Friday, September 21, 2012

You Got Me


“If you were worried ’bout where
I been or who I saw or
what club I went to with my homies
Baby don’t worry you know that you got me…”

“Ah, lagu ini lagi!”
Aku bangkit dari tempat tidur menuju meja di sudut kamar tempat speakerku berada. Men-skip lagu The Roots yang terputar oleh iPod-ku.
The Roots featuring Erykah Badu, You Got Me. Lagu ini dia berikan setahun yang lalu.
Kalau kamu tiba-tiba merasa ragu denganku, kamu dengerin lagu ini ya, sayang…” Begitu katanya.

Jam digital di meja samping tempat tidurku menunjukkan pukul 01.45 dini hari. Mataku belum juga terpejam. Bahkan rasanya enggan terpejam.
Aku mengedarkan pandangan ke seluruh kamar. Gerah! Pikirku. Kemudian aku membuka pintu kamarku yang tersambung dengan balkon. Memandang langit-langit, menghirup udara tengah malam dalam-dalam, dan menghembuskannya.

03.00
Belum juga ada kabar darinya.

04.30
Adzan subuh.
Lebih baik aku shalat subuh, kemudian tidur.



KRIIIIIIINGGGG!!!

Aku meraih jam digital di mejaku kemudian mematikan alarmnya. Sudah jam 9 pagi, namun mataku tak mau terbuka. Aku meraba-raba kasur mencari blackberry-ku. Mengecek BBM dan notifikasi lainnya yang masuk.
Ah, ada bbm darinya.

Dema Febrian 05.15
Maya sayang, aku baru sampe kost nih. Randy mabuk, jadi aku harus antar dia pulang dulu. Aku tidur dulu ya, sayang. Sayang kamu.

Aku menaruh blackberry-ku di meja. Kemudian melanjutkan tidur. Ini hari minggu, aku ingin membalas insomnia-ku karenanya semalam.



Dema, pacarku. Dia lebih tua 5 tahun daripada aku. Pulang jam 5 pagi dan mengantar teman pulang karena mabuk? Iya, hampir setiap malam dia pulang subuh.

Dia hidup untuk musik, begitu menurutnya. Meskipun latar belakang pendidikannya adalah arsitektur. Selain bermusik dia juga mencari uang dengan menjadi seorang MC. Bukan Master Ceremony melainkan emcee, begitu sebutannya.
Pernah ke club malam? Pernah lihat ada seorang yang berlagak jadi penyanyi atau rapper yang nemenin DJ berpesta hingga pagi buta? Yah, itulah emcee.

Di kelilingi para dancer seksi atau penari striptis, alkohol dan asap rokok. Tapi Dema tidak mengkonsumsi semuanya. Dia lelaki baik-baik. Bertanggung jawab, dan menyayangiku. Aku tahu betul, Dema benci alkohol dan asap rokok, namun dia juga butuh pekerjaan sampingannya itu.

“Sayang, besok aku harus ke Bali. Ada job ngemcee di sana. Bareng sama Randy.” Katanya diujung telepon.

“Hmm… Berapa hari?” Tanyaku.

“3 hari mungkin. Sekalian jalan-jalan sebentar.”

Aku diam sebentar.

“Sayang?”

“Ya, aku dengar” sahutku.
“Yauda, kamu packing aja sekarang biar besok berangkatnya santai.”

“Baiklah sayang, kamu jaga diri baik-baik ya. Aku sayang kamu.”

Aku mematikan telepon. Tak membalas kata sayangnya. Ah, bodoh amat.

Sejujurnya aku ingin dia bekerja normal. Yaaa meskipun bukan menjadi pegawai, namun bekerja sewajarnya.
Waktu kami sudah seperti pasangan beda negara. Saat aku tidur, dia bekerja. Saat aku bekerja, dia tidur. Kadang dia menghabiskan waktu seharian di studio kecilnya untuk memproduksi musik. Waktu untuk ‘kita’ pun akhirnya menjadi hal yang langka.

Sore ini kami berjanji untuk bertemu di coffee shop dekat kantorku. Aku datang terlebih dulu, Dema bilang masih di jalan. Mungkin macet makanya dia belum juga datang. Bandung di weekend selalu macet.

Ah itu dia.
Dia memarkir motornya kemudian menghampiriku. Mencium pipiku kemudian duduk di sampingku.

“Maaf sayang, jalanan macet. Kamu udah lama?”

“Setengah jam.” Sahutku singkat sambil menyeruput choco hazelnutku.

“Kamu baik-baik sajakah?” Tanyanya. Mungkin dia melihat muka kusutku yang beberapa hari kurang tidur dan kelelahan bekerja.

“Agak kecapean aja kok. Beberapa hari kurang tidur.”

“Tidur yang cukup sayangku. Aku gak mau kamu sakit.” Ah, nada bicaranya sungguh manis. Menghangatkan dadaku. Itulah Dema, dia selalu mengkhawatirkanku.

“Harusnya kamu bicara begitu sama diri kamu sendiri.” Kataku datar.

Dia menggenggam tangan kananku dengan tangan kanannya. Sedang tangan kirinya mengelus rambutku mesra.

“Sayang, kamu tahu aku butuh pekerjaan ini kan? Sabar dikit ya… Nanti juga akan berhenti bekerja malam seperti ini kok. Aku janji.” Kata-kata ini lagi. Aku sudah hafal diluar kepala.



“Hello Bali…”
-@DemaFeb tweet update, 14.00

Twitternya sudah update. Tapi dia belum juga mengabariku. Ah kebiasaan buruk Dema.

“@DemaFeb sudah sampai sayang? Kabari aku kalau ada waktu.”
-@May_Kath in reply to @DemaFeb 14.05

*beep* bbm alert…

Dema Febrian 15.45
Sayang, aku udah sampai hotel.

Maya Kathrina 15.46
Baiklah. Istirahat aja dulu, biar nanti malam gak ngantuk.

Dema Febrian 16.00
Sayang, di kamar hotel susah sinyal. Harus turun ke lobby biar dpt sinyal bagus. Tapi aku mau istirahat.

Dema Febrian 16.01
Nanti aku kabari lagi ya sayang. Aku sayang kamu.



Aku pernah beberapa kali menemaninya ke club. Melihatnya di atas stage dari meja bar. Dia sedang dikelilingi penari-penari seksi yang hampir tak berbusana. Dipeluk oleh mereka.

Sesekali mata Dema mencuri pandang ke arahku dengan tatapan mesra seolah berkata “sabar ya, sayang…

Pertama kali aku menemaninya, rasanya aku ingin menarik rambut wanita-wanita itu hingga mereka jatuh dari stage, kemudian mencakar-cakar wajah mereka. Tapi aku bisa apa? Aku menyibukkan diriku dengan gadget yang aku bawa.



*beep* bbm alert…

Dema Febrian 21.05
Sayang, aku sudah on the way ke club. Nanti aku kabari lagi ya :*

Aku tak membalas bbm-nya.
Aku kembali berjalan ke arah coffee shop dekat kantorku. Tiba-tiba… BUUKK!!!

“Aw!” Pekikku sambil berusaha berdiri.
“Lo liat-liat dong kalo jalan.”

“Eh, sorry. Gw gak sengaja… Hey! Maya?” Laki-laki itu mengenaliku.

“Satia?” Ah, iya itu jelas Satia, kenapa aku harus bertanya? Mantan kekasihku yang aku putuskan secara paksa.

“Kamu ngapain jalan malam-malam sendirian?” Tanyanya sambil tersenyum.

“Bukan urusan kamu.” Sahutku ketus.

“Mana pacar kamu? Kok bisa ngebiarin kamu jalan sendirian malam-malam begini sampe ketabrak aku?” Selidiknya. Senyumnya sinis. Dan aku sangat membencinya.

“Uda gw bilang ya, Sat. Bukan urusan lo mau gw jalan sendirian kek, rame-rame kek, sama Dema kek. Lo urus diri lo sendiri!” Kataku mulai emosi. Aku yakin kalau Dema ada di sini, dia pasti menghajar Satia sampai gak sanggup buat pulang sendirian.

“Di tinggal Satia ke Bali? Ah, pasti dia lagi seneng-seneng sama cewek seksi. Uuuuuh…” Katanya sambil cekikikan.

“Lo stalking twitter gw? Hah? Lo ga bisa ya move on dari gw? Cari cewe yang lebih oke dari gw? Brengsek!”
Emosiku sudah memuncak. Namun tiba-tiba…

“Eh banci, lo masih berani ganggu Maya?” Pras datang tiba-tiba. Dia berdiri di depanku. Berusaha menjauhkanku dari Satia.

“Kita pergi dari sini, May! Dan lo banci, jangan berani-berani ganggu Maya lagi!” Pras menunjuk wajah Satia. Kemudian menarik tanganku. Memasukkanku ke dalam mobil.

“Lain kali kalo mau pergi malam-malam dan gak ada Dema, lo ajak temen. Jangan sendirian. Lo tau sendiri Satia masih dendam sama lo gara-gara lo putusin dan milih Dema.”
Aku hanya diam. Menatap jalanan melalui kaca mobil Pras.

Satia, mantan yang aku putuskan secara paksa karena sifatnya yang memuakkan. Tukang selingkuh, main tangan, dan gak bertanggung jawab. Untung ada Dema, dia yang membantuku terlepas dari Satia hingga aku jatuh cinta padanya. Iya, kami saling jatuh cinta. Dan Pras, dia yang selalu menolongku saat Dema gak ada. Seperti sekarang.



Aku membuka mata. Sudah jam 5 pagi namun Dema tak juga ada kabar. Aku meraih blackberry-ku dan membuka aplikasi twitter. Stalking timeline Dema namun dia juga tak ada update dari semalam. Kemana dia?
Aku membuka tab mention Dema. DEGG!!! Dadaku memanas. Kepalaku juga. Hatiku seperti terbakar.

“@DemaFeb n the girl… [Pict]…”
-@cathlyn tweet update, 05.00

Ada yang memposting foto Dema sedang berpelukan. Oh bukan… Mereka berciuman. Iya! BERCIUMAN!

Aku masih tercengang. Aku zoom in foto yang diupload wanita itu. Entah siapa dia. Tapi sepertinya teman Dema.

Aku masih memperhatikan foto Dema sedang memeluk wanita itu. Sangat dekat. Foto itu diambil dari arah samping kanan, sedang wanita itu berada dipelukan kanan Dema. Dari angle seperti itu, tampak wanita berbaju minim dan berambut panjang itu seperti sedang berciuman dengan Dema.

“@Cathlyn @DemaFeb FOTO MACAM APA INI???”
-@Maya_Kath in reply to @cathlyn, 05.25

Dema Febrian 08.00
Sayang, aku di hotel. Mau tidur sejenak sebelum nanti siang jalan-jalan sama Randy.

Aku tak membalas BBM-nya

Dema Febrian 08.25
Sayang? Dibaca aja ga dibales…

Lagi-lagi aku tak membalasnya.

*beep*
Notifikasi twitterku bunyi. Aku membuka tab mention-ku. Dan menemukan Dema dan wanita itu di sana.

“@May_Kath @cathlyn Cath!! Tanggung jawab! Bini gue marah tuuuuhhh! Haha..”
-@DemaFeb in reply to @May_Kath, 08.38

“@DemaFeb @May_Kath slow gurl, she’s just a fan. She wanna dance with ur boyfie.”
-@Cathlyn in reply to @DemaFeb, 08.40

Aaaaarrgghh!!! Aku gak habis pikir. Wanita iblis macam apa yang dengan mudahnya berkata bahwa itu cuma penggemar yang ingin menari bersama pacarku. Apa dia tak memikirkan perasaanku? Dia juga wanita! Aaarrgghh!!

Dema berkali-kali meneleponku namun tak aku angkat. Laki-laki brengsek! Kataku dalam hati. Aku menutup wajahku dengan bantal tapi malah menambah sesak di dadaku. Ini masih terlalu pagi untuk sebuah sambutan panas seperti itu. Ah Dema! Kenapa sih kamu selalu bikin aku cemburu dan bertarung melawan egoku sendiri seperti ini????



*beep* bbm alert…

Dema Febrian 19.05
Sayang, angkat telponku.

Maya Kathrina 19.06
Aku lagi males ngomong. BBM aja.

Dema Febrian 19.15
Kamu marah gara-gara foto yang diupload Cath?

Hah! Harusnya Dema tau tanpa menanyakan hal itu. Dasar gak peka!

Maya Kathrina 19.17
Harusnya tanpa aku bilang juga kamu tau, Dem! Aku marah! Aku cemburu! Ngerti!

*beep* *beep* *beep*
Dema Febrian incoming call…

“Sayang, itu cuma foto” kata Dema saat aku menjawab teleponnya.

“Cuma foto kamu bilang? Gimana kalo kamu liat fotoku lagi duduk manis sama cowo di kafe?”

“Cath iseng menguploadnya…” jelasnya.

“Iseng menguploadnya? Jadi meskipun Cath gak upload, kamu tetep ciuman sama cewe itu? Iya?” Nada suaraku mulai meninggi.
“Harusnya meskipun ada aku atau engga, kamu bisa jaga kelakuan kamu!”

“If you were worried ’bout where
I been or who I saw or
what club I went to with my homies
baby don’t worry you know that you
got me…”

BRAKK!!! Aku melempar bantal ke meja speakerku yang tiba-tiba memutar lagu The Roots hingga speaker dan iPod-ku jatuh.

“Sayang, cewe itu mabuk dan hampir jatuh di sampingku. Dan aku reflek merangkulnya agar dia gak jatuh. Itu aja. Kami gak ciuman.” Jelasnya panjang lebar

“Ah, sudahlah. Terserah mau dia mabuk atau engga. Terserah! Dan sampein salamku ke Cath, semoga dia gak ngalamin hal kayak yang aku alami. Semoga dia gak ngeliat foto cowonya lagi ciuman sama cewe lain. Apalagi di social media kayak gitu!”

Aku menutup telepon. Berusaha mengatur nafasku yang tak beraturan. Sebenarnya aku tahu Dema berkata jujur. Namun rasa cemburu sudah mengalahkan semuanya.



” At senayan city with my sista ‘n my mom…”
-@DemaFeb tweet update, 13.45

Ini hari ketiga semenjak pertengkaran di telepon waktu itu. Dema gak juga menghubungiku. Begitulah kami bila sedang bertengkar. Ego kami sama-sama besar. Aku hanya melihat timeline-nya. Dia sedang di Jakarta.



Hari kelima setelah pertengkaran kami. Dema belum juga menghubungiku. Harusnya dia sudah kembali ke Bandung, tapi aku belum juga melihatnya di tempat-tempat yang biasa dia datangi. Kost-annya pun sepi.

18.00
Aku memasuki kamar kost-ku. Melepas wedges dan langsung ke kamar mandi. Aku ingin segera menghilangkan lelah setelah bekerja seharian. Ditambah jalanan Bandung macet total karena weekend.

Aku menyeduh kopi. Membawanya ke balkon kamar. Kamarku berada di lantai 3. Dari sini aku bisa menikmati city light yang sangat indah. Aku mengibas-ngibaskan rambutku yang masih basah agar kering tertiup angin.

DEG!!! Jantungku seakan berhenti bedetak.
Aku merasakan pelukan dari belakang. Aku hafal pelukan ini. Dema.

“Aku kangen kamu…” Katanya lirih. Pas di telingaku. Membuat tubuhku merinding. Merasakan suaranya masuk ke pori-pori tubuhku.

“Gimana caranya kamu masuk kamarku?” Tanyaku heran.

“Kamu lupa kalo aku punya duplikat kunci kamar ini?
Ah iya! Dema punya duplikatnya. Saat kunci kamarku hilang, Dema memperbaikinya dan menyimpan satu. Supaya gak ribet kalau punyaku hilang, katanya.

Aku memberontak melepaskan diri dari pelukannya. Membalikkan badanku menghadap dirinya.

“Aku masih marah sama kamu. Inget kan?” Kataku ketus.

“Inget…” Katanya sambil tersenyum manis. Ah, lesung pipi itu muncul di pipi kirinya.

“Dan kemarahanku bertambah karena selain foto itu, kamu juga gak ada kabar selama 5 hari.”

“Aku kan update twitter. Tanpa aku bilang juga kamu pasti tahu aku sedang dimana dan lagi apa.” Jelasnya santai.

“Twitter? Oke, jadi mulai sekarang kamu gak perlu ngabari aku. Dan mulai sekarang jangan mencariku kalo ada apa-apa sama kamu. Curhat aja sana sama twitter.”

Dia memelukku. Tubuhku yang lebih kecil darinya menghilang di pelukannya. Hangat mengalir di sekujur tubuh, mengalahkan udara dingin Bandung malam ini.

“Sayang, kamu harus sering-sering denger lagunya The Roots yang You Got Me deh kalo lagi marah kayak kemarin. Biar kamu tahu… Dimanapun aku dan sama siapapun, aku ini punya kamu…”

“Tapi iPodku rusak.” Aku merajuk manja.

“Hahaha…” Dia tertawa.

Dia melepaskan pelukannya. Kemudian merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan benda putih kecil tipis dan memberikannya padaku.

“Jangan dilempar bantal lagi ya, iPod-nya. Belinya pake uang tuh…” Katanya kemudian mengacak-acak rambutku manja. Aku kembali memeluknya.

“Aku dapet tawaran dari teman. Project hotel baru di sini. Aku dan mereka akan mulai mengerjakannya lusa…”

“… Jadi mulai sekarang kamu gak perlu nungguin aku pulang subuh lagi.” Lanjutnya.

“Serius? Musik kamu?” Tanyaku.

“Masih jalan. Aku gak mungkin ninggalin musik. Asal kamu mau bantu aku.”

“Bantu apa?” Tanyaku lagi.

“Bantu ngurusin aku dong. Hehehe” jawabnya. Kemudian aku tertawa.

“Jangan ngilang-ngilang lagi ya. Aku takut.” Kataku manja.

Kami berpelukan. Lama. City light malam ini lebih indah dari biasanya. Dan udara Bandung lebih hangat saat berada dipelukan Dema.


*)Terinspirasi dari lagu You Got Me - The Roots ft Erykah Badu
ditulis @iddailiyas dalam http://iddailiyas.wordpress.com

No comments:

Post a Comment