Saturday, September 15, 2012

Seharusnya, Ayah

Apa kabar surga ayah?
Esok, 15 September tepat 11 bulan kau meninggalkan kami. Bukan, bukan meninggalkan tapi pulang ke rumah abadimu. Surga.

Ayah, bagiku kepulanganmu mendadak. Kepulanganmu belum saatnya. Tapi Tuhan kita erlalu sayang denganmu, Dia lebih ingin kau berada di sisi-Nya. Aku tak boleh protes, kau juga tak boleh protes. Kita tak boleh protes.

Pagi hari sabtu itu aku menangis sendiri ayah, tak ada yang bisa aku bagi airmata ini. Mengangkat tubuhmu yang dingin, memegang wajahmu yang pucat, marasakan nafasmu yang hilang entah kemana. hatiku ikut terbang bersama jiwamu.

Ayah, kedekatan kita memang tak berlangsung lama, tak sering aku mencium pipimu. Tak sering aku memelukmu. Tak sering aku bercanda denganmu. Kita sama menjaga jarak ayah, jarak yang sebenarnya sangat tidak perlu. Jarang yang akhirnya membuat jurang yang dalam untuk hubungan ayah dan anak. tapi aku tetap putri kecilmu ayah.
   
     mungkin kita tak pernah berpelukan
     mungkin kita jarang berjabat tangan
     mulut tak pernah ucapkan rasa sayang
     bibirku tak pernah menyentuh tanganmu
     dan hormatku tak dengan tangan terbuka yang menyilang

Putri yang selalu menangis dalam gendonganmu ketika ibu meninggalkan aku saat ia pergi belanja.
Putri yang tak mau berangkat sekolah sebelum mencium tanganmu ayah.
Putri yang selalu kau mintai tolong beli rokok atau makanan.
Putri yang gaya duduknya kaki kanan diatas kaki kiri persis dirimu.
Putri yang gaya minumnya sama denganmu ketika makan, tangan kanan menumpu bagian bawah gelas, mirip dirimu.
Putri yang jika tertawa akan kehilangan matanya. Mata kecil kita ayah.
Putri yang selalu kau selimuti saat saya tertidur di depan TV.
Putri yang tangan kirinya sering tremor mendadak, seperti tanganmu.
Bahkan penyakitmu pun aku tiru ayah.
Tapi ayah, aku kesal kenapa rambutku lurus seperti ibu. Aku ingin rambutku ikal hitam pekat seperti rambutmu.
Ayah, seharusnya kau tidak boleh merokok lagi.
Seharusnya kau tidak minum kopi setiap hari.
Seharusnya kau tidak tidur larut malam lagi.
Seharusnya kau tidak telat makan lagi.
Seharusnya penyakit itu tidak ada ditubuhmu. Dijantungmu.
Seharusnya kau menemani wisudaku kelak, dengan setelan jas lengkap dan tak lupa pecimu.
Seharusnya aku sadar kau akan pergi saat aku melihat punggungmu menjauh sore itu.
Seharusnya kau ada ayah. Disini.
Tenanglah disana ayah, aku mencintaimu. selalu.
   
     meski kini kau tak lagi bersamaku
     benarkan setiap langkahku
     namun kan ku ingat selalu semua ajarmu
     aku sayang kamu…


ditulis @reerauda dalam http://reerauda.tumblr.com

No comments:

Post a Comment