Wednesday, September 12, 2012

Senja di Gereja Tua


Lonceng gereja tampak kusam, seolah ikut tergilas zaman bersama bangunan gereja tua yang ada di pelosok salah satu desa di Jawa Tengah itu. Tempat ini tidak lagi seramai empat puluh tahun lalu. Semua orang sudah berbondong-bondong pindah ke kota besar, meninggalkan perkampungan ini hingga kesepian dalam sendirinya.

Seorang pria separuh baya mendorong kursi roda yang diduduki istrinya dan berhenti di halaman gereja. Tidak ada lagi umat dan pelayan Tuhan yang mengunjungi bangunan itu, kini gereja yang penuh kenangan itu hanya tinggal puing-puingnya.


“Sedikit kusam dan sepi, tapi masih terasa hangat seperti dulu,” sang istri berkomentar. Suaminya mengangguk sambil menepuk-nepuk pundak istrinya lembut, “dulu, puluhan tahun yang lalu, kita pertama kali kenalan di depan gereja ini, bukan?”

Masihkah kau ingat waktu di desa

Bercanda  bersama di samping gereja

Kala itu kita masih remaja

Yang polos hatinya bercerita

“Haha, iya. Kenapa masih ingat? Aku kira kamu sudah terlalu pikun untuk mengingatnya,” ujar sang istri sembari membetulkan letak kalung salib yang tergantung di lehernya.

Pria separuh baya itu tersenyum, bagaimana mungkin ia lupa pada pertemuan pertama itu. Pertemuan itu pula yang membawa mereka pada perjumpaan-perjumpaan berikutnya. Ada banyak kenangan manis dan pahit yang mereka lewati, dimana gereja tua ini selalu jadi saksi.

Juga ketika bibir mereka pertama kali beradu begitu lembut menjadi ciuman yang hangat, dan ketika wanitanya itu pamit akan pindah ke kota, semuanya terjadi di sudut-sudut gereja ini.

Waktu kini tlah lama berlalu

Sudah sepuluh tahun tak bertemu

Entah dimana kini kau berada

Tak tahu dimana rimbanya

Gereja ini juga yang menjadi saksi sedih dan bahagia pria itu. Ketika surat-surat dari wanitanya mulai berdatangan untuk sekedar memberi kabar, hingga akhirnya sebuah undangan yang mengatakan bahwa sang wanita akan menikah di kota dengan seorang pengusaha muda kaya raya; atas permintaan orangtuanya.

Jatuh bangun dan menikah dengan orang yang salah beberapa kali, sebelum akhirnya mereka bertemu lagi dan melanjutkan jodoh yang lama terpisah waktu. Gereja ini tidak hanya menyimpan kenangan, tapi juga sejarah hidup mereka.

Hanya satu yang tak terlupakan

Kala senja di gereja tua

Waktu itu hujan rintik-rintik

Kita berteduh di bawah atapnya

“Ayo, Mas. Nanti kemalaman.”

Pria itu mengikuti keinginan istrinya. Perlahan ia mendorong kursi roda tadi dan berbalik pergi. Sebentar lagi adzan magrib berkumandang, maka mereka harus bergegas. Pria tua itu segera membenarkan letak peci hitamnya, ketika langkah mereka mendekati surau.

Kita berdiri begitu rapat

Hingga suasana begitu hangat

Tanganmu kupegang erat-erat

Kenangan itu slalu kuingat

***

NOTE:

Panbers – Gereja Tua *edisi lagu jadul*


ditulis @PPutriNL dalam http://petronelaputri.wordpress.com

No comments:

Post a Comment