Monday, September 3, 2012

Sayapmu Jatuh, Malaikat


Hidup tak lagi sama, ucapku dalam hati. Melihat lingkunganku yang seakan berlari, bukan lagi berjalan. Mereka yang lenyap menghilang, mundur teratur dan juga mereka yang memilih pergi.

Hidup tak lagi sama, ucapku lagi. Mereka yang dulu ada memilih untuk pergi, mereka yang dulu hadir tepat dihapan kini memilih tuk hilang. Dunia berlari, dan aku hanya menapak pada daratan sepi. Terdiam dan beranjak. Menyaksikan tiap langkah yang berlalu-lalang, menyaksikan tiap sosok yang sekejap muncul dan tiada. Menyaksikan mereka yang mendekat bersama pelukan dan pergi meninggalkan punggung mereka.

Apa yang salah dari tempatku berpijak ini? Mengapa jalanan tampak samar, menyulitkanku yang mencari jalan pulang. Bahkan sekedar jalanan setapak atau rerumputan, tanah gersang apapun yang mampu membawaku kembali ke rumah. Tetapi mereka dan dunianya terlalu sibuk, bahkan hanya untuk sadar bahwa aku ada di tengah-tengah mereka yang berlalu, bahwa ada tanganku yang berusaha menggapai mereka. Tetapi apa yang mereka pilih hanyalah pergi, seperti pagi tergantikan oleh siang, siang yang tergantikan oleh sore dan malam gelap yang menghabisinya.

Hidup tak lagi sama, ucapku lirih, bersama tetes demi tetes air mata yang mulai terurai dari dimana ia terpendam. Aku hilang, aku hilang di tengah-tengah eksistensi dunia. Aku ada, aku hadir tetapi aku hilang. Aku berusaha menapak dan berpijak, tetapi dunia seakan jauh terbang dan sulit tergapai.

Kulihat sehelai sayap tepat jatuh di hadapanku. Mengalun perlahan dari ketinggian dimana ia berasal. Sebuah sosok perlahan mendekat, bukan berlari, bukan dengan gelisah dan terburu-buru.

“Sayap ini terjatuh… Apa ini sayap milikmu?” Aku berkata terbata, tak mampu lagi menapak pada realita. Sayap malaikat? Mungkinkah itu benar ada?

“Oh, tentu bukan. Aku manusia biasa sepertimu, mungkin itu sayap merpati yang terbang dengan tergesa. Yang jelas aku sama sepertimu.” Jawabnya dengan tenang. Suara manusia yang paling kurindukan, ketika manusia yang lain seketika berubah menjadi robot yang suaranya saja sudah tidak terdengar hangat lagi.

“Apa yang kau lakukan disini?” Tanyaku hati-hati.

“Pulang. Aku kesini untuk pulang.” Jawabnya.

“Pulang? Disini?’

“Ya, tetes air matamu yang kau pendam sekian lama itulah yang memanggilku kemari, setelah sekian lama akhirnya kutemukan jalanku untuk pulang. Bukankah kau juga mencari rumahmu?” Tanya sosok itu.

“Iya, benar. Aku kesulitan mencari jalan ke rumah… Sementara aku tak tahu harus melangkah kemana.” Jawabku.

Sosok itu tersenyum dan ia berkata, “Kemarilah, mari berjalan beriringan. Tanganmu tak lagi perlu menggapai mereka yang telah jauh pergi, sandarkan dirimu yang lelah itu kepada bahuku, menapaklah pada jalanan ini bersamaku, aku yakin, walau jalanan ini terasa dan tampak samar, kita pasti kan temukan rumah itu… Kita pasti kan pulang.”

Dan perlahan dunia tampak kabur, dan berlalu dengan cepat. Tetapi aku, dia dan jalanan yang kami tapaki… Kini tak ada lagi lelah yang mampu kupendam sendiri. Sesosok malaikat ada disini bersamaku.



"I will never let you fall
I’ll stand up with you forever
I’ll be there for you through it all
Even if saving you sends me to heaven"


The Red Jumpsuit Apparatus – Your Guardian Angel


ditulis @njriyani dalam http://raindropstales.wordpress.com

No comments:

Post a Comment