Thursday, September 20, 2012

Perempuan dan Wajah Sedih

Sepanjang siang aku mematut diriku pada satu persatu lukisan antik di ruang pameran. Sampai tak sengaja mataku terpaku pada sosok perempuan yang berwajah sedih, di ujung ruangan.

Aku menyapanya, ia hanya membisu. Wajahnya yang senja dan lelah membuatku enggan bertanya lebih jauh. Kulitnya seputih porselin dan rambutnya kecoklatan. Matanya memandang jauh, entah apa yang ditunggunya, entah siapa yang akan datang.

Pria tak begitu tampan seperti diriku ini memang tak menarik minat perempuan untuk menjawab pertanyaan, apalagi membuka diri.

Aku tinggalkan wanita itu. Dia acuh. Aku pun menjauh.

Nun di dasar hatiku terus bertanya, apa kiranya yang meresahkan hatinya. terbawaku dalam lamunan kala malam, hingga lelap dan bermimpi kabur.

Dadaku yang bergemuruh terus mencari tahu, tentang perempuan itu. Dan memaksa kakiku untuk kembali ke pameran yang sama di keesokan hari. Syukurlah, dia masih di sana, dengan suram wajah yang begitu membuatku iba. Lagi – lagi pertanyaanku tak digubrisnya. Apakah ia bisu, ataukah tuli?

Tak mau menyerah, esok harinya aku kesana lagi, untung perempuan itu masih di sana. Kali ini aku akan bicara lebih keras. Tepat di telinganya. Tapi tiba-tiba dua orang petugas pameran menendangku keluar.

Aku berteriak-teriak tak jelas minta dilepaskan. Dua suntikan penenang cukup berhasil. Aku hilang dalam ketidak-sadaran.

Bau rumah sakit. Bau yang akrab. Ah benar, ini kamar rawatanku. Kata mereka aku gila. Mungkin saja benar. Samar kuingat wajah itu, Perempuan Berwajah Sedih, lukisan yang kusayang. Almarhum istriku dulu.

ditulis @ikavuje dalam http://eqoxa.wordpress.com | How Can You Mend A Broken Heart

No comments:

Post a Comment