Sunday, September 2, 2012

Sungguh Ku Cinta Padamu



        Bila malam datang sunyi sendu ku teringat dirimu.

        Kisah-kisah kita dan janji cinta bersama.

Malam ini rembulan purnama. Kamu tentu tahu, tiap kali rembulan purnama aku akan selalu mampu terjaga lebih lama dari biasanya. Mengingat-ingat semua kisah tentang kita. Pernah kita menyatu dalam cinta, di suatu masa di mana getir-getir hidup pernah tiada. Pada suatu masa ketika kamu pernah ada. Memeluk lengan ku setiap kali kita berjumpa. Tak banyak kata. Hanya kita yang saling menatap mata. Lalu malam larut, dan purnama menjelma jadi cinta. Pada setiap purnama aku mengingatmu. Mengingat segala getir perpisahan kita pada suatu masa.

Malam ini ku ingat lagi pertemuan terakhir kita. Pertemuan yang ku tasbihkan sebagai yang paling mesra, dibandingkan pertemuan-pertemuan kita biasanya. Kamu masih memeluk lenganku seperti biasa. Tetapi kini lengan ku basah karena air mata. Aku tak tahu kamu menangis untuk apa: bahagia atau luka? Tapi air mataku yang menetes di pipimu dapat ku pastikan lebih mampu ku jelaskan daripada air matamu. Aku menangis karena cinta. Karena cinta yang sebentar lagi dipaksa untuk jadi tiada. Tapi rupanya aku tak bisa menjadi tak biasa. Seketika aku menjadi rindu untuk kembali ke masa-masa kita yang dulu.

Malam ini ku ingat kembali secangkir cokelat hangat yang kamu pesan pada suatu kali. Pada suatu saat ketika kebersamaan kita tak ku duga akan menjadi yang terakhir kali. Cinta kita pernah melebur ke dalamnya, seperti cokelat dengan gula yang menyatu jadi cinta. Cangkir itu kamu minum perlahan sebelum perdebatan-perdebatan panjang tentang cinta kita ucapkan. Aku tak mampu menjadi sesiapa yang kamu inginkan, aku hanya mampu menjadi seseorang yang menaburkan kata-kata dalam cangkir coklat hangatmu yang mungkin lupa kamu rasa. Lalu aku hilang seketika menjelma jadi cangkir yang tak berbusa.


        Namun kini semua jadi cerita mengisi nostalgia.

        Mungkin kau tak tahu juga semua ini bisa jadi nyata.

Kita telah mampu menyusun sendiri kenangan-kenangan tentang kita dari cinta, dan juga luka. Setiap kali aku berada di depan cermin, ku melihat bayangmu ada di dalamnya, menjelma jadi wajahku yang tengah berkelana dengan nostalgia tentang kita. Aku bertemu denganmu setiap kali aku memejamkan mata. Getarannya masih sama seperti setiap kali kita berjumpa. Bedanya, kamu tak lagi nyata. Tak lagi mampu ku rengkuh tanganmu dengan mesra, dan mengungkapkan semua cerita tentang segala kenangan-kenangan masa lalu kita yang masih tersisa.

Kita selalu memahami satu hal, bahwa setiap pertemuan pasti selalu ada perpisahan. Tapi sesungguhnya kita tak pernah benar-benar yakin bahwa perpisahan kita bisa menjelma jadi nyata. Tinggallah aku kini sendiri berbelanja di toko nostalgia, memilih-milih kenangan indah kita, lalu ku putar mereka di dinding-dinding kamarku menjelang purnama, sebelum aku mampu terlelap bersama wajahmu yang jelita.


        Hanya satu yang ku sadar dengan pasti: sungguh ku cinta padamu.

        Tak dapat ku pungkiri suara hati ini lagi.

Ku putar lagu. Ku dengarkan itu. Dan kata-kata itu mengingatkanku padamu. Pada cintaku – pada cintamu. Tak tahu lagi harus ku tuliskan apa, bait itu telah melagukan segala perasaanku padamu – sejak terakhir kali kita bertemu.

Lalu aku pun menatap purnama malam ini tanpa henti. Mengulang-ulang bait lagu itu, sambil membayangkan wajamu yang jelita tergambar dalam purnama, dan seketika ku akan menjelma jadi cakrawala. Membayangkan kita kembali menjelma jadi cinta.


        Memang tak semudah kau ucap kata, tapi kesungguhan cinta berdua.

        Selama cinta bersemi kian terasa sejuk di dada.

Begitulah segala perasaanku ketika mendendangkan lagu yang pernah dipopulerkan Vina Panduwinata itu. Perasaanku hanya satu: aku teringat padamu, pada segenap kenangan-kenangan kita tentang cinta, lalu kubayangkanmu ada di sampingku dan kubisikkan dengan lembut, “sungguh ku cinta padamu.”

Begitulah caraku mengenang cinta: mengenang segalanya tentang kamu. Pada suatu ketika itu perasaanku hanya satu: padamu kutemukan kesejukan rindu.








ditulis @agilunderscores dalam http://underscoresofagil.wordpress.com

No comments:

Post a Comment