Tuesday, September 18, 2012
Neraka
Saya percaya, tiap orang punya versi berbeda jika harus bercerita tentang neraka dari sudut pandang mereka.
Buat saya, neraka bukan semata api yang menyala-nyala. Bukan mengerikan sebagai tempat kita di gunting lidahnya, di lindas tangannya, atau di potong tititnya.
Neraka, buat saya adalah segala sesuatu yang paling berpotensi saya nikmati teramat sangat, hingga lupa diri.
Neraka secara pribadi buat saya adalah, segala yang berhubungan tentang kesalahan, pelanggaran, ketidakseharusan. Bahkan jika rasanya memabukkan seperti surga.
Neraka, adalah buah khuldi yang tidak bisa ditolak Adam dan Hawa itu. Melenakan, tidak boleh, tapi tak terhindarkan.
Ada satu orang dalam hidup saya, yang sepertinya disediakan tuhan sebagai neraka pribadi saya.
Segala tentang dirinya menyenangkan, sekaligus terlarang.
Segala tentang dirinya memabukkan, melenyapkan kesadaran dan diluar batas, hingga menghasilkan kesalahan yang berulang.
Kami pernah bersama sebagai sepasang kekasih. Seperti produk neraka lainnya, dia ini sebenarnya terlarang. Jadi ceritanya waktu itu saya sedang menjalin hubungan dengan seorang pria, tapi tetap menerima pendekatannya. Pada akhirnya saya memutuskan pacar saya waktu itu demi bersama dia. Itu neraka pertama.
Hubungan kami yang manis, memabukkan, tapi tidak sehat sepertinya menuai tulah karena tidak bertahan lama. Diawali dengan menyakiti hati orang lain adalah sejelek-jeleknya awal mula suatu perkara rasa kan. Ya, saya dan dia sudah putus dan sekarang hanya mantanan. Mungkin doa orang-orang yang tersakiti oleh kami dijabah. Mungkin loh.
Tak lama berselang, saya dan dia memang kembali sudah punya kehidupan masing-masing, tetapi api neraka itu belum padam. Selalu, bahkan jika kami berdua terpisah lama tanpa saling kontak, kami akan selalu kembali saling berhubungan. Awalnya hanya sms basa-basi, kemudian berlanjut hingga berhari-hari kemudian, ketemuan, dan neraka itu berpijar lagi.
Bahkan jika kami berdua telah memiliki pasangan di samping kami, daya tarik dua makhluk dengan produksi api yang sama ini terlalu kuat ditolak undangannya untuk saling membakar.
Kami tidak bisa saling berpaling. Merahasiakan dari pasangan kami masing-masing tentang agenda ketemuan kami semakin lama semakin nyaris wajar. Selang beberapa saat, semuanya terbawa suasana. Berlebihan, kelewatan, keterlaluan.
Neraka itu sedikit dibasuh kesadaran, dan kami berpisah lagi secara sadar. Selama beberapa saat.
Tahukah? Siklus itu berulang terus. Saya dan dia, bergantian menjadi selingkuhan, pelabuhan terlarang, dan area hitam bagi yang lainnya.
Entah setan mana yang merasuki, tapi kami selalu tidak bisa saling menolak untuk melebur dalam api masing-masing.
Kami sadar sepenuhnya. Kami bahkan pernah membahas semua ini dengan sadar tidak dibawah todongan senjata. Betapa kami seperti neraka pribadi bagi yang lain. Ngerinya, dia pernah mengeluarkan satu kalimat ini, “ujung-ujungnya, saya akan kembali ke kamu, dan kamu akan berakhir di saya.” Selain kalimat dokter bahwa bapak saya dulu harus dioperasi, kalimat itu termasuk kalimat menyeramkan lain di hidup saya. Oh ya, setara dengan kalimat ‘aku nyaman sama kamu tapi kita lebih baik temenan aja’. Fak.
Malam ini, ritual lingkaran setan itu berulang lagi.
Entah bagaimana sejak tadi pagi kami saling berbalas pesan singkat. Dan tanpa aba-aba, sudah janjian untuk menonton bersama.
Saya yang berusaha sekuat mungkin membasuh api neraka ini dengan jilatan logika supaya apinya sedikit terkendali, mencoba logis.
“Kamu minta izin dulu ya sama pacar kamu sebelum kita nonton. Saya gak mau merusak apa-apa.”
Saya tahu, dia itu sayang dan serius setiap pacaran. Tapi misteri hidup lainnya adalah, dia tidak pernah mampu menolak dari saya. Kehadiranku. Ajakanku. Permintaanku. Bahkan jika itu harus membohongi pacarnya, dengan dia mengatakan kami nonton rame-rame padahal hanya berdua.
Bahkan jika ia dengan sadarnya tahu pacarnya merasa insecure sekali kepadaku sampai menghapusku dari akun facebooknya, janji untuk bertemu esok hari lagi tidak kuasa tidak ia lontarkan.
Neraka itu berpijar lagi. Apinya mulai membumihanguskan kesadaranku yang bahkan tidak mencegah dia bohong di depan mataku pada makhluk spesies wanita selain saya. Saya bahkan tidak bergegas pergi ketika kesadaran celah akan terbakar di kerak neraka ini semakin melebar.
Apakah ini cinta? Saya rasa tidak. Tidak sesuci dan sesakral itu neraka-nerakaan ini.
Mungkinkah nafsu? Passion? Chemistry?
Saya juga tidak tahu.
Yang saya yakini sekarang adalah, negara api sedang menyerang.
Menemukan lembaran kosong dalam dompetnya yang seharusnya berisi foto pacarnya, tanya saya tidak terbendung lagi.
“Foto dia kemana?”
” Disimpan dulu kalo ketemu kamu. Perayaan reuni kita, anggap saja bentuk penghargaan saya.”
Hape yang silent total selama bersama, bahkan dimatikan, kami sepakati juga sebagai tata tertib negara api ini.
sampai saya nyaris bingung, siapa yang membakar siapa?
Semua norma, prinsip, aturan main, seperti terlacurkan di pinggir jalan.
Surga semakin tidak nyata. Saya semakin bertanya-tanya, apakah kami ini betulan setan?
Seseorang, elemen air, selamatkan saya.
Please.
*) Diinspirasi dari lagu Dosa Terindah - Tere
Ditulis @ridharakula dalam http://tauraridha.tumblr.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment