Monday, September 3, 2012

Menarilah Untukku


Di sana dia duduk. Di meja barisan depan dengan bibir tertekuk.

Malam yang hingar bingar di Kelab ini tidak membuat dia bergairah.

Sorot matanya jelas menggambarkan jiwa yang lelah.

Jägermeister sudah sloki ketiga, mengalir menghangatkan tenggorokannya.

Entah butuh berapa sloki lagi hingga hangat itu mencapai hatinya.

Namanya Ray. Laki-laki muda yang sedang bingung menghadapi arus hidup yang membawanya terlalu jauh dari tujuan yang dia inginkan.

Wajahnya yang persegi, ditumbuhi cambang-cambang yang tercukur rapih di sepanjang pipi sampai dagu, rambutnya yang ikal kecoklatan dia biarkan tumbuh menyentuh kerah dan sorot mata yang dalam tapi kelam, membuat siapapun yang melihatnya selintas akan kembali menoleh, menatapnya untuk yang kesekian.

Mata dalam yang kelam itu menatap lurus ke panggung yang mendadak gelap, sejenak.

Tidak sampai hitungan kelima, cahaya dari lampu sorot warna-warni menyirami panggung seiring musik yang makin menghentak.

Ah, rupanya sudah tiba saat para penari meliak-liuk memancing decak.

♛♛♛♛♛

Di sana ia berdiri. Di hadapan cermin di ruang ganti.

Di tengah-tengah gelantungan kostum warna-warni.

Ia memoleskan gincu merah ceri. Kemudian  merapihkan posisi kedua payudara dalam dekapan bikini.

Namanya Raven. Nama panggung.

Disesuaikan dengan rambut hitamnya yang panjang sepunggung.

Belum saatnya dia tampil.

Raven adalah primadona panggung, ditampilkan paling akhir,  untuk memancing sebanyak-banyaknya rupiah dari para pengunjung kelab, ialah umpan sekaligus kail.

Ia menunggu sambil menghembuskan asap rokok putih. Sambil berpikir, tarian seperti apa yang harus dia tampilkan demi membuat banyak mata menagih untuk meminta lebih.

“Raven, giliranmu!”

Pintu diketuk.

Ia mematikan rokok,  meraih bando berbentuk telinga kucing, perannya malam ini adalah Cat Woman yang tentu saja, tidak mudah takluk.

♛♛♛♛♛

Sudah setengah lusin gadis-gadis muda meliuk menggeliat di atas panggung.

Ray masih tetap termenung.

Hampir dia menguap karena bosan.

Bosan dengan rambut-rambut panjang yang dicat warna-warni. Bosan dengan wajah yang dirias dengan ketebalan bedak tiga senti.

Bosan dengan tarian tanpa keindahan. Yang mereka tampilkan barusan tidak lebih dari geliatan.

Hampir saja Ray berdiri, pulang, bosan.

Tapi telinganya lebih dulu menangkap suara sang disjoki yang meneriakkan nama Raven Sang Primadona.

Ia berpikir, tidak ada ruginya menatap sekali lagi ke arah panggung, melihat sejauh mana sang primadona bisa menghibur mata.

Dan di sana lah Raven berdiri, di tengah-tengah siraman lampu sorot warna-warni.

Setengah telanjang. Memamerkan kulit yang serupa gading dan sepasang kaki jenjang.

Raven mulai menari. Lembut bagai bidadari.

Ray tertarik. Tidak berkedip dia sedari tadi, nalurinya tergelitik.

Raven masih menari. Sekarang lincah bagai peri.

Lalu merangkak bagai macan betina mencari mangsa. Mendekat ke bibir panggung dengan leluasa.

Mendekati Ray tanpa sengaja.

Raven menyibak rambut hitamnya yang nyaris menutupi mata dengan satu sentakan pada kepala.

Sepasang mata abu-abunya menatap mata Ray.

Seluruh panca indera Ray mendadak kelu.

Semesta kecil milik Ray tiba-tiba tidak berwaktu.

♛♛♛♛♛

Sejak malam itu, Ray menjadi pengunjung tetap.

Setiap matanya menangkap gemulai gerak Raven, hatinya berhenti meratap.

Perasaan kelam yang selalu dia bawa serta, segera berubah menjadi perasaan lain yang sebelumnya tidak pernah ada.

Ada percikan api yang membakar mata setiap dia melihat Raven berayun dari satu pelukan ke lain pelukan, ada letupan kecil di dada.

Ray cemburu.

Dia ingin menarik tangan Raven menjauh dari para pemilik napas memburu.

Dia ingin meneriakkan isi hatinya pada Raven. Bahwa dia jatuh cinta saat jumpa pertama. Bahwa dia tidak akan merendahkan walau mereka menganggap Raven jalang betina. Ia ingin sendirian memiliki Raven. Menghapus gincu merah ceri dari bibir Raven. Dia ingin menunjukkan pada Raven kehidupan yang lebih baik.  Meski dia sadar bahwa hidupnya sendiri belum sempurna teracik.
Tapi Raven masih menari. Diantara siraman lampu warna-warni. Memanjakan puluhan tatapan mata yang menyorotkan birahi.

♛♛♛♛♛

“Ah, dia datang lagi. Sudah dua minggu berturut-turut.” Raven berbisik dari balik panggung.

Menatap Ray dengan canggung.

Ini tidak pernah terjadi sebelumnya.

Raven dari malam ke malam, selalu menganggap para pengunjung tidak lebih dari botol.

Botol-botol yang minta dikosongkan setelah itu membayar dengan berlembar-lembar uang dan segaris senyuman tolol.

Tapi tidak Ray. Ada yang berbeda dari caranya menatap Raven.

Membuat ia jengah, sekaligus merasakan kenyamanan yang janggal.

Kenyamanan yang dulu sekali pernah ia kenal.

Dulu sekali. Saat ia masih menjadi seorang istri.

Dulu sekali. Saat ia terlena dan menggantungkan diri kepada suami.

Suami yang memberinya dua orang putri.

Suami yang mendadak mati.

Meninggalkan tumpukan hutang yang harus ia lunasi, sendiri.

Raven menarik napas panjang.

Menenangkan hatinya dari serbuan ingatan pahit yang mendadak membentang.

Segera ia mematikan hati. Demi untuk tidak terjebak pada lubang bernama kenyamanan untuk kedua kali.

Ia tidak butuh tenang. Ia butuh uang.

♛♛♛♛♛

Ray menepuk sakunya sekali lagi.

Hanya untuk  sekedar meyakinkan diri.

Di dalamnya tersimpan segepok uang.

Ray menarik napas panjang.

Malam ini ia akan berhadapan dengan sang pujaan hati.

Yang menjadi Ratu di dalam mimpi.

Malam ini dia akan berhadapan dengan Raven, tanpa garis batas antara kursi dan panggung.

Bibir Ray perlahan membentuk garis lengkung.

Pintu di hadapannya terbuka.

Raven sudah tiba.

Ia melangkah masuk, menghampiri Ray, sambil membuka satu persatu kancing baju, siap memuaskan dahaga.

Mata Ray berbinar ceria.

Mencondongkan tubuhnya kedepan, menatap mata Raven tanpa kedip, tanpa jeda.

Kemudian Ray berkata;

“Duduklah, Sayangku. Aku ingin bicara.”

Dia ingin meneriakkan isi hatinya pada Raven. Bahwa dia jatuh cinta saat jumpa pertama. Bahwa dia tidak akan merendahkan walau mereka menganggap Raven jalang betina. Ia ingin sendirian memiliki Raven. Menghapus gincu merah ceri dari bibir Raven. Dia ingin menunjukkan pada Raven kehidupan yang lebih baik.  Meski dia sadar bahwa hidupnya sendiri belum sempurna teracik.

♛♛♛♛♛

Cerpen #1

ditulis untuk #30HariLagukuBercerita

Interprestasi dari Roxanne – The Police


ditulis @noiirio dalam http://katanyanoi.wordpress.com

No comments:

Post a Comment