Adi
1990
Kau sering lewat depan rumahku saat berangkat sekolah. Seingatku itu kau baru masuk SD. Ibumu selalu mengantarmu tiap pagi dan menjemputmu siangnya. Kau bawa kotak bekalmu yang berwarna putih itu. Beberapa kali kulihat kau cemberut. Mungkin masih mengantuk.
1994
Kau sudah bertambah besar. Sekarang ibumu tak mengantarmu lagi ke sekolah. Ada tukang becak langgananmu yang setiap hari mengantar dan menjemputmu. Kau tetap dengan kotak bekalmu yang sama. Aku paling suka melihatmu dengan seragam Pramuka. Terlihat lucu dan menggemaskan.
1997
Seragammu sudah berubah sekarang. Jadi putih biru. Dan kau sudah berubah jauh lebih dewasa. Sekarang kau berangkat sekolah tanpa diantar. Kau naik sepeda sendiri. Kadang bersama teman-temanmu. Oya, kau sudah berani menyapaku jika kebetulan berpapasan denganku. Entah mengapa, hatiku selalu berdebar jika kau menyapaku.
1999
Kau lulus hari ini. Aku ingat bajumu penuh coretan tanda tangan saat pulang sekolah sore itu. Aku tertawa dan mengucapkan selamat padamu sambil berteriak dari teras rumahku. Dan kau melambaikan tangan sambil tertawa lebar. Ah, kau cantik sekali. Kemudian kau menghampiriku dan memintaku untuk menandatangani bajumu itu.
2001
Kau semakin sibuk. Dan aku semakin jarang melihatmu lewat depan rumahku. Namun sesekali jika kita berjumpa, kau sempatkan untuk berhenti dan mengobrol sebentar denganku, sebelum kau pulang ke rumah. Kau terlihat berbeda. Kau tumbuh menjadi gadis yang manis dan pintar. berdiskusi denganmu selalu sangat menarik. Oya, kau bercerita padaku bahwa kau terpilih menjadi ketua OSIS di sekolahmu.
2002
Tahun ini adalah tahun terakhirmu di SMA. Kau mulai mengurangi kegiatan di sekolahmu dan fokus untuk belajar menghadapi ujian akhir. Dan tentu saja ujian masuk perguruan tinggi. Kau bilang padaku bahwa kau ingin masuk ke fakultas kedokteran di perguruan tinggi negeri di kota kita ini. Aku tahu kau pasti mampu. Namun nasib berkata lain. Kau akhirnya gagal, namun kau diterima di fakultas ekonomi di perguruan tinggi negeri di Jakarta. Ada sedikit rasa kehilangan di hatiku. Karena ini artinya kau akan pergi ke Jakarta dan aku tak akan bertemu denganmu lagi. Betapa inginku mencegahmu pergi namun aku tahu itu tak mungkin. Apa yang bisa kujanjikan padamu. Aku terlalu tua untukmu.
2004
Kau pulang Lebaran tahun ini. Ah ternyata aku rindu sekali padamu. Melihatmu lagi seperti menemukan sumber air di tengah padang gurun. Sangat menyegarkan. Walaupun kita tak sempat bertemu dan berbincang-bincang, sudah cukup bagiku hanya melihatmu. Kau semakin menawan.
2007
Sudah lama aku tak mendengar kabarmu. Terakhir kudengar kau sudah lulus dan bekerja di Departemen Keuangan. Hari ini tiba-tiba kulihat ada keramaian di rumahmu. Setelah mencari tahu ternyata hari ini adalah acara lamaranmu. Keluarga calon suamimu akan datang untuk melamarmu. Entah mengapa ada perasaan sedih yang menusuk di jantungku. Aku mendengar resepsi pernikahan akan dilangsungkan di Jakarta. Aku tahu harapanku sudah berakhir dan aku harus menguburnya dalam-dalam.
2010
Aku di-pindahtugas-kan ke Jakarta. Aku tak pernah membayangkan akan ada kejutan besar menantiku di Jakarta. Saat makan siang, tak sengaja aku bertemu denganmu. Wajahmu masih cantik. Namun terlihat bertambah tua. Jauh lebih tua dari usiamu. Bahkan kita terlihat sebaya saat ini. Seperti ada duka yang kau sembunyikan. Kau terkejut saat aku menyapamu. Namun kau langsung mengenaliku. Ah, aku tak mungkin melupakan senyummu yang merekah sempurna saat menjabat tanganku. Sisa siang itu kita habiskan berdua mengenang suasana di kota kita, tertawa bersama mengingat keluguanmu dulu, dan berbincang mengenai kehidupan. Dan sungguh mati aku tak menyangka dalam usia semuda itu kau telah mengalami cobaan yang begitu berat. Suamimu meninggal hanya 3 bulan setelah pernikahanmu beberapa tahun lalu karena kecelakaan. Sejak siang itu kita kembali berhubungan, bahkan lebih erat dari sebelumnya.
Ria
1997
Kata teman-temanku, kau tampan. Temanku ada yang menaruh hati padamu. Tapi kalau menurutku, kau hanya baik dan ramah karena kami masih anak-anak. Aku juga sebenarnya suka padamu. Tapi umurmu jauh di atasku, sekarang saja kau sudah kerja.
1999
Ini hari kelulusanku. Aku yakin aku akan lulus. Dan ternyata benar. Nilaiku termasuk yang paling baik di sekolah. Kami merayakannya dengan berkeliling kota. Tak lupa mencoret-coret baju dengan tanda tangan teman-teman satu sekolah. Saat pulang sekolah kebetulan aku lewat di depan rumahmu. Dan kau tiba-tiba berteriak mengucapkan selamat padaku. Entah kenapa aku berlari menghampirimu dan memintamu ikut menandatangani bajuku. Rasanya senang sekali saat kau mau melakukannya.
2001
Aku baru saja terpilih menjadi ketua OSIS di sekolahku. Tadinya aku menolak untuk dicalonkan, namun teman-teman memaksaku. Akhirnya aku mengalah. Kegiatan ini sungguh menguras hari-hariku. Nilai-nilaiku agak menurun dan terus terang aku agak resah karenanya. Untung ada kau yang mau mendengarkanku. Memang tidak sering, karena kau juga sibuk bekerja. Namun saat kita sempat bertemu, kau mau mendengarkanku dan bahkan kau mau memberikan saran padaku. Kau selalu menyemangatiku. Aku semakin kagum padamu.
2002
Aku ingin sekali jadi dokter. Semua itu gara-gara kau. Aku kagum sekali pada kesabaranmu sebagai dokter. Dan buatku kau berbeda dengan dokter-dokter lain. Kau tidak sekedar mencari uang. Kau benar-benar menolong orang. Dan kau dicintai warga kota ini. Namun ternyata aku gagal. Aku tidak diterima di Fakultas Kedokteran. Namun karena aku diterima di pilihan kedua, Fakultas Ekonomi, maka aku harus pindah ke Jakarta. Aku tahu, kalau saja kau mencegahku pergi, aku akan langsung membatalkan kepergianku. Namun aku juga tahu diri, aku kan cuma anak-anak di matamu.
2004
Aku sengaja jarang pulang karena ingin menghindarimu. Aku tak ingin hatiku terluka mengharapkanmu. Dan saat aku pulang tahun ini, akupun sengaja tak menjumpaimu. Namun saat perjalanan ke airport untuk kembali ke Jakarta, aku tak mampu menahan hatiku untuk melewati rumahmu. Melihatmu di teras depan sudah cukup untuk mengobati rinduku.
2005
Sekian lama aku memimpikanmu, menginginkan hal yang kutahu tak mungkin bagiku. Sekian lama aku menyakiti hatiku. Akhirnya aku memutuskan untuk melupakanmu dan membuka hatiku padanya. Dia lelaki yang baik. Dan dia mencintaiku dengan tulus. Aku tahu dia akan mampu membahagiakanku. Dia akan mampu membuatku melupakan harapanku tentangmu.
2007
Aku telah menutup hatiku untukmu. Aku akhirnya menerima lamarannya. Kami akan segera menikah. Proses lamaran dilakukan di kota kita dan hanya dihadiri oleh keluarga dekat kami saja. Dan resepsi akan dilaksanakan di Jakarta akhir tahun ini, karena banyak keluarga dan teman-teman kami ada di sana. Namun kau tahu alasanku sebenarnya adalah aku tak ingin kau hadir. Aku tak ingin bertemu denganku. Aku tak ingin pendirianku berubah kembali.
2008
Hatiku benar-benar hancur. Aku kehilangan suamiku beberapa bulan yang lalu. Dia mengalami kecelakaan saat berangkat ke kantor. Awalnya aku memang tak terlalu mencintainya. Tapi dia baik sekali padaku. Dan lama-lama aku mulai belajar mencintainya. Sejak kepergiannya aku mencurahkan perhatianku pada pekerjaan. Aku juga menghindari pergaulan yang terlalu akrab dengan lelaki lain. Hatiku masih terlalu sedih.
2010
Aku baru saja menyelesaikan makan siangku saat tiba-tiba kau berdiri di depanku. Rasanya tak percaya. Kau tak tampak berubah sedikitpun. Suaramu masih sama lembutnya saat menyapaku. Senyummu makin menarik di mataku. Entah darimana datangnya seolah-olah kenangan masa lalu menyelimutiku kemudian mengangkat seluruh dukaku. Hatiku terus berdebar sepanjang sisa siang itu. Dan aku semakin gembira saat mengetahui kau telah menetap di Jakarta, sama sepertiku.
Adi & Ria
2011
Entah kebodohan macam apa yang ada di kepala kita hingga kita memendam segala rasa ini ribuan tahun. Kebodohan yang menyiksa hidup kita. Kebodohan yang memisahkan hati kita. Namun sekarang penantian ini telah berakhir. Kita akan bersama selamanya. Mereka benar, segala sesuatu akan indah pada waktunya. Dan sepertinya ini sudah waktunya.
jika memang dirimulah tulang rusukku
kau akan kembali pada tubuh ini
ku akan tua dan mati dalam pelukmu
untukmu seluruh nafas ini
~ Last Child
ditulis @bernardls dalam http://bangbernard.com | Seluruh Nafas Ini
No comments:
Post a Comment