Hai, apa kabarmu? Aku harap kamu baik-baik saja hari ini dan semoga kamu sedang dalam mood yang menyenangkan karena aku akan menceritakan sebuah kisah sederhana seorang perempuan dan yang mencintainya. Jadi, santailah, bawa camilan dan segelas kopi untuk menemanimu. Sudah siap mendengarkan ceritaku? Siap kan hati dan pikiranmu untuk menikmati kisah ini.
Kala itu, musim panas di tahun 2009. Suatu sore di bawah hangatnya sinar mentari bulan Juni, seorang perempuan berjalan masuk ke dalam sebuah toko buku tua. Wajahnya berseri dan terlihat begitu ceria. Seolah semua keceriaan sore itu telah diserapnya. Berkelilinglah ia menyusuri lorong-lorong yang diciptakan oleh rak-rak buku. Dan di sanalah, di salah satu baris rak buku tua, pertemuan pertama mereka terjadi, bersuanya seorang perempuan dan Dia pertama kali.
Jika kamu ada di antara mereka, mungkin kamu akan mengerti bagaimana rasanya takdir mempertemukan mereka. Dari beberapa pasang mata yang ada, Dia memilih untuk menatap mata indah sang perempuan. Dan dari beberapa hati yang hadir, di hati sang perempuan lah hatinya Ia tambatkan. Mungkin kamu menganggapnya konyol, tapi tunggu dulu. Memang itulah yang terjadi. Mereka bersua pertama kali dan di pertemuan pertama itu pula, Dia memutuskan untuk mencintainya sepenuh hati, memberikan hatinya kepada perempuan itu. Mungkin itulah yang disebut orang dengan cinta pertama. Seolah tak ada yang bisa mengalihkan pandang Dia lagi. Dia tak bisa menjelaskan apa dan bagaimana, yang Dia tahu, Dia memutuskan untuk memilih bersama sang perempuan.
Maybe it's intuition
But some things you just don't question
Like in your eyes
I see my future in an instant
and there it goes
I think I've found my best friend
----
Juli 2009
“Ini hari pertamaku kuliah. Kuliah itu memang begitu berbeda ya dari sekolah-sekolah sebelumnya. Aku masih merasa asing hari ini. Masih banyak yang belum dan perlu aku ketahui dan pelajari lagi. Tapi, aku menikmatinya. Bertemu dengan berbagai wajah baru. Aku senang.” Cerita si perempuan panjang lebar. Senyumnya mengembang dan bertengger lama di paras indahnya. Senyumnya hangat, mengalahkan hangatnya sinar mentari musim panas. Mendengar celotehan sang putri pujaannya, Dia tersenyum. Dia menyuguhkan senyum yang tulus dari dalam hatinya.
“Aku senang kalau kamu juga senang. Dan kulihat kau begitu menikmati harimu. Dengan begini, aku tidak perlu khawatir kan?”
Sang perempuan masih terus menyunggingkan senyum cantiknya.
---
“Selamat Tahun Baru,” ucap perempuang dengan riangnya. “Semoga di tahun ini semua kebaikan datang pada kita ya. Aku berharap semuanya menjadi lebih indah dan lebih baik lagi. Aku ingin tetap dan lebih bahagia dari tahun sebelumnya.”
“Iya. Semoga kau tetap berbahagia. Karena aku menyukai senyum kebahagiaanmu daripada isak tangismu.” Balasku.
---
“Aku senang sekali hari ini,” perempuan memulai ceritanya seperti biasa.
“Benarkah? Aku senang kalau kau bahagia.” Dia selalu menanggapi dengan tenang. Mungkin bagi beberapa orang Dia terkesan dingin, namun sebenarnya dia begitu menyanyangi perempuannya. Dia begitu memperhatikannya. Dan Dia menikmati setiap detik kebersamaan mereka, mendengar cerita perempuannya begitu menyenangkan.
Sejenak mereka terdiam. Tapi Dia tahu bahwa perempuannya akan mulai bercerita panjang lebar menjelaskan setiap detik kejadian yang dialaminya pada hari itu. Yang Dia butuhkan hanyalah menunggu dengan sabar.
“Kau pasti tidak percaya. Ternyata di dunia ini memang ada seorang pangeran. Tadi aku bertemu dengannya. Dia ganteng sekali, pintar dan sangat baik. Tapi kebaikannya ia tujukan pada banyak orang, bukan aku saja. Entah mengapa aku kurang menyukai itu. Mungkin aku jatuh hati padanya, tapi aku tidak percaya pada cinta pada pandangan pertama. Ah, sudahlah”
Hening. Dia terdiam cukup lama, sebelum akhirnya berkata, “Jangan tidak mempercayai cinta pada pandangan pertama, cinta bukan sesuatu yang pasti dan bisa dilogika. Terkadang, kita cukup mempercayainya. Cukup percaya untuk memberikan hati pada seseorang meski masih pertama kali bertemu,” karena itulah yang aku rasakan padamu¸batinnya.
---
“Wah, waktu begitu cepat berlalu ya. Aku senang bisa semakin dekat dengan pangeran itu. Hehehe,” seringai sang perempuan
“Iya, semoga kau baik-baik saja, ya,”
---
“Semakin kau dekat dengan pangeran itu, semakin sedikit waktu yang bisa kau berikan kepadaku ya. Mungkin memang aku yang jatuh cinta padamu sejak pertemuan pertama kita. Mungkin aku yang terlalu berharap agar kau mencintaiku pula.” Dia berkata dengan lirih
---
Oktober 2011
“Aku sakit hati. Dia berbohong padaku. Aku kecewa padanya. Aku sudah mempercayainya sedemikian rupa, namun dia tega membohongiku. Tidak ada bedanya dia dengan orang lain.” Ceritamu di tengah isakan tangis dan cucuran air mata.
“Sudah, jangan menangis lagi. Jika kau memutuskan untuk mencintai kau juga harus siap untuk tersakiti. Aku akan menemanimu sampai kau tertidur, tenanglah,” hibur Dia pada perempuannya. Itulah yang biasa Dia lakukan ketika perempuannya bersedih. Dia merasa terluka melihat perempuannya berlinangan air mata. Jika Dia bisa, mungkin Dia akan menghajar siapapun yang melukai hati lembut perempuannya.
---
“Esok aku akan melepas masa lajangku. Tidak terasa kau sudah menemaniku selama ini, mendengarkan semua cerita ku, isak tangisku, menemani hari-hariku. Terima kasih. Tapi mungkin, waktu kita akan segera berakhir, setelah ini mungkin aku sudah sangat jarang sekali berbagi cerita denganmu. Maaf, aku tidak bisa bersama denganmu.” Tulismu di halaman terakhir
“Aku turut bahagia untukmu, cinta pertamaku. Semoga kau bahagia dengan cinta pertama mu.”
Ternyata pertemuan pertama perempuan dengan pangeran pun tidak bisa dihapuskan dengan mudah. Dan mereka memutuskan untuk bersama, selamanya.
Begitulah cerita sang perempuan dengan yang mencintainya, AKU, sebuah buku harian tua yang telah lama menantikan kehadiran perempuannya. Kau lihat, cinta pertama tak akan terhapus dengan mudah meski mungkin kau telah menemukan penggantinya.
I knew I loved you before I met you
I think I dreamed you into life
I knew I loved you before I met you
I have been waiting all my life
Ditulis @tich_11 dalam http://tiche2.blogspot.com
No comments:
Post a Comment