Tuesday, September 18, 2012

Maaf, Ada Dia di Hatiku


Ku tak tau, Mengapa aku malu
Setiap aku tau dia didekatku
Aku susah, Bila dia tak ada
Tak ingin jauh ku darinya
Ada rasa, Yang tak biasa
Yang mulai kurasa yang entah kenapa
Mungkinkah, Ini pertanda
Aku jatuh cinta
Cintaku yang pertama
Tuhan tolong berikan isyarat
Semoga ada jawaban atas doaku
Gelisah aku mendambakan cinta
Yang indah tanpa air mata

(Mikha Tambayong – Cinta Pertama)

Sasti Anggraeni namaku, seorang cewek 16 tahun, kelas X di salah satu SMU favorit di kotaku. Sebagai seorang cewek yang baru mulai melangkahkan kaki menuju ke kedewasaan, wajar dong kalau aku sudah mulai belajar merasakan sesuatu yang aku sendiri belum tahu apa artinya, yang orang bilang “CINTA”. Memang agak terlambat, mengingat teman-teman seumuranku sudah mengenal cinta dengan lawan jenis sejak SMP. Sekarang aku memang lagi naksir berat dengan cowok yang punya nama Sigit Fauzan Nugroho, tapi biasa di panggil Ozan oleh teman-teman termasuk aku.

Nah, ozan inilah yang bikin aku susah tidur, malas makan (maksudnya malas makan dikit gitu hehe..), pokoknya yang ada di pikiranku cuman Ozan, Ozan dan Ozan. Tidak ada satu pun buku pelajaranku tanpa ada nama Ozan tertulis di belakangnya (norak banget yak?!). Laptop hadiah ulang tahun dari papah pun kebanyakan malah jadi diary digital cerita harian tentang Ozan (mubazir gak sih?)

Kalau mau jujur sebenernya si Ozan nggak cakep-cakep amat. Aku sendiri juga nggak tahu kenapa bisa suka sama dia. Ada sesuatu dalam dirinya yang nggak bisa di terjemahkan dengan kata-kata, mungkin yang orang dewasa biasa menyebutnya kharismatik, tapi sejatinya entah apa yang membuat aku begitu menyukainya. Sungguh tidak bisa dijelaskan.

Yang paling membuatku kangen sama dia adalah kejahilannya. Sehari saja nggak dijahilin sama Ozan, bukannya hati lega tapi malah sebaliknya, aku merasa ada sesuatu yang kurang. (Busyeeet dah! Yang ada juga kebanyakan orang pada malas dijahilin eh aku malah ketagihan hihi.)

Aku yakin banget kalau ozan nggak tahu tentang perasaanku ini. Aku memang sengaja tidak terlalu menunjukkan perasaankus ama dia. Aku nggak mau dia jadi benci sama aku kalau aku terlalu agresif menunjukkan perasaanku. Aku memang sengaja menyembunyikan tentang perasaanku dari dia dan juga teman-teman yang lain. Tapi nggak terhadap Rani, karena dia adalah temanku yang paling dekat. Rani lah tempatku mencurahkan segala isi hatiku termasuk tentang perasaanku ke Ozan.

***

Ada untungnya juga aku deket sama Rani, karena kebetulan dia adalah ketua kelas di kelasku. Salah satu keuntungannya adalah yang sedang aku nikmati sekarang. Begini ceritanya, dalam rangka merayakan ulang tahun sekolahku, seluruh siswa di minta memberikan partisipasinya dalam malam pentas seni nanti, tiap-tiap kelas harus memberikan perwakilan, entah itu drama, menyanyi atau berpuisi. Termasuk kelasku juga akan ikut memeriahkan acara ulang tahun tersebut. Rencananya kelas kami akan mempertunjukkan drama Putri Salju.

Setelah melewati musyawarah kelas maka terpilihlah aku sebagai putri salju dan sudah bisa di tebak dong, siapa yang jadi pangerannya? Yup! siapa lagi kalau bukan Ozan orangnya. “Yess!!” teriakku, tentu saja hanya dalam hati hehe. Aku tahu kalau hal ini adalah hasil rekayasa Rani, meskipun teman-teman juga mendukungnya karena kebetulan kami berdua adalah anggota teater di sekolah. Meski begitu aku dengan senang hati menerima peran itu, bukan karena aku ingin menjadi sang putri tapi karena yang jadi pangerannya adalah Ozan.

Tentu saja aku nggak mau melupakan jasa Rani, makanya pas istirahat aku ajakin dia ke kantin.

“Rani, thanks a lot yah! Kalau bukan karena kamu, nggak bakalan aku terpilih jadi putrinya Ozan dan bisa deket sama dia terus” kataku sembari memeluk Rani.

“Iya, iya, tapi jangan lupain janji kamu yah!”

“Janji? Janji apaan?! Emang aku pernah janji apa sama kamu?” tanyaku sambil coba mengingat-ingat.

“Sasti..Sasti..masa kamu lupa sih?! Gini loh dulu kamu kan pernah bilang kalau aku bisa bantuin kamu dekat sama Ozan, kamu bakal ngasih aku cokelat seminggu tiga kali selama satu bulan. Nah! sudah ingatkah tuan puteri akan janji itu?” Rani menjelaskan dengan senyum penuh kemenangan. Sedangkan aku? mau nggak mau harus memenuhi janjiku, buatku itu nggak seberapa bila di bandingkan bisa deket sama Ozan. Oh Cinta betapa kau mahal harganya..

“Iya deh, besok aku bawain kamu cokelat untuk minggu pertama. Tapi, sekarang aku nggak mau bayarin bakso yang lagi kamu makan itu. Weeeek! haha”

“Idiih curang!” teriak Rani

“Biarin, kalau perlu sekalian kamu bayarin baksoku ini ya ha ha..” Rani hanya geleng-geleng kepala. Hari itu pun aku lalui dengan penuh senyum kebahagiaan.

***

Latihan pun di mulai, dan sore ini aku dijemput sama Rani, (walaupun tidak bisa dikatakan di jemput karena rumah kami satu kompleks dan hanya selang dua rumah) kami berangkat sama-sama ke sekolah. Sesampainya di sekolah aku lihat ada beberapa teman-teman yang sudah datang. Tapi Ozan belum juga datang. Biasa banget deh itu anak emang suka ngaret, anaknya emang nyantai banget dan cuek. Lagi asyik tengak-tengok nyariin Ozan tiba-tiba Rani nyolek aku dari belakang.

“Sasti, liat tuh pangeran kamu datang” ledek Rani sembari mengerling nakal.

“Apaan sih, Rani ini jangan keras-keras dong malu tahu, nanti kalau teman yang lain pada denger kan gawat?!” kataku sambil berusaha menahan debar di dada yang kalau bisa di lihat udah kayak lagi konser aja di dalam (haha lebay ih), soalnya Ozan lagi jalan menuju ke arah kami.

“Halo puteriku, maaf telah membuatmu menunggu” sapa Ozan sembari membungkuk seperti sikap pangeran di film-film drama.

Mendengar sapaan dia, jantungku pun makin berdegup nggak karuan kayak lagi nge-drum aja (lah tadi konser sekarang solo drum. Duh mana makin kenceng aja, lagi). Tapi aku berusaha bersikap biasa saja dan sembari mencibir aku menjawab “Yee, kege-eran deh, siapa juga yang nungguin kamu! emang nggak ada kerjaan lain apa?!”

“Oh teganya putri berkata seperti itu, apa tuan putri tak tahu betapa cintanya daku terhadap tuan putri?” serasa mau copot jantungku mendengar kata-katanya. Tapi aku berusaha menguasai diriku agar tidak jatuh pingsan di depannya.

“Ozan! Udah hentikan becandanya. Ntar Sasti ngambek loh” tiba-tiba Rani ikutan ngomong, (oh thanks Rani kau menyelamatkan diriku) mungkin dia takut aku nggak bisa menahan perasaan dan ke-GR-an sendiri. Tapi yang membuat aku kaget adalah jawaban Ozan.

“Siapa bilang aku becanda, aku serius kok dengan omonganku tadi” Ozan berkata seperti itu sembari menarik kedua tanganku. Perlahan-lahan Rani pergi meninggalkan kami berdua. Tinggalah aku dan ozan berdua saja, sepertinya teman-teman udah pada masuk untuk persiapan latihan.

“Sasti, udah saatnya aku ngomong jujur sama kamu. Sebenarnya selama ini aku suka sama kamu. Aku nggak bisa berbasa-basi, maukah kamu jadi pacarku?” mukanya kelihatan serius tapi aku tak mau percaya begitu saja, seluruh dunia juga tahu dia tuh orang paling jahil seantero sekolah ini dan akulah korban yang paling sering jadi sasaran. Wajar dong kalau sekarang aku nggak bisa langsung percaya. Aku masih berpikir keras memandangi wajahnya mencari-cari tanda kejahilan. Tapi kok kelihatannya dia serius? Oh benarkah ini?? Ah aku nggak mau langsung terjebak.

“Udah deh pangeran Ozan, aku nggak mempan lagi sama becandaanmu tahu?! Jangan kamu kira aku akan terjebak ya? Hayo mana pasti kamu rekam ya buat bahan lelucon biar bisa kamu kasih lihat sama teman-teman seandainya aku terjebak?” aku berusaha menggeledah Ozan, tapi sebelum itu terjadi Ozan buru-buru meyakinkanku lagi.

“Tolong kali ini percaya padaku Sas, lihatlah ke dalam mataku apakah aku terlihat seperti sedang bercanda?” Aku melihat ke dalam matanya berusaha meyakinkan hati bahwa Ozan memang tidak sedang mencandaiku.

Mendengar pernyataan yang to the point gitu aku nggak bisa berkata-kata, aku masih nggak percaya. Antara rasa gembira dan curiga takut kalau-kalau ini adalah salah satu kejahilannya. Tapi aku emang sungguh masih meragukannya, tepatnya aku takut ini sebuah jebakan belaka.

“Maafin aku Zan, kalau aku masih nggak percaya dengan apa yang barusan kamu katakan”

“Sasti, percayalah aku sungguh-sungguh sayang sama kamu. Bagiku kamu beda dengan cewek-cewek lain, kamu lucu, apa adanya, tegas dan punya prinsip. Aku butuh kamu karena aku mencintai kamu, aku merasa aku bisa menjadi lebih baik kalau aku bersamamu. Sekarang terserah sama kamu yang penting aku udah jujur ngungkapin perasaanku sama kamu”

Selesai berkata seperti itu Ozan tertunduk dan terdiam, aku bisa merasakan kalau dia jujur dan aku benar-benar bahagia karena ternyata selama ini aku tidak bertepuk sebelah tangan. Oh tolong siapa saja pegangi aku, rasanya aku berubah menjadi balon udara.

“Mmm..gimana yah, sebenarnya aku..” aku berhenti sejenak dan tersenyum dalam hati melihat Ozan begitu gelisah, tapi aku memang ingin sedikit ngerjain dia (hehe)

“Ozan sebenarnya aku udah punya seseorang di hatiku, cowok yang selama ini menghiasi mimpi-mimpi indahku dan aku udah terlanjur sayang sama dia” ucapku dengan tampang penuh penyesalan (yang tentu saja hanya akting belaka)

“Siapa dia Sas?! Apa aku kenal dia? Anak mana? Kelas berapa?” Tanya Ozan bertubi-tubi aku nggak pernah lihat dia seperti itu, sepertinya kali ini dia lah yang terjebak haha. Aku jadi makin semangat untuk ngerjain dia.

“Iya kamu benar, dia memang anak kelas kita dan udah lama aku suka sama dia” semakin pucat lah wajah Ozan, lalu aku lanjutkan aktingku.

“Aku minta maaf Zan jika membuatmu kecewa, karena aku baru saja mengetahui kalau ternyata dia juga sayang sama aku” nggak sia-sia juga aku ikutan klub teater, buktinya aktingku berhasil dan sekarang Ozan makin pucat pasi gitu.

“Apa itu artinya aku terlambat..?” Ozan bertanya dengan penuh putus asa dan suara yang begitu lirih, ah aku jadi nggak tega untuk meneruskan kejahilanku ini.

“Kalau kamu ingin tahu, sekarang dia ada di sini, di depanku” kataku dengan senyum semanis mungkin.

Seolah tak percaya atau mungkin juga bingung Ozan melihat ke sekeliling dan saat dia sadar bahwa tidak ada orang lain di depanku kecuali dia, Ozan mencoba meyakinkan diri. “Maksud kamu..?”

“ Iya..! kamulah orangnya, yang selalu dan mulai sekarang akan terus ada di hatiku.”

“Tapi..tapi tadi kamu bilang? Oh ya Tuhan Sasti, rupanya kamu sudah mulai pandai ngejahilin orang yak? Apalagi kali ini aku yang jadi korbannya. Ah tapi nggak apa-apa karena itu berarti kau menerima cintaku.” Aku pun tersenyum manis bukan senyum jahil.

“Sasti aku nggak bisa menjanjikan apa-apa karena aku takut mengingkarinya, tapi kamu harus percaya bahwa aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik untukmu, selama aku mampu” kata Ozan sambil menggenggam tanganku.

Aku mengangguk dan tersenyum “Aku percaya sama kamu Ozan..”

“WOOII!! Sasti! Ozan! Ngapain kalian berdua masih pada di situ, dicariin teman-teman tuh! Latihan udah mau mulai” tiba-tiba Rani datang di sertai omelannya.

“Eh, kalian udah jadian yah, kok pake pegangan tangan segala? Hayoo ngakuuu, wah mau pamer nih ceritanya..?” sambungnya lagi yang membuat kami berdua jadi salah tingkah dan cepat-cepat saling melepaskan tangan kami. Mungkin karena begitu bahagia kami sampai lupa kalau Rani sudah di situ. “Ha..ha..kalian berdua lucu deh. Udah nyantai aja, BTW, makan-makannya jangan lupa ya!”

“Kalau itu sih gampang! Abis latihan nanti kita langsung mampir ke café depan sekolah, Oke!” sahut Ozan cepat.

“Ya udah, mendingan sekarang kita masuk aja yuk. Kasihan kan teman-teman yang udah pada nungguin dari tadi” ajakku.

Sore itu latihan pun berjalan dengan lancar, meski masih agak kaku, maklum saja karena mereka memang bukan artis beneran.

Bagiku sore itu adalah sore paling indah dan membahagiakan karena sekarang aku telah mendapatkan pangeranku yang sebenarnya dan sekaligus merupakan awal dari perjalanan cinta pertamaku bersama Ozan


***

*) Terinspirasi dari lagu Mikha Tambayong – Cinta Pertama

Ditulis @NeMargane dalam http://selaksakata.wordpress.com

No comments:

Post a Comment