Monday, September 17, 2012

Transparan

Aku mengamatimu saat kamu tengah mencecap kopi hitam yang masih mengepul. Wajahmu masih sama, wajah yang selalu kurindukan sedari awal kita bertemu. Mereka bilang ini adalah cinta pertama. Dan dulu kubilang itu adalah omong kosong. Tapi sejak hal magis itu terjadi, bayanganmu selalu berlarian tanpa henti dalam kepalaku.

Seperti saat ini. Aku mengamatimu di dalam sebuah kedai kopi sedang duduk melamun memandang keluar jendela. Menunggu seseorang? Mungkin iya. Walaupun dari bibirmu tidak terucap apapun, aku bisa melihat kalau kamu sedang menunggu.

Menungguku? Aku ingin sekali kamu menjawabnya sesuai dengan apa yang aku inginkan. Tapi aku tetap diam. Tidak ingin suaraku ataupun keberadaanku membuyarkan lamunanmu.

Seorang pelayan perempuan mendekati mejamu, dia membawakan sepiring pancake dengan tambahan sirup maple seperti kesukaanmu ke hadapanmu. Kamu mengucapkan terima kasih pada perempuan itu lalu kembali menekuni kegiatan yang tadi terputus.

Aku melihat pelayan wanita tadi menyimpan baki di sebelah meja kasir lalu mendekati temannya.

“Kasian ya dia. Ganteng padahal, tapi terus saja gak bisa lupa sama mantan pacarnya.”

“Loh, kok loe tahu?” Selidik kasir kedai kopi itu.

“Lu gak tahu sih ceritanya karena belum bekerja di sini. Dulu dia sama mantannya itu sering ke sini. Kalau lihat mereka, jelas ngiri banget gue. Mesra banget dan cowoknya romantis banget.”

“Terus suatu hari, mereka bertengkar hebat di kedai ini. Sampai-sampai semua pengunjung mendengar. Yang perempuan lari keluar kedai sambil menangis, padahal di luar hujan lebat. Lalu gak lama dari itu, terdengar suara tabrakan beruntun. Perempuan itu tertabrak oleh sebuah truk yang berisi bahan makanan dan langsung meninggal di tempat.”

“Nah sejak saat itu, laki-laki itu selalu ke sini di hari perempuan itu meninggal. Setiap minggu selama 6 bulan ini.” Jelas pelayan itu panjang lebar.

Terdengar nada terkesiap dari teman kasirnya. “Kasian ya…”

Mereka hanya mengangguk lalu kemudian diam tak mau berkata-kata lagi.

Aku menghela nafas panjang.

Fathur, ternyata kamu masih tidak bisa melupakan kejadian itu. Jika saja aku bisa berada di sampingmu saat ini.

Aku berjalan pelan menuju mejamu. Berusaha tidak menimbulkan bunyi apa pun.

Aku kemudian dan kini duduk di hadapanmu. Tapi kamu masih terus saja melamun menatap jalanan di luar sana. Seakan-akan aku tak terlihat lagi. Seakan-akan aku transparan.

Aku menyentuh tanganmu. Tapi tanganku kini tak bisa menangkap ragamu. Air mata yang sedari tadi kutahan, kini mulai melesak keluar dengan deras.

Fathur, aku ada di sini. Delia yang kamu tunggu. Delia yang kamu rindukan. Aku cinta kamu. Dari awal, sekarang, dan selamanya.

ditulis @alizarinnn dalam http://myalizarin.wordpress.com

No comments:

Post a Comment