terdampar di sini. Di Pura Penataran Agung. Kembali ke tempat tujuh tahun lalu kita bersua. Kembali membuka paksa celah memori yang tanpa kusadari telah menganga.Tapi aku yakin, di sinilah jawabnya.

Sudah lama aku tidak beribadah di sini. Ah, mungkin saja saat ini Dewa Brahma sedang mengutuk aku atas segala kealpaan menghadapnya. Atau saat ini dewa Syiwa sedang mengincarku yang sewaktu-waktu lengah. Tapi apakah ini murni salahku?

Ksatria Sepeda Kumbang,
Saat pembenaran itu datang, hal yang paling aku harapkan adalah kehadiranmu di seberang undakan Pura. Sehingga dengan pasti aku bisa mengacungkan jari telunjukku mengarah pada dadamu. Ini semua salahmu.

Salahmu yang datang kembali setelah aku meninggalkanmu.

Salahmu yang tidak mau menerima bahwa kita tidak mungkin bersatu dalam tingkatan yang lebih tinggi dari sepasang sahabat.

Kamu tidak tahu aku telah berdoa untukmu kepada Tuhanku, jauh sebelum kita bertemu, tanpa tahu akan seperti apa Ia jadikan kamu. Aku mohon kepada Tuhanku untuk memberikan aku teman yang bisa aku sebut sebagai sahabat. Seseorang yang ia pilih hanya untukku. Seseorang yang dengan kelembutan hati dan kebijaksanaannya bisa membantuku dan membimbingku melewati masa-masa suram atau sulitku.

Dulu aku lebih suka sendiri. Aku begitu takut untuk terlalu menyayangi dan memiiki seorang teman. Aku lebih memilih untuk membiarkan diriku pergi, daripada menyakiti. Tapi kamu tahu? Aku sungguh memerlukan seseorang. Hanya sekedar untuk mendengarkan saat aku berkisah. Seeorang yang tidak akan memicingkan mata, menyudutkan senyumnya, atau memberikan penilaian tanpa aku pinta. Seseorang yang akan mau repot “menangkap” ketika aku terjatuh. Dan tanpa sungkan aku pun akan melakukan hal yang sama.

Lalu kamu sungguh-sungguh datang.

Tuhanku memberikan lebih dari apa yang aku pinta. Karena kemudian ia mengirimkan kamu sebagai jawabannya. Tapi lagi-lagi aku takut. Karena mereka berkata bahwa persahabatan sejati itu tidak ada. Sesuatu yang hanya bisa dimimpikan untuk menjelma.

Apakah kamu menyadari bahwa ikatan yang terjadi antara kita begitu istimewa? Ia unik dengan cara kita yang sederhana. Sebuah ikatan yang mungkin tidak akan tergantikan. Dan akan semakin kuat seiring waktu berjalan. Ya, kita sudah melewatinya bersama. Meski baru seujung jengkal waktu yang ada di belakang kita. Tapi aku tidak akan pernah lupa. Semua masa dimana kamu menunjukkan rasa perdulimu yang tidak terhingga.

Kamu tahu saat pertama Tuhanmu dan Tuhanku saling bertemu dalam wujud kita? Saat itu kita begitu malu-malu dalam seragam putih biru. Bahkan hanya untuk sekadar menyapa di gerbang Pura.

Aku ingat beberapa waktu kemudian kita tertawa mengenang saat pertama kita berjumpa. Ya, kita tertawa sampai meneteskan air mata. Lalu kita berkata semoga persahabatan kita akan selamanya. Semoga semakin kuat ikatan yang kita punya. Oh, aku sangat menyukai cara kau menyukaiku. Dan aku tidak bisa berterimakasih dengan cukup untuk menggantikan berkah yang menghampiriku.

Lalu kita berjanji bahwa kisah kita akan tetap tumbuh, seiring waktu berjalan. Karena aku sudah meletakkan kepercayaan atasmu, bahwa semuanya akan baik-baik saja dalam perjalanan pertemanan kita.

Lalu kita saling bertanya, Maukah kamu berjanji kita akan tetap begitu? Tetap bersahabat sampai waktu menghilang perlahan dalam catatan sejarah manusia?

Lalu kita menautkan kelingking satu sama lain.

Dan dari semenjak itu aku harus menepikan semua rasa padamu. Rasa yang tak biasa. Rasa yang tak seharusnya.

Ah Ksatria Sepeda Kumbang, mengapa harus kamu? Mengapa harus terjadi pada kita?

“Aku ingin kamu tahu. Aku sayang padamu.” Ucapmu tujuh tahun lalu saat kembali kita bertemu di Pura Basukian.

Dan aku tahu, itu adalah saat yang tepat bagi kita untuk mengakhirinya. Karena jauh di dalam hatiku, aku merasakan hal yang sama. Sejak pertama kita berjumpa.

Maafkan aku. Ternyata ini bukan salahmu.

Adalah telunjukku, yang seharusnya mengarah dalam-dalam ke jantungku. Dan berharap ia tak pernah mengenal rasa yang berbeda selain persahabatan yang murni.

Tapi ia tidak bisa.

Jadi di sinilah aku, di tempat pertama kita bertemu. Dengan satu tekad yang bulat. Memaksa semua sinaps dalam otakku, tak lagi saling terhubung jika aku diingatkan kembali oleh sosokmu.

Terima kasih sudah memberikan begitu banyak kenangan manis di masa putih biruku. Terima kasih pula telah datang kembali tujuh tahun yang lalu. Namun yang terbaik adalah ini.

Selamat tinggal Ksatria Sepeda Kumbang.

Puteri Bebek Betutu.

Now Playing IF YOU"RE NOT THE ONE - Daniel Bedingfeld
I don't want to run away but I can't take it,
I don't understand,
If I'm not made for you then why does my heart tell me that I am?
Is there any way I can stay in your arms?


ditulis @I_am_BOA dalam http://auntybety.blogspot.com

No comments:

Post a Comment